Devon memukul-mukul stir mobilnya dengan kesal. Dia marah. Dia sangat kecewa karena Stefan tidak lagi percaya padanya. Dan dia membenci dirinya sendiri karena sudah salah dalam melangkah.
Devon menyalakan mesin mobilnya, namun dia tak kunjung berjalan. Ia berpikir keras di dalam mobilnya. Seharusnya dia bisa menyusun rencana lebih matang. Namun dia bersyukur karena dia akhirnya mengetahui kedok Kyle yang sebenarnya.
"Tapi apa Kyle benar-benar cinta sama Stefan? Kalau dia cuma berniat ingin mempermainkan Stefan, untuk apa dia melakukan semua ini? Apa untuk Bara?" Devon bergumam sendiri. Dia harus mencari tahu lebih jelas maksud dan tujuan Kyle. Sejujurnya Devon malas untuk berprasangka buruk pada Kyle, tapi tiap teringat lagi wajah Kyle yang begitu sok suci, ribuan prasangka buruk itu muncul ke permukaan.
Lalu kemudian ponsel Devon pun berdering. Ia buru-buru mengangkatnya begitu nama Sadha tertera pada layar ponselnya. "Halo?"
"Om, Om Devon dimana?" suara Sadha terdengar begitu tergesa disana.
"Di jalan menuju rumah, Dha! Ada apa?" tanya Devon.
"Oke, Om! Sadha tunggu di rumah ya"
"Oke! Kamu udah makan?"
"Udah, Om"
"Right" telpon di tutup. Devon bergegas menuju rumahnya.
~
"Jeff! Ada yang ingin bertemu dengan anda" ujar seorang polwan cantik pada Jeff.
"Adik saya, Bu?" tanya Jeff.
"Bukan"
Jeff mendadak bingung, "Lalu siapa?"
Bu Polwan itu membuka sel pribadi Jeff lalu mengantarnya ke ruang besuk. Betapa terkejutnya Jeff dengan membelalakan mata kala dia melihat Randai datang menjenguknya. "Randai?"
Randai menyunggingkan senyuman kecil. Dia berdiri dari duduknya. Kemudian Jeff pun menghampiri Randai dan duduk pada kursi di hadapannya. Mulutnya masih menganga karena tak percaya.
Randai pun turut duduk lagi di tempatnya tadi. "Sore, Jeff" Randai mencoba menyapa.
"Mau ngapain lu kesini?" tanya Jeff, ketus.
"Saya cuma mau tau keadaan kamu, Jeff" jawab Randai lembut sekali. Kelembutan suara Randai hampir tiada dua. Jeff sendiri hampir terbuai dengan kalimat Randai barusan.
"Gue baik!" jawab Jeff ketus.
Randai menghela napas dan memandang ke bungkusan plastik di hadapannya sejak tadi. Lalu dia membuka bungkusan tersebut, "Makan dulu, Jeff. Tadi saya beli bubur ayam Kang Miharja. Enak loh"
"Udah tau! Gue pernah makan disitu kok! Emangnya lu doang" jawab Jeff masih ketus.
Randai tersenyum menahan tawa. "Di makan ya"
Jeff menatap mata Randai sebentar, lalu menerima bubur ayam itu dan menyantapnya dengan lahap.
"Pelan-pelan dong makannya, Jeff" ujar Randai.
"Lu gimana sih, tadi nyuruh makan! Giliran gue makan lu malah.."
"Ya tapi saya juga gak mau sampai kamu keselek!" potong Randai lembut.
Jeff terdiam seketika. Lalu mengangkat kedua bahunya dan melanjutkan makannya. Sambil menikmati bubur ayam, Jeff bersuara, "Lu masih aja kayak dulu"
"Kayak dulu gimana?" tanya Randai.
"Cupu! Culun! Sok baik! Selalu aja jadi orang bego"
"Kalau cupu dan sok baik, saya setuju. Tapi kalau selalu jadi orang bego, saya gak ngerti maksud kamu, Jeff" jawab Randai.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKES SEASON 2 (END 21+)
Teen FictionCerita ini mengandung unsur LGBT. Homphobic, please start to out, thanks. Stefan atau memiliki panggilan sayangnya, Epan, lelaki berusia 18 tahun itu kini tengah mencoba menata kehidupannya dengan baik, berdua bersama Devon, atau panggilan sayangnya...