Temuin gue di lab kimia sekolah, kalau lu mau tau satu rahasia besar Stefan yang lu gak tau! - Kyle
Randai setelah membaca pesan tersebut, bergeming dengan segala kebingungan yang ada. "Kyle? Kenapa lagi sih, dia?"
Randai pun segera pergi menuju sekolah Stefan dengan penuh rasa penasaran. Pikirannya kalang kabut. Dia sangat merasa kacau. Dia bertanya-tanya dalam hati. Apalagi yang akan Kyle lakukan. Apa ini hanya sebuah jebakannya. Kalaupun jebakan, kenapa harus di sekolah. Sial. Kyle memang menyebalkan.
Setibanya Randai di sekolah Stefan, Randai sempat menanyakan ruang lab kimia tersebut pada salah seorang murid yang sedang berjalan di koridor. Kemudian murid itu pun memberitahukan letak ruang lab kimia tersebut pada Randai. Setelah mengucapkan terima kasih, Randai langsung bergegas menghampiri laboratorium kimia sekolah itu. Seketika Randai menemui Kyle di dalam laboratorium itu, sedang duduk di kursi penelitian.
"Tadinya saya pikir semuanya sudah selesai kemarin. Dan kamu akan berubah selepas kamu ditinggal Stefan. Tapi nyatanya... saya salah persepsi" ujar Randai pada Kyle.
Kyle menertawakan ucapan Randai, "Apa lu akan terus mengecap gue buruk, kalau gue akan ngebeberin satu lagi rahasia besar Stefan dari lo, Randai, my angel?"
"Please, Kyle! Hentikan semua ini. Gimana kamu akan mendapatkan cinta dari seseorang yang tulus, kalau begini terus?" Randai mengingatkan.
"Gue gak akan pernah dapet cinta siapa-siapa selagi itu bukan dari Stefan! Dan selama lu ada di hidup Stefan, gue pasti akan semakin sulit ngedapetin hatinya!" jelas Kyle dengan sungut.
Randai tertawa kecil, "Jangan pernah menghalukan sesuatu yang gak akan pernah terjadi, Kyle! Itu akan menyakitkan! Sebaiknya kamu berhenti berharap"
"Well... as like you too!" ujar Kyle.
"Kenapa dengan saya?" tanya Randai, heran.
"Lu gak akan pernah dapetin hatinya Stefan, Randai! Sama seperti gue! Jadi kita sama" tegas Kyle, penuh yakin.
Randai membuang napasnya, "Seenggaknya saya..."
"Lu pikir selama ini Stefan sungguh-sungguh menyayangi lu?" potong Kyle tiba-tiba, "Lu pikir dia serius sama lu, kalau bukan karena terpaksa?!"
Randai melotot seketika, "Apa maksud kamu, Kyle?"
"Lu tuh terlalu polos, Randai! Lu tuh terlalu bego untuk tau, kalau selama ini Stefan cuma manfaatin lu aja!"
Randai tersungut mendengar ucapan Kyle barusan. Dia mencoba membantah, "Gak! Stefan gak begitu! Saya kenal betul sama Stefan! Dia gak mungkin begitu"
"Sama seperti lu mengenal Bara?" cetus Kyle seketika.
Sekali lagi, Randai tertegun mendengar kalimat yang keluar dari mulut Kyle tersebut. "Bara?"
"Lu udah tau... hati siapa yang ada di tubuh Stefan kan?" tanya Kyle.
Mata Randai berkedip, kebingungan. "Bara"
Kyle tertawa kecil, "Dan lu masih yakin, kalau Stefan itu beneran cinta sama lu?"
Randai terkesiap mendengarnya. Dia memandang Kyle dengan memelas. "J-jadi... selama ini..."
"Iya, Randai sayang! Stefan itu cuma ngejalanin amanat, wasiat yang dititipin Bara ke dia sebelum Bara pergi!" ungkap Kyle penuh dendam, "Gue pikir lu juga tau kalau selama ini Bara tuh sayang banget sama lu! Sooo...."
Randai terdiam dan gemetar. Wajahnya terlihat merah. Uratnya terlihat menyembul. Dadanya terasa sesak. Jantungnya seakan melemah. Dia seperti akan meledak. Pantas saja selama dia menjalani hubungannya dengan Stefan, dia merasa bagai bukan menikmati sentuhan Stefan, melainkan sentuhan orang lain. Dia tidak pernah mendapatkan dan merasakan ketulusan dari Stefan sendiri.
"Hhh... Lo itu orang yang baik, Randai! Tapi lo mau aja dibego-begoin sama Stefan dan Devon selama ini?" cetus Kyle lagi.
"J-jadi, kak Devon juga tau tentang ini?" tanya Randai, tak menyangka.
"Yap! Gue aja tau dari mulutnya Sadha!" Kyle membuka tabir yang harus diterima Randai lagi.
Sedang Randai pun semakin tak percaya dan sakit hati. "Sadha?"
Kyle manggut-manggut. "Sekarang kita liat, siapa disini yang begitu pecundang?"
Mata Randai sudah berkaca-kaca. Dia seakan tak mampu menguasai derai air matanya. "Kenapa... kenapa selama ini saya gak tau? Kenapa Epan setega ini sama saya?"
"Karena dia gak pernah cinta sama lu, Randai! Dia cuma mau manfaatin lo! Dia cuma kepingin lu ikutin semua perintah dia! Lu tuh terlalu tolol!!!" tukas Kyle menyerang hati Randai bertubi-tubi.
"DIIAAAAMMMM!!!!" Randai berteriak sambil menubruk badan Kyle ke arah dinding. "Gue bisa bunuh lu, kalau gue mau, Kyle!!!" Randai mencekik batang leher Kyle sampai nafasnya mulai menipis.
Raut wajah Kyle sudah memerah. Urat wajahnya terlihat menyemburat keluar. Dia sangat ketakutan begitu Randai semeledak ini padanya. "R-Randai..."
"Bilang ke saya kalau itu semua gak bener!!! BILANG!!!" teriak Randai sambil terus mencekik batang leher Kyle.
Seiring Kyle sudah tidak bisa mengendalikan napasnya. Tangan kirinya pun berusaha meraba-raba meja laboraturium di sebelahnya. Lalu Kyle mengambil sembarang botol suction pump yang berisi cairan asam nitrat, lalu dia memukul wajah Randai dengan botol tersebut.
Botol itu sukses terpecah belah di kening Randai. Cairannya tumpah mengenai wajah Randai dengan sempurna. Randai berteriak menjerit dan meronta kesakitan. Kyle lalu mendorong tubuh Randai dengan kencang agar menjauh darinya.
Seluruh wajah di bagian kiri Randai pun meleleh dan mengeluarkan asap. Bahkan lapisan epidermis kulit wajah Randai melunak seketika. Sebagiannya mencair berwarna kuning kental dan berpaduan dengan darahnya. Juga menimbulkan bau yang begitu busuk dan menyengat. Randai berteriak kesakitan tanpa ampun.
Kyle histeris dan panik setengah mati. Dia berusaha mencari-cari sesuatu yang bisa menolong Randai. Namun dia bingung kala semua yang ia lihat disekelilingnya hanyalah berbagai tabung dan botol kimia, yang tentunya membuat Kyle semakin takut untuk bertindak lebih jauh. Kyle semakin panik bukan main. Dia histeris setengah mati.
Kyle lalu berteriak meminta tolong pada orang-orang di sekolah. "TOLOOOONG!!! TOLOOONG!!!" Seisi sekolah berhamburan keluar kelas, termasuk Stefan.
Seorang guru yang lebih dulu masuk ke dalam ruang lab kimia tersebut, menganga tak percaya melihat kekacauan ini. "Astaghfirullah al-adziiim!!!" Lalu dia pun mengangkat kedua tangannya dan berteriak ke arah siswa-siswa yang berkerumun dan mendekat untuk melihat. "Berhentiii!!! Jangan mendekat... jangan ada yang mendekat!!! Ini berbahaya!" teriak salah guru tersebut di depan pintu lab kimia tersebut.
Stefan yang sempat melihat Kyle dari jendela, berusaha menerobos masuk melewati siswa-siswa itu dan juga salah seorang guru tersebut.
"Stefaannn!!!" teriak Rahayu dan Saras, serta guru yang sedang panik tersebut.
"KAK RANDAAIII!!!!" teriak Stefan dengan histeris, lalu dia segera menghampiri Randai yang tengah meronta bukan main sambil menutupi wajah dengan tangannya. Hingga kemudian, Randai pun seakan tak sanggup lagi menahan segala rasa yang ada dibenaknya, dan akhirnya ia jatuh pingsan.
Stefan pun berteriak ke arah guru tersebut, "TELPON RUMAH SAKIT!!!"
Guru tersebut pun segera mengikuti perintah Stefan.Kemudian pandangan Stefan menjurus ke arah segala sumber kekacauan ini. Kyle.
Kyle melotot ketika ditatap tajam dan geram seperti itu oleh Stefan. Dia lalu berlari dan pergi meninggalkan tempat itu.
Stefan berteriak, "KYLE ANJIIIING!!! MAU KEMANA LO!!!"
TO BE CONTINUED...
Buat yang belum follow, jangan lupa follow saya ya.
Terus berikan vote dan komen juga ya, agar ceritanya terus di update!
Jangan sampai kolom komentar sepi. Hehehe.Jangan lupa juga di share ya ke temen-temen kalian. :*
Terima kasih. Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...