Randai dengan cepat mengambil pakaiannya dan langsung mengenakannya. Sementara Stefan masih bertelanjang bulat di atas kasur.
"Om Epon... kok udah pulang?" tanya Stefan sedikit gugup.
Devon menatap tajam sambil geleng-geleng tak habis pikir dengan perbuatan Stefan kepadanya. "Kenapa, hah? Biar kamu bisa lebih leluasa sama Randai disini???"
"Kak Devon, maafin saya. Saya bisa jelasin, tapi tolong jangan marah ke Stefan, kak" ujar Randai.
"Keluar dari rumah saya Randai!!!" ujar Devon.
Randai masih diam sejenak.
"KELUAAARRRR!!!!!" teriak Devon, dan Randai pun sukses dibuat takut oleh amarah Devon yang meledak dalam seketika. Dia pun keluar dari rumah Devon dengan keadaaan berantakan.
Kini giliran Devon dan Stefan yang tinggal berdua di dalam kamar tamu itu.
Stefan menunduk malu di hadapan Devon.
"Kamu cinta sama Randai, Stefan?" tanya Devon.
Stefan hanya diam, masih dengan posisi yang sama.
"JAWAB!!!" teriak Devon sekali lagi.
Stefan menatap Devon dengan berkaca-kaca. "Aku cinta sama Om Devon!"
"Jangan pura-pura, Stefan!!!" ujar Devon, tegas. "Kalau kamu cinta sama orang lain, mana mungkin kamu bisa menghianati orang yang kamu cintai itu???"
"Om Devon gak akan ngerti!" ujar Stefan. Air matanya tumpah.
"Apa yang harus saya mengerti lagi dari kamu, Fan??? Ini udah kesekian kalinya kamu menghianati kepercayaan saya!!!" tandas Devon berkaca-kaca.
"Ada sesuatu yang Om Devon gak tau sama sekali!"
"Ya udah, bilang aja! Apa itu!!!" cetus Devon, "Kalau kamu sayang sama saya, kamu pasti gak akan main rahasia-rahasiaan sama saya, Stefan!"
"Om, please..." Stefan meminta ampun.
"Simpan air mata kamu Stefan! Bagi saya, air mata itu sudah gak ada arti apa-apa lagi" isak Devon. "Apa salah saya sama kamu, Epan? Kenapa kamu sampai sekarang, masih gak bisa dipercaya?"
Stefan mendekat dan memegang kedua tangan pamannya sambil berlutut. "Om Devon... Om please... Om boleh menghukum aku apa aja, asal jangan tinggalin Epan!" tangis Stefan pecah.
Namun rasa sakit hati Devon sudah tidak bisa terbendung lagi. Ia tidak ingin selamanya dipermainkan oleh Stefan. Ia tidak mau Stefan selamanya terus begini. Dia harus belajar memilih da bertanggung jawab. "Kamu mau jujur... atau saya menghukum kamu, Stefan?" tanya Devon.
Stefan bergeming sebentar, dengan tubuhnya yang sudah sedikit kedinginan. Dia tidak bisa berterus terang, karena ini amanat dari mendiang Bara. Bahkan yang lebih ia takutkan, jika Devon mengetahui ini, Devon akan turut melepasnya bersama Randai. Dia tidak mau. Dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada pamannya itu. Lantas dengan satu deraian nafas kesanggupan, Stefan menjawab, "Aku gak bisa bilang, Om... please..."
Devon manggut-manggut. "So, itu artinya kamu lebih memilih saya hukum, kan?"
Stefan mengangguk dengan ragu, tapi dia memantapkan dirinya penuh yakin.
Devon manggut-manggut dengan penuh emosi. Lalu dia menarik tangan dan rambut Stefan, ke dekat penyangga kasur.
"Om Devon..."
Devon pun mengunci pintu kamarnya, lalu memasukkan kunci itu ke dalam celananya. Sejurus dia beralih pada bufet yang terdapat beberapa lemari kecil di kamarnya. Lalu dia mengambil tali tambang dan bergegas mengikat kedua tangan Stefan di atas penyangga tiang tempat tidurnya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...