"Apa? Om Epon bilang apa tadi???" usil Stefan mendekatkan wajahnya ke arah Devon.
"I miss you too!!!" cetus Devon.
"Galak banget siiii..." ledek Stefan.
"Heh, ngadepin kamu itu harus pake cara yang galak! Supaya gak kebiasaan!" cetus Devon, "Besok-besok gak ada lagi ya undangan dari guru konseling! Om Devon harus kerja!"
"Penting ya?" tanya Stefan.
"Penting laaah. Namanya juga kerja"
"Lebih penting dari Epan?" tanya Stefan.
Pertanyaan Stefan tadi membuat Devon bungkam. "Kamu... sangat penting buat saya. Makanya prioritas saya itu membuat kamu bangga. Saya juga maunya kamu menikmati hasil dari kerja keras saya. Bukan Opa, Papi ataupun Mami kamu. Ngerti?"
Stefan mengangguk, "Bertanggung jawab banget sih, Om Epan yang ganteng ini"
"Tau ah, saya masih marah sama kamu"
"Yakin???"
"Yakin laaah! Gak liat apa muka saya?"
"Muka boleh jutek. Tapi hati kan bisa lain lagi. Tadi katanya kangeeeeeenn"
Devon geleng-geleng lalu berbisik, "Kalau ini bukan di sekolahan, udah saya cium kamu, tau!"
"Mau doooong dicium Om Epooooon!"
"Jangan nakal lagi. Saya tunggu kamu di rumah!"
"Siap" Stefan memasang gaya hormat pada Devon. "Makasih ya, Om. Udah ngijinin Epan tinggal lagi sama Om Epon!"
"Itu rumah kamu, kok. Atas nama kamu, malah"
Stefan melotot, tak percaya. "Serius, Om?"
"Tanya Sadha sana. Udah ya, Om Devon mesti balik ke kantor"
"Makasih ya, Om! Makasih banyak. I love you so much!"
"I love you too, dear"
Stefan mengambil tangan kanan Devon lagi, laku menciumnya. "Kamu... hati-hati ya... semangat kerjanya Kapten!"
Devon menyunggingkan senyuman manisnya dengan lebar. Kini dia benar-benar yakin, bahwa dia tidak bisa untuk berlama-lama marah apalagi jauh dari keponakan tersayangnya ini. "Bye..."
"Bye... see you at home!"
"Okay"
~
"Stefan dari tadi keliatan seneng banget nih..." ujar Kyle pada Stefan yang kini sedang merapikan bukunya di kelas. Jam istirahat telah tiba.
"Oh jelas dong! Dan lo jangan coba-coba ngerusak mood gue hari ini!"
"Hmmm!" Kyle mengiyakan. Namun rasa penasarannya terus melintas di benaknya, "Tadi itu siapa?" tanya Kyle pada Stefan.
"Siapa?" Stefan bertanya balik.
"Gue sempet ngeliat lu di ruang konseling sama om-om gemesh" ujar Kyle.
"Ooh, Om Devon! Dia Om Gue!" ujar Stefan.
"Om? Tapi kok keliatan akrab banget?" tanya Kyle.
"Emang lo pernah, liat Om sama keponakannya ketemuan terus berantem di sekolahan?" tanya Stefan.
"Ya gak gitu juga sih... cuma keakraban lu sama Om lu ini beda banget!" cetus Kyle.
"Ya emangnya kenapa kalo akrab banget, Kyyyylle?" tanya Stefan.
"Gue gak suka!" cetus Kyle.
"Dih? Kenapa dah lu, kok jadi sensi sendiri?" tanya Stefan.
"Ya emang! Gue gak suka! Mesti ditanya lagi kenapa?" ujar Kyle bersuara besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...