Setibanya Devon di rumah Bara, dia mengetuk-ngetuk pintu rumah Bara berkali-kali, kemudian Mama Bara pun membukanya.
"Devon..." Mama Bara menatap tak percaya.
"Mbak, saya mau ketemu Stefan" ujar Devon.
"T-tapi..."
"Please, Mbak! Ini penting"
"Iya Devon iya, tapi Stefan sendiri yang berpesan pada Mbak kalau dia gak mau ketemu sama kamu"
"Paling enggak tolong ijinin saya masuk, Mbak"
"Devon... tolong mengerti juga posisi saya di rumah ini"
Devon memburu napasnya, "Biarkan saya masuk atau saya akan memaksa dengan cara saya sendiri!"
Mama Bara langsung gelagapan dan sedikit takut. Lalu dia pun membiarkan Devon masuk.
Devon berjalan menghampiri kamar Bara dengan perasaan yang menggebu-gebu. Lalu dia mengetuk pintu kamar tersebut dengan cepat. Tak lama kemudian Kyle membuka pintu itu dengan keadaan telanjang dada dan mata yang masih mengantuk. "Mau ngapain, hah?"
"Mana Stefan? Saya mau bertemu dengannya" ujar Devon.
"Tuh!" Kyle menunjuk ke arah ranjang dengan kepalanya. Disana terlihat Stefan yang sedang tertidur.
"Epaan..." Devon bergegas masuk ke dalam kamar itu, namun Kyle menghadangnya lagi.
"Eh eh eh... mau ngapain lu, hah?" tanya Kyle. "Lu gak liat keponakan lu lagi istirahat?"
"Diem! Kamu gak punya hak untuk melarang saya bertemu dengan keponakan saya sendiri!" tegas Devon.
Kyle tertawa kecil, "Well, tapi Stefannya mau gak ketemu sama lu, njing?!"
Devon hanya diam tak melawan sembari menatap mata Kyle dengan tajam. Kemudian dia mendorong tubuh Kyle, "Minggir!!!"
Devon pun berjalan menghampiri Stefan yang sedang tertidur di kasurnya. Lalu perlahan nan lembut dia membangunkan keponakannya tersebut, "Epan... Epan bangun sayang. Ini Om Epon"
Stefan pun perlahan bangun dan terlompat kaget ketika melihat Devon di sampingnya. "Om Devon! Ngapain disini?"
"Epan... Om Epon cuma mau bilang, kalau Om Epon udah tau semuanya. Om Epon tau alasan Epan dekat dengan kak Randai. Om Epon udah tau semuanya, sayang" jelas Devon dengan mata yang begitu berbinar.
"Om Devon tau dari mana?" tanya Stefan.
"Om Devon udah liat video itu"
"Jadi sekarang Om Devon udah tau kan alasan kenapa Epan begini?"
"Iyaaa, please maafin Om Devon, Epan. Om Devon tau, Om Devon salah, udah kasar lagi sama Epan"
Stefan terdiam sejenak, lalu menatap Kyle yang terdiam di ambang pintu.
"Please, Epan... Epan mau kan maafin Om Epon?" tanya Devon, menatap penuh harap.
Lalu Stefan memegang kedua tangan pamannya itu. "Epan selalu mau maafin Om Devon, karena Epan juga yakin, Om Devon selalu mau memaafkan kesalahan Epan juga"
"Jadi?"
"Epan udah maafin Om Epon, Om" jawab Stefan.
Devon tersenyum penuh arti. "Yaudah, ayo kita pulang, Epan. Kita tinggal sama-sama lagi seperti dulu"
Stefan terdiam menatap Kyle lagi.
Kyle pun memandang Stefan dengan penuh tanya dan harap.
"Ayo Epan, kita pergi dari sini" ajak Devon lagi.
"Tapi Stefan udah jadian sama Kyle, Om Devon" ujar Stefan.
Perkataan Stefan tadi membuat Devon kembali menata kesabarannya lagi. Dia memandang Kyle sejenak.
Kyle hanya berekspresi datar pada kedua manusia itu.
Devon beralih lagi pada Stefan, "Jadi kalian udah pacaran?"
Stefan mengangguk dengan penuh rasa bersalah pada Devon.
"Terus gimana dengan perasaan Randai kalau dia sampai tau tentang ini, Faaan?" tanya Devon.
Stefan membuang nafasnya dengan raut yang lebih bersalah lagi, "Itu juga, Om. Aku juga gak tau. Aku bingung"
"Dan kamu bingung sama keputusan yang kamu buat sendiri?" tanya Devon.
Stefan hanya terdiam pasrah.
"Seharusnya kamu bisa lebih jauh berpikir matang, apakah keputusan kamu itu sudah yang terbaik atau tidak, Fan" jelas Devon.
Stefan mengangguk dan menerima nasehat Devon baik-baik. "I'm really sorry, Uncle. Its my mistakes"
Devon membuang napasnya dengan penat.
"Kalau kamu mau pulang ke rumah Om Devon, gapapa, Fan. Pulang aja" ujar Kyle tiba-tiba.
Stefan dan Devon memandang Kyle penuh tanya. Devon memicingkan matanya menatap Kyle. Akting murahan.
"Aku gapapa, kok" ujar Kyle lagi.
"Kyle..." suara Stefan terdengar sangat lirih.
"Kalau emang kamu juga mau ninggalin aku, dan memilih untuk putus, aku juga bisa terima kok" ujar Kyle lagi.
Devon bergumam, I hope is so!
Stefan terdiam lagi. Dia bingung. Benar-benar bingung.
Devon pun berdiri dari duduknya. "Yaudah, Om akan biarkan kamu disini dulu sementara. Untuk berpikir lagi. But one thing, please, Epan"
Stefan mendongak ke arah Devon yang terlihat kasihan baginya.
Devon melanjutkan, "Sudah saatnya kamu bersikap dewasa. Belajar untuk mrngambil keputusan. Tidak gegabah dan gampang berubah-ubah"
Kalimat itu tercerna dalam hati dan pikiran Stefan. Dia bagai disentil dengan kencang pada bagian jantungnya.
"Om Devon gak pernah sedikitpun menyalahkan segala keputusan kamu, karna Om pikir, itu sudah jadi yang terbaik buat kamu sendiri. Tapi kalau kamu juga labil seperti ini... nantinya malah akan merugikan kamu sendiri, Fan" ujar Devon lagi.
Kyle pun turut mendengarkan. Hatinya seakan bergejolak untuk menolak serta menerima ungkapan Devon barusan.
Devon membelai lembut rambut Stefan, lalu menciumnya. Dan kemudian dia berbisik, "Berhenti pikirin diri kamu sendiri ya! Karena kamu selalu punya Om Devon, yang akan selalu mikirin kamu. I can be anything for you, okay?"
Stefan manggut-manggut, kemudian menarik tubuh Devon dan memeluknya dengan erat. "I'm sorry so much, Uncle. Its my mistakes"
Devon turut membalas pelukan erat dari keponakannya tersebut dan mengelus-elus punggung Stefan, "Its okay, son. That is my mistakes too"
TO BE CONTINUED...
Buat yang belum follow, jangan lupa follow saya ya.
Terus berikan vote dan komen juga ya, agar ceritanya terus di update!
Jangan sampai kolom komentar sepi. Hehehe.Jangan lupa juga di share ya ke temen-temen kalian. :*
Terima kasih. Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Novela JuvenilCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...