Aula nyaris kosong. Kursi-kursi yang tadinya memenuhi aula sudah dipindahkan ke ruangan lain. Kuliah umum Psikologi Sumber Daya Manusia (PSDM) yang mengundang tamu dari Universitas Menteri sudah selesai. Ketua BEM dan ketua senat yang menjadi penanggung jawab kuliah sore ini akhirnya bisa istirahat sejenak. Meski namanya 'kuliah umum', sebenarnya acara ini lebih terlihat seperti seminar yang mewajibkan seluruh angkatan 2017 terlibat sebagai peserta. Ah, apapun namanya, yang penting Aksa sekarang bisa istirahat setelah mengurus kegiatan tadi.
"Minum, Sa." Faiz, ketua BEM Fakultas Psikologi, melempar botol minuman ke arah Aksa yang tengah menyandarkan tubuhnya di speaker operator. Aksa dengan sigap menangkap lemparan Faiz sembari bergumam ucapan terima kasih.
"Pulang?" tanya Aksa setelah menghabiskan setengah air dari botol minuman.
"Iya kayaknya, mau istirahat. Udah lama nggak tidur sore," jawab Faiz sambil terkekeh pelan. Setelah dilantik menjadi ketua BEM tiga bulan yang lalu, sepertinya ia lupa bagaimana rasanya bermalas-malasan dengan tenang di kamar indekosnya.
Faiz pulang tak lama setelahnya, menyisakan Aksa seorang diri di dalam aula. Rasanya, seluruh energi di dalam dirinya sudah habis terkuras. Ia kelelahan setelah menemui banyak orang asing tadi. Aksa perlu waktu sendirian untuk mengisi ulang energi-energinya yang hilang. Mungkin datang ke salah satu kafe sembari menikmati aroma kopi bisa menjadi solusi. Terlebih lagi, sore ini mungkin kafe belum terlalu padat.
Aksa berdiri dari duduknya. Ia menyandangkan tas ranselnya di bahu lalu keluar dari aula setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Sambil menyusuri koridor lantai satu, ia menunduk untuk mencari kunci motor di sakunya.
Ia baru memfokuskan kembali pandangannya ke jalan setelah menemukan kunci motornya, bertepatan dengan pintu ruangan Japsi (jasa psikologi) terbuka dan menghadirkan seorang perempuan. Kaki Aksa refleks berhenti. Dari jarak dua meter, ia memerhatikan sosok perempuan yang tengah memegangi satu tas penuh berisi bundelan kertas.
"Ara? Ngapain?"
Ara sedikit terlonjak. Tangannya menggantung di udara, hendak mengunci pintu Japsi namun terhenti karena tiba-tiba disapa. Koridor lantai satu sepi dan lengang, karena itu ia kaget ada mahasiswa yang masih berkeliaran setelah kuliah umum PSDM selesai.
"Oh, Aksa," kata Ara setelah memastikan siapa yang menyapanya. "Habis ambil lembar jawaban IST. Anak semester empat besok Senin mulai belajar materi IST di matkul asesmen inteligensi."
"Oh, iya. Kamu asdos matkul asintel, ya?"
"Iya," jawab Ara setelah mengunci pintu Japsi. Matanya melirik Aksa sebentar. Lagi-lagi ia berada di posisi kebingungan harus melontarkan pertanyaan basa-basi untuk menanyakan keberadaan Aksa sekarang atau tidak.
"Aku habis ...," Aksa menggantungkan ucapannya, membuat Ara menghela napas lega karena tak perlu berbasa-basi. "Aku habis ngapain, ya? Nggak ngapa-ngapain, sih. Tadi istirahat sebentar setelah kelas umum selesai."
"Oh, gitu."
Ara berjalan terlebih dahulu, disusul langkah Aksa yang berjalan satu meter di belakangnya. Sejujurnya, Ara merasa sedikit tidak nyaman karena harus terjebak di suasana canggung bersama orang asing seperti Aksa. 'Orang asing' meski faktanya ia dan Aksa pernah satu sekolah dulunya.
"Langsung pulang, Ra?" Aksa kembali bertanya setelah mereka sampai di parkiran.
Tangan Ara menggaruk telinganya yang tidak gatal. Ia bergumam sebentar sebelum menjawab. "Enggak, sih. Rencananya mau ke kafe buat ngelanjutin cek asistensi kemarin yang belum selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnet [Selesai]
Romance[Trigger / content warning: self injury, toxic family, negative vibes] Ara tidak pernah menjadikan 'mahasiswa berprestasi' sebagai tujuan utamanya di dunia perkuliahan. Cukup dengan IPK yang memuaskan agar dapat membuktikan pada mamanya bahwa ia...