[16] Pintu Masuk ⚠️

1.6K 343 37
                                    

Warning!

Ada sedikit pembahasan tentang self injury.

Kalau nggak nyaman, tolong di-skip aja, ya. Terima kasih. :)

*

       "Delivery thru?"

       "Sounds good."

       "Ok, let's go!" Nina memutar setir mobil ke arah kanan, masuk ke jalan Majapahit. Tangan kirinya membesarkan volume radio lalu memekik kecil karena lagu kesukaannya tengah diputar. "Labirin!"

       Bibir Ara mengulas senyum tipis.

       Malam ini, jalanan di Kota Semarang cukup ramai. Nina mengajak Ara keliling Semarang setelah mereka selesai mengerjakan tugas blind case asesmen dan intervensi pendidikan di Antarakata. Setelah meletakkan motor Ara di indekosnya, ia ikut Nina yang membawa mobil dan membelah jalanan Semarang tanpa tujuan yang jelas.

       "Mau apa, Ra?" tanya Nina sambil menurunkan kaca mobilnya. Ia membaca menu McD lalu memesan beberapa makanan. "Burger apa ayam?"

       "Burger aja."

       Tak sampai 15 menit, Nina selesai memesan makanan mereka. Aroma makanan khas McD langsung menyeruak begitu bungkus plastik pesanan mereka dimasukkan ke mobil. Ara sebenarnya bukan tipe orang yang suka makanan cepat saji, ia cenderung lebih senang masak sendiri daripada makan di luar. Tapi karena ajakan Nina malam ini, ia sungkan menolak.

       "Enaknya ke mana, ya, Ra? Ada saran tempat?"

       Ara tertawa kecil. "Tahu sendiri kerjaanku selama kuliah cuma kuliah-pulang-kuliah-pulang. Jarang jalan-jalan atau makan di luar."

       "Kuliah-nugas-ikut lomba-belajar," koreksi Nina. "Eh, mau di rooftop kos-ku? Kemarin sebelah kamarku BBQ-an di sana, seru banget kayaknya. Cobain, yuk, kapan-kapan!"

       "Boleh."

       Udara AC di mobil memainkan permukaan kulit Ara. Sementara Nina bernyanyi dengan nada sumbangnya mengikuti lagu yang sedang diputar di radio, Ara merapatkan dirinya sambil menatap situasi jalan dari kaca. Pikirannya kembali melayang ke segala penjuru ruang memori tanpa alih-alih. Jalanan tidak terlalu padat, lampu jalan menerangi gelapnya Semarang di malam hari dengan cahaya temaram. Hiruk pikuk penduduk mendadak senyap, tidak ada kegiatan besar yang tengah terjadi. Hanya lalu-lalang kendaraan yang mengingatkan Ara pada ketakutannya dulu.

       Dua tahun yang lalu. Keputusan besar yang akhirnya membawa dirinya memilih psikologi sebagai bidang studi kuliahnya. Sebagai bentuk pertentangan, pun boleh jadi sebagai obat untuk dirinya yang masih terluka.

       Mobil yang dikendarai Nina sampai di indekosnya pukul 20.05 WIB. Setelah memarkirkan mobil, Nina langsung mengajak Ara untuk ke rooftop indekosnya.

       "Nin, ada telepon." Tangan Ara mengangkat ponsel yang dititipkan Nina tadi karena perempuan itu tengah menggelar karpet di rooftop.

       "Dari siapa?"

       "Ibu kamu."

       Nina mengambil alih ponselnya sementara Ara gantian menyiapkan tempat duduk mereka. Ia meletakkan plasti McD di tengah karpet lalu memposisikan dirinya tidur di karpet. Netranya serta-merta disuguhi langit pekat yang minim bintang. Sepertinya memang sedikit sulit menemukan hamparan bintang di perkotaan.

Magnet [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang