{57} akhirnya..

52 10 0
                                    

"selama ini, aku berusaha untuk meyakinkan diri buat sama orvin ma, tapi kok tetap aja keinget sama karel ya." jelas tifa dengan menangis.

vivi yang mendengar pun langsung memeluknya begitu erat. ia tau bagaimana perasaan tifa saat ditinggalkan orang yang sangat ia cintai.

vivi juga tak bisa memaksa bila tifa seperti itu. kalau memang tifa belum siap, vivi juga menghargai itu.

"nak, kalo emang kamu gak siap, kenapa waktu awal kamu nerima?" tanya vivi.

"ma, aku berusaha buat buka lembaran baru ma, tapi ternyata malah kaya gini." balas tifa juga heran.

jujur demi apa, ia sangat yakin bahwa karel masih hidup. bahkan seyakin itu hati tifa.

ya allah, bantu hamba untuk menemukan jalannya hiks. <batin tifa.

tangisnya belum mereda. malah semakin kencang saat mendengar petir yang menyambar kota tersebut.

alam semesta selalu saja mendukung suasana hati tifa saat sedang sendu seperti ini.

"masuk neng, mau hujan." ajak vivi yang dibalas anggukan oleh tifa.

tifa melangkahkan kakinya dengan sangat berat. ia memasuki kamarnya dengan suasana hati yang tak menentu.

karena badannya terasa sangat capek, ia memilih untuk tidur sejenak untuk menenangkan hati dan pikirannya sekaligus.

-----------------------------------------------------------

orvin menjalankan mobilnya menuju kafe tempat dimana ia berjanjian dengan fitri dan vino.

ia senang karena akhirnya ia bisa menikah dengan tifa yang dari dulu adalah gadis yang didambakan oleh orvin.

sesampainya di depan kafe, ia langsung menemukan sosok kedua orang tuanya yang tengah berbincang-bincang.

tanpa basa-basi, orvin langsung masuk begitu saja. dan menemui kedua orang tuanya.

"assalamualaikum." ucap orvin seraya meraih tangan mereka secara bergantian.

"waalakumsalam." balas fitri dan vino secara berbarengan.

sebelumnya memang mereka berjanjian untuk membahas gedung dan gaun yang sudah mereka pilih tadi.

"gimana  vin?" tanya vino to the point.

kini orvin mulai menghembuskan nafasnya dengan besar dan menyiapkan kata-kata.

"kayaknya tifa masih keinget sama karel deh pa." jelas orvin dengan tatapan kecewa.

dengan refleks, fitri dan vino langsung mengerutkan dahinya begitu saja. 

"hah? kobisa? kan kalian udah mau nikah. gimana sih." protes fitri sudah mulai naik pitam.

"tauk dah ma, orvin juga jadi males." balas orvin sudah putus asa.

disisi lain, ia takut bila tifa merasa dipaksa oleh orvin masalah hatinya. ia kini hanya pasrah kepada tuhan, bila memang jodohnya, pasti akan bersatu.

"vin, kamu yakin?" tanya vino dengan tatapan penuh harap.

vino juga tak mau bila anaknya menyesal pada akhirnya. vino juga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orvin dan juga tifa.

karena memang kalau bukan jodoh, mau dipaksa bagaimana pun juga tetap saja tidak akan bisa bersatu.

"lanjut aja dulu pa." balas orvin seraya menyeruput minuman yang sudah dipesankan oleh fitri.

vino hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. memang sangat repot kalau masalahya seperti ini.

"vin, kalo emang gabisa gausah dipaksa nak." tutur fitri juga ikut kesal.

me or her? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang