**

76.4K 1.7K 40
                                    

{17}
.
.

.
.

.
.

Sudah 2 apartemen rey kunjungi. Tapi ia tidak menemukan nama Eric disana. Rey hampir putus asa mencari vannia.

Namun,Kali ini Rey sudah berada di depan apart ke 3 yang rey kunjungi. Ia mencoba bertanya, disana. Ternyata ada nama eric disana, tapi mungkin saja dia eric yang berbeda. Rey kemudian memasuki lift dan tiba di lantai 8. Saat keluar dari lift rey akhirnya bertemu seseorang dengan wajah familiar.

Rey tersenyum senang saat mihat eric yang menenteng beberapa kantung plastik. "Eric!" panggilnya.

Yang dipanggil pun menoleh, rey melihat wajah eric yang tiba-tiba berubah cemas. Eric mempercepat langkahnya mencoba menghindari Rey.

"Woy, gue manggil lo!"

Eric menunjuk dirinya. "Gue? Ada apa ya?"

Alis rey menyatu. "Loh, lo gak inget gue? Gue tetangga lo, oh iya gue kesini buat nemuin lo. Ada yang harus gue tanya."

"Apa?" tanya eric singkat sambil melangkah lebar-lebar.

"Lo tau vannia dimana? Dia ilang dari kemaren. Gue udah lapor polisi sih, tapi masih belum ketemu. Gue khawatir banget sama dia" kata rey.

"Ngapain tanya gue? Mana gue tau" jawab eric lalu masuk dan menutup pintu kamar apartment nya. Rey kemudian berbalik hendak pergi.

" rey..."

Rey seperti mendengar suara vannia. Atau ini hanya perasaannya saja?

"Rey.."

Tapi suara itu tidak hanya sekali. Rey kemudian berbalik menuju kamar Eric.

"Eh buka pintunya dulu"  rey mengetuk pintu apart eric. Kali ini ia merasa sangat yakin jika Eric tau dimana vannia.

"Apa lagi?" kepala eric menyembul dari balik pintu.

"gue yakin lo tau dimana vannia? Tadi gue denger suara dia" ucap rey yakin sambil melihat lihat kedalam kamar Eric yang gelap.

"perasaan lo aja kali. Udahlah gue mau tidur."

"Kenapa lo hindarin gue?" mata rey memicing menatap eric yang nampak gugup.

"Hmmphh.. Hmpphh"

Rey kembali mendengar suara itu. Ia melihat kedalam. "Vannia?" rey mencoba mendorong Eric yang menghalanginya. "Awas lo brengsek!"

"pergi lo bangsat!" Rey merasakan tinjuan keras dari eric di pipinya.

Rey yang tak terima, membalas tinjuan di hidung eric dan menendangnya hingga terpental kedalam kamar yang kini pintunya terbuka lebar.

Rey kemudian menerobos masuk. Jantung rey nyaris berhenti berdetak saat melihat keadaan vannia yang memilukan. Rambut vannia yang berantakan, kaki dan tangan yang terikat, mulut dilakban, banyak luka dan lebam ditubuhnya yang tersender lemas disana. Ia kemudian menghampiri vannia, baru kali ini rey meneteskan air matanya.

"hmmpph"

Rey melepaskan lakban dibibir vannia dengan perlahan tanpa membuat vannia merasa sakit.


Rey melihat mata vannia melotot ke arah belakanh rey, kemudian rey berbalik melihat Eric yang nyaris menusukan belati di punggungnya, jika saja Rey tidak menghindar dengan tepat.

"Aakhhh"

Namun, karena Rey yang terlalu lengah hingga belati itu mengenai lengan Vannia dan mulai bercucuran darah.

"Vannia!”

Melihat itu, Rey kembali menendang Eric dan memukulnya bertubi-tubi. Emosinya memuncak ketika melihat istrinya yang mulai melemah. Setelah berhasil membuat eric tak sadarkan diri, rey menghampiri vannia. Rey menggunakan jaketnya untuk membalut lengan Vannia agar darahnya tidak banyak terbuang.

Vannia terus terisak lemas dan rey yang tak tega, berusaha menenangkan.


"Tahan bentar lagi, van" Rey melepaskan ikatan ditangan Vannia dan dikakinya. Tak lama setelah itu, polisi yang di telepon Rey tadi datang dan membawa Eric pergi. Rey langsung melarikan Vannia yang tak sudah sadarkan diri ke rumah sakit.

*

Rey, Rara, dan Doni duduk dengan cemas di kursi tunggu. Hingga beberapa jam berlalu, mereka diizinkan masuk setelah vannia menjalankan operasi di bagian lengannya yang lukanya lumayan parah.

Rara menangis melihat keadaan Vannia yang begitu memilukan. Ia menatap nanar tubuh vannia yang penuh luka akibat kekerasan yang disengaja.

"maafin gue van," lirih rey dalam hati.

Plakk

Rey diam saja ketika Doni menampar pipinya. "Kamu bodoh Rey! Apa yang bakal papa sama mama bilang ke orang tua vannia?! Kalo mereka tau kita gak bisa jaga anak mereka dengan baik, mereka pasti kecewa." doni menghela nafasnya panjang. "Papa kecewa sama kamu rey."

Rey tetap diam mendenger ucapan papanya. Rey tau dirinya salah, rey tau dia belum bisa menjadi suami yang baik untuk vannia.

Hingga akhirnya dokter masuk, membuat suasana mengerikan tadi berubah tegang.

"ada apa dok?" tanya Rey.

"begini, ada hal penting yang perlu saya sampaikan."

"Apa itu dok?" tanya Rara penasaran.

"Mengenai kondisi Vannia, mungkin fisiknya bisa pulih dengan perlahan. Tapi vannia terkena gangguan mental dan trauma yang cukup parah, dan perlu dilakukan cek rutin ke psikolog."

Ucapan dokter itu mampu membuat mereka tak mampu berkata kata.

"dan kabar baiknya. Istri kamu hamil, usia kehamilannya baru 9 hari dan syukurnya bayi didalam kandungannya sehat. Kehamilan di usia yang sangat rentan, jadi tolong jaga vannia dan bayinya ya." lanjut dokter

Mereka bertiga kembali dikejutkan dengan kata dokter itu. Disatu sisi ada rasa senang, tapi disisi lain ada kekhawatiran.

"saya pamit keluar dulu ya,"

Rey kemudian tersenyum. "Terima kasih dok."

Rey merasa ayahnya menatapnya intens. "Kenapa?" tanya rey.

"Kamu dan vannia udah pernah gitu?" tanya Doni.

Sebelum mejawab , rey melirik mamanya yang nampak sudah mengetahui semua. "Umm, iya pa hehe" jawab rey menyengir.

"Langsung jadi ya" tambah mama Rey semakin memojokannya.

Rey hanya diam dan merasa sangat malu.




*




:)

Istri Manja Gue [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang