Devon bangun dan melihat Stefan yang tengah melamun karena mimpinya barusan. Devon mengernyitkan keningnya, kemudian dia mencium lengan kiri keponakannya itu dengan kelembutan. Lalu ia menyusuri tiap-tiap lekukan indah tubuh Stefan yang kurus itu. Bibir dan hidung Devon terjurus ke bagian-bagian tubuh Stefan sehingga sampailah pada leher Stefan yang wangi tersebut. Berkali-kali Devon menciumnya dengan bringas. "Epan kenapa??? Hmmm???" tanya Devon sambil turut mengeluarkan lidahnya dan menjilati leher, pipi dan pelipis Stefan dengan halus.
Stefan terdiam bingung. Dia hanya bisa diam, dan tidak berani mengatakan apa-apa pada paman yang begitu dicintainya itu. Stefan turut memegang wajah Devon yang sedang berpangku pada bahu kirinya. Stefan sedikit geli ketika bulu-bulu kecil di dagu Devon menyentuh bahunya. "Gapapa. Maaf ya, Om. Tadi udah ngeforce Om Epon. Abis Epan udah gak tahan siih"
"Emang abis liat apa? Sampe gak ketahan gitu?" tanya Devon.
Dug. Pertanyaan Devon tadi membuat Stefan bungkam. Dia bingung harus menjawab apa. Dan sangat tidak mungkin dia berkata jujur bahwa dia ereksi sehabis di peluk lama oleh Randai.
"Habis nonton video ya?" tanya Devon lagi.
Stefan mengangguk sambil tersenyum. "Iya"
"Udah malem nih. Kak Randai pasti udah nungguin kita deh"
"Mungkin" jawab Stefan, lalu dia merungut, "Mana gak sempet ke pantai, lagi"
"Kan besok pagi bisa, sekalian liat sunrise!" ujar Devon.
"Hmm, iyadeh"
"Mandi yuk!"
"Ayo!" ajak Stefan.
~
Di dalam bathtub berisi air dan biang sabun, Stefan bersandar pada tubuh Devon yang menghangatkannya di tengah air dingin tersebut. Sambil memainkan busa yang menggumpal, Stefan mencoba untuk menanyakan sesuatu pada Devon. "Om Epon!"
"Hmm???" Devon sambil tersenyum melihat Stefan yang sibuk memainkan busa.
"Om Epon pernah buat janji?" tanya Stefan.
Devon tersenyum, lalu menyeka halus punggung Stefan yang mulus. "Setiap orang pasti pernah berjanji, Epan. Dan ada sebagian dari mereka yang mau menepati, lupa, atau bahkan tidak mau menepati janjinya"
"Kalau gak di tepatin???" Stefan berbalik, mendongak ke wajah pamannya. "Dosa gak?"
Devon turut memeluk tubuh Stefan dari belakang, "Ya dosalah, Epaaaan! Tuhan pasti akan menghukum orang yang suka ingkar janji"
Stefan menelan ludahnya. "Sama halnya... kayak... orang yang memberikan kita amanat, tapi kita gak mau ngelakuinnya?"
"Iya dong. Apalagi kalau orang itu sampai meninggal. Kalau gak di tepati, dia pasti gak akan bisa tenang disana" jawab Devon.
Jawaban Devon barusan malah menjadi serangan balik pada Stefan. Dia terdiam beku. Serta mengaitkan jawaban Devon tadi dengan mimpinya barusan. Stefan memejamkan matanya dengan raut yang cemas. Lalu dia membalikan badannya lagi ke arah Devon, kemudian dia menyandarkan kepala dan wajahnya pada dada Devon yang berbulu.
"Kamu kenapa, Fan???" tanya Devon.
"Enggak. Gapapa" jawab Stefan sekenanya.
"Masih ngantuk?"
Stefan menggeleng. Air mata seketika mengalir dengan lambat di wajahnya, dan dia tidak ingin siapapun tahu. Terlebih paman tersayangnya, Epon.
~
Stefan dan Devon keluar dari villa setelah mereka mencium aroma yang mengundang selera dari luar. Ternyata Randai sedang sibuk membakar ikan bersama dua orang pasang suami istri penjaga villa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Genç KurguCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...