Kyle dan Stefan tiba di rumah Bara dengan penuh perasaan bahagia. Bagaimana tidak, ini adalah hari yang begitu spesial bagi mereka berdua, karena hari ini adalah hari jadi mereka.
Kyle menjatuhkan Stefan di atas kasurnya. Lalu dia mendekat ke arah wajah Stefan yang tengah menatapnya dalam posisi terlentang. Pelan nan lembut, Kyle pun berujar, "I love you so much, Epan"
Stefan tertawa kecil pada Kyle, "Kok jadi lebay gini sih?" tanya Stefan.
Kyle pun turut tertawa cekikikan, "Rese ah! Niatnya mau romantis-tomantisan, tau!"
Tawa Stefan lalu berubah menjadi senyuman manis pada Kyle. Kemudian ia pun mengelus rambut Kyle dengan lembut sampai jatuh menjadi memegang pipi kiri Kyle yang halus. Lalu Stefan berkata, "I love you too, Kyle"
Kyle lalu menjurus ke arah bibir Stefan dan melumatinya pelan-pelan. Stefan turut terbuai dan ikut menikmati sentuhan dari bibir Kyle yang begitu manis dan menentramkan.
Devon tiba di rumahnya dengan perasaan yang masih tersirat akan Stefan dan juga Kyle. Otaknya serasa akan pecah karena sejak di perjalanan tadi, ia selalu kepikiran akan Kyle dan segala kemungkinan terburuk untuk Stefan.
"Om Devon!" panggil Sadha, dia berdiri dari duduknya. Begitu juga dengan Rafli.
"Ada apa, Dha?" tanya Devon.
"Om Devon harus liat ini"
"Apa itu?"
"Kita ke kamar Om Devon aja ya. Mmm... kak Rafli... gapapa kan kalau aku tinggal sebentar, kak? Soalnya ini menyangkut keluarga. Maaf ya kak"
"Gapapa Sadha. Santai aja"
"Ini siapa?" tanya Devon pada Sadha. Tangannya menunjuk ke arah Rafli.
Rafli seketika tersenyum dengan sopan, "Oh, maaf Om. Saya Rafli, kakak kelasnya Sadha"
"Oh iya" jawab Devon sekenanya.
"Sebentar ya kak" ujar Sadha, sambil menarik tangan Devon masuk ke dalam kamarnya.
"Ada apa, Dha?" tanya Devon begitu ia dan Sadha sudah berada di kamar Devon.
Sadha mengunci pintu kamar tersebut. Lalu dia mengambil flash disk dari saku celananya. "Ini, Om!"
Devon mengambil flash disk tersebut. "Flash disk?"
"Iya, Om! Om buka, disitu ada hal penting banget yang Om harus ketahui!"
Devon lalu mengambil laptop kerjanya dan menyalakannya. Seiring Devon memasangkan flash disk tersebut pada usb di laptopnya. Lalu satu file video pada flash disk tersebut di putarnya dengan penasaran. Lalu munculah gambar Bara tengah duduk menghadap kamera.
"Bara???" ulang Devon.
Sadha manggut-manggut. "Om perhatiin baik-baik!"
Kemudian Devon pun menonton video tersebut dengan serius.
"Fan... aku ingin membuat satu pernyataan disini. Aku akan melakukan sebuah nazar. Sumpahku, Fan! Dan aku gak main-main. Aku serius! Kamu harus jadi saksinya. Dengar ini baik-baik ya, Fan! Kalau aku... sampai ditolak sama Kak Randai... aku akan bersedia, secara suka rela untuk mendonorkan hatiku untuk kamu, Fan! Gak peduli, kamu butuh separuh atau seluruh. Aku tetap hidup atau harus mati. Aku gak peduli, Fan! Aku ikhlas demi nama Tuhan pada agamaku. Karena aku... akan ngerasa... hidupku gak akan ada artinya lagi jika aku gak punya seseorang yang bisa mencintaiku dengan tulus!"
"Jadi Bara selama ini menyukai Randai?" ujar Devon dengan segala kebingungan dalam benaknya.
"Makanya kamu juga harus janji ya... kalau suatu saat nanti, hatiku udah ada di dalam tubuh kamu... please, Fan... belajarlah untuk mencintai kak Randai... agar aku... bisa tetap mencintai kak Randai, melalui hatiku yang ada pada tubuh kamu, Fan! Aku tahu mungkin menurutmu ini akan jadi kesalahan besar buatku! Tapi, bagi aku, Fan... ini mungkin akan jadi kesalahan terindah buat aku. Tolong di tepatin ya, Fan... ini amanat loh! Belajar mencintai kak Randai ya!"
Devon melotot tak berkedip. Mulutnya terbuka, bagai tak percaya. Matanya berkaca-kaca. "Kamu dapet darimana ini, Sadha?" tanya Devon.
"Dari laptopnya koh Epan, Om. Tapi please ya, Om. Om jangan bilang-bilang koh Epan tentang ini. Sadha takut di marahin" ujar Sadha.
Devon membelalakan matanya. Rasa cemasnya muncul ke permukaan. Rasa bersalahnya terlihat jelas pada raut wajahnya. Dia menangis. Hatinya terluka. "Jadi ini alasan kenapa Stefan berubah. Gooosshhh!!! Kenapa aku baru tau sekarang, Tuhaaan!" Devon tertunduk layu di lantai. Dia bagai tidak bisa menopang tubuhnya. Dia bagai kehilangan segala dayanya. Ia bagai mati rasa. Penyesalan demi penyesalan terus bergelayut di hatinya.
Sadha hanya bisa diam dan ikut berlutut mengelus-elus bahu pamannya itu.
"Om Devon selama ini udah salah banget sama koh Epan, Dha! Om Devon bahkan... bahkan udah menyiksa dan memaksa dia agar mengaku, apa yang sebenarnya terjadi. Pantes aja selama ini koh Epan bagai orang yang ketakutan. Pantes aja selama ini koh Epan seperti nyembunyiin sesuatu dari Om Devon, Dha" sesal Devon. Wajahnya begitu merah bak kepiting rebus.
"Om Devon tenang... sabar... sekarang yang harus kita lakuin adalah gimana caranya ngedapetin kepercayaan koh Epan lagi, dan membujuknya untuk pulang kesini lagi. Agar kita bisa ngerebutnya dari Kyle, Om" ujar Sadha, menenangkan.
Devon menghapus air matanya dengan sigap. Dia meyakinkan dirinya dengan keoptimisan. Dia manggut-manggut pada Sadha. "Kamu benar, Sadha. Om Devon harus berjuang demi koh Epan. Demi keluarga kita" ujar Devon, lalu dia memegang kedua tangan keponakannya itu. "Om Devon mau bilang terima kasih banyak untuk ini semua ke Sadha ya. Makasiiiiih banget. Om Devon akhirnya tau semuanya. Om Devon jadi gak salah paham lagi ke koh Epan"
Sadha tersenyum dan mengangguk, "Iya Om Devon... Sekarang apa rencana Om Devon?"
Devon terdiam sejenak, memfokuskan pikirannya.
"Apa... kak Randai juga perlu tau tentang ini, Om?" tanya Sadha.
"Jangan... jangan dulu, Dha! Kak Randai jangan dulu sampai tahu tentang ini semua. Kasihan dia nanti, Dha" ujar Devon.
Sadha terdiam, membenarkan.
"Sadha mau kan, untuk jaga rahasia ini dari kak Randai?" tanya Devon.
Sadha tersenyum dan mengangguk. "Sadha serahin aja semuanya ke Om Devon ya. Yang penting Sadha cuma minta satu dari Om Devon!" ujar Sadha.
"Apa itu, Dha?" tanya Devon, sedikit bingung dan penasaran.
Sadha menghela napasnya penuh yakin, lalu dia berujar, "Tolong bawa koh Epan pulang dari tangannya Kyle, Om!"
Devon menatap Sadha dengan tajam. Dia memegang bagian belakang leher Sadha dan menempelkan keningnya dengan kening Sadha. Dengan penuh yakin Devon berujar, "Pasti, Dha! Om Devon janji ke Sadha ya! Om Devon akan bawa koh Epan pulang ke rumah ini lagi! Supaya kita bisa sama-sama lagi"
Sadha mengangguk. "Iya Om!"
Devon lalu mencium kening Sadha dengan cepat. Kemudian dia berdiri dan bergegas menuju rumah Bara untuk menemui keponakan tersayangnya itu.
TO BE CONTINUED...
Buat yang belum follow, jangan lupa follow saya ya.
Terus berikan vote dan komen juga ya, agar ceritanya terus di update!
Jangan sampai kolom komentar sepi. Hehehe.Jangan lupa juga di share ya ke temen-temen kalian. :*
Terima kasih. Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...