"Besok besok kak Randai gak mau ya, kamu bolos lagi! Kasian orang tua kamu loh! Mati-matian cari uang buat nyekolahin kamu! Tapi kamunya malah bolos gini!" omel Randai pada Stefan, ketika mereka sudah tiba di rumah.
"Iya" jawab Stefan.
Lalu kemudian ponsel Randai bergetar dengan hebat. "Kak Dave?" ujarnya begitu melihat layar di ponselnya yang masih berdering tersebut.
Stefan mengernyitkan keningnya sekaligus tak percaya begitu Randai mendapatkan telpon dari pamannya tersebut. "Om Devon, kak?"
Randai mengangguk, kemudian menekan tombol untuk menjawab panggilan tersebut. "Halo... Kak Devon? Ada apa?"
"Randai... kamu itu sebenarnya bisa gak sih, mengurus dan mendidik Stefan?" tanya Devon di ujung telpon.
"Hah? Maksud kak Devon?" tanya Randai. Apa jangan-jangan kak Devon sudah tahu kalau Stefan bolos sekolah.
"Saya dapet undangan dari guru konseling Stefan. Katanya dia melawan guru di sekolahnya tadi siang. Lalu dia pergi di saat jam pelajaran. Itu benar, Randai?" tanya Devon di ujung telpon.
Randai gelagapan. Dia melirik ke arah Stefan, sambil menjauhkan ponselnya dari bibirnya, "Kamu ngelawan guru kamu, Stefan?"
Stefan tertegun mendengarnya. Sialan. Lalu dia mengangguk.
"Astaga Stefaaaaaann... Kak Randai harus jawab apa sama Om kamu sekarang?" tanya Randai.
"Jawab apa adanya aja!" balas Stefan.
Randai menatap tak habis pikir pada Stefan. Lalu dia kembali melanjutkan lagi pembicaraannya pada Devon. "Maaf kak, saya juga baru tau dari Stefan barusan!"
"Randai... saya minta tolong baik-baik sama kamu. Tolong kamu jaga Stefan dengan baik disana. Utamakan pendidikannya!"
"Iya, kak. Maaf" ujar Randai, merasa bersalah. "Terus... kak Devon mau dateng ke sekolah Stefan? Atau... Randai aja yang kesana?"
"Biar saya aja, Randai" jawab Devon. Telpon ditutup.
Randai benar-benar merasa bersalah pada Devon, dan juga kecewa pada Stefan. Mengapa Stefan bisa seperti ini sekarang.
"Om Devon marah-marah ya, kak?" tanya Stefan.
Randai mengangguk.
"Maafin Epan ya kak, gara-gara Epan... Kak Randai jadi di marahin Om Devon" ujar Stefan, penuh sesal.
"Apa ini ada sangkut pautnya dengan cowok tadi, Fan?" tanya Randai, interogasi.
"Cowok? Maksudnya Kyle?" tanya Stefan.
"Iya"
Stefan menatap Randai sekelebat. Lalu dia pun berkata, "Bukan salah dia, kok. Emang akunya aja lagi stress banget tadi siang"
"Besok temuin Om Devon ya"
Stefan mengangguk. "Iya kak"
~
"Sadha... kamu juga tau tentang masalah ini?" tanya Devon pada Sadha yang sedari tadi mendengarkan percakapan Devon dengan Randai di telpon.
Sadha diam, lalu mengangguk. "Koh Epan itu cowok paling populer di sekolah. Semua orang suka sama dia. Jadinya pas kabar ini turun, langsung meledak ke satu sekolahan, Om!"
Devon geleng-geleng, tak habis pikir.
Sadha melanjutkan, "Sadha juga denger dari temen-temen, katanya pas guru konseling ngundang Koh Epan, Koh Epannya udah cabut dari sekolah sama satu temennya"
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Fiksi RemajaCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...