"Anjrit! Kok berdarah sih?" tanya Stefan panik.
"Are you okay, Fan? Kerasa ada yang sakit gak?" tanya Randai, gelisah.
Stefan menggerak-gerakan bokongnya. Kemudian dia mengangguk. "Kayak perih di dalem, kak!"
"Yaudah, kita ke dokter deh, sekarang!" Randai buru-buru mengenakan pakaiannya. "Ayo!"
"Gak bisa besok aja apa, kak?" tanya Stefan.
"Fan! Yang kayak begini, harus cepet, kalau enggak, bisa bahaya! Ayo!"
Stefan menurut. Dia langsung mengenakan pakaiannya juga.
Mereka pun pergi ke rumah sakit terdekat untuk cek medis pada Stefan.
~
"Makanya... kalau kalian mau berhubungan, harus stay safe juga dong!" ujar dokter Kiran, selaku spesialis organ intim dan edukasi seks, pada Stefan dan Randai.
Stefan dan Randai yang duduk saling berhadapan dengan dokter Kiran itu hanya bisa menunduk malu, setelah melalui beberapa kali pemeriksaan.
"Tapi saya gapapa, kan, Dok?" tanya Stefan.
"Gapapa. Itu cuma iritasi karena gesekan yang terlalu kuat serta ukuran penis pasangan yang tidak memadai. Sehingga mengakibatkan lecet dan sedikit berdarah"
Stefan dan Randai bernapas lega.
"Tapi... kita gak pernah tau, apa saja yang sudah dilakukan oleh pasangan, bukan? Terlebih... maaf... untuk pasangan gay seperti kalian ini. Lebih baik gunakan kondom agar tidak beresiko"
Stefan manggut-manggut.
"Baik, Dok! Lagipula, ini baru pertama kalinya, kok!" ujar Randai, polos.
Stefan menggeleng maklum pada Randai.
Randai malah tersenyum canggung salah tingkah.
"Ya sudah. Ini saya berikan resep. Salep tetes dan juga obat tablet ya" ujar dokter Kiran.
"Baik, Dok!" ujar Stefan.
~
Ketika Stefan dan Randai selesai menebus obat dan keluar dari apotek, mereka berdua tak sengaja bertemu dengan Devon.
"Om Devon???" panggil Stefan tak percaya.
Devon membalikan badannya. Lalu melihat ke arah Stefan, bersama Randai. Devon menggerakkan kepalanya sebagai balas sapaan. Sejujurnya dia sedikit canggung dengan pertemuannya bersama Stefan dan Randai.
"Mmm... Om Devon kok disini?" tanya Randai hati-hati.
"Saya ada obat yang mau di ambil!" ujar Devon.
"Obat apa? Om Devon sakit apa?" tanya Stefan panik.
"Enggak. Bukan saya kok yang sakit. Kalian kenapa bisa disini?" tanya Devon balik.
"Cuma abis cek up aja kok, Om!" jawab Randai.
"Bener? Kalian gak kenapa-napa, kan?" tanya Devon.
Stefan menggeleng.
"Ya sudah, kalau begitu!" ujar Devon lagi.
"Om! Om Devon sekarang tinggal dimana? Kenapa Om Devon gak mau pulang ke rumah, Om? Kenapa Om ngebiarin Epan sendiri?" tanya Stefan.
"Loh, saya gak ngebiarin kamu sendiri, kok. Kan ada Randai tuh! Lagian, kamu juga gak perlu khawatir. Orang tua kamu juga sudah tau kok, kalau kamu memilih tinggal bersama Randai, bukan saya"
"Loh, kan Om yang ninggalin aku? Kenapa jadi gini sih, Om?"
"Persis! Kenapa jadi gini? Kan kamu yang suka sama Randai. Bukan saya, Stefan!" jawab Devon. "Jadi mungkin ini sudah waktunya buat saya untuk membiarkan kalian berdua bahagia bersama! Ketimbang harus sembunyi-sembunyi, bukan?" Devon melengos dan berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...