Maaf part ini panjang bgt :(
***
"Sampai."
Motor yang dikendarai Aksa berhenti di depan rumah Ara. Perempuan itu tersadar dari lamunannya, buru-buru turun dari motor. Ia menoleh ke kanan-kiri, bingung karena tiba-tiba sampai. Larut dalam lamunan ternyata dapat mempersingkat perjalanan pulang.
"Makasih," kata Ara sembari menyerahkan helm pada Aksa.
"Thank you for today, Ra."
Ara tersenyum tipis lalu mengangguk. "Makasih juga, Sa."
Rasanya berbeda dengan sebelum-sebelumnya saat diantar pulang oleh Aksa. Hari ini mereka menghabiskan waktu beratapkan langit Bandung dengan kerlap-kerlip latar kota kembang. Terlebih lagi, Bandung merupakan kota asal mereka. Terasa lebih ... spesial?
"Aku perlu turun buat minta maaf ke mama kamu karena nganter kamu pulang malem-malem?"
"Enggak," jawab Ara cepat. "Enggak bakal dipeduliin juga," lanjutnya pelan, nyaris tak terdengar.
Aksa mendengar jelas lanjutan ucapan Ara, tapi ia memilih untuk tidak memberi respons. Tangannya terulur menuju kepala perempuan di depannya lalu mengacak-acak gemas.
"Sleep well. Aku pulang, ya."
"Y-ya."
Suara motor Aksa terdengar saat laki-laki itu menyalakan motornya. Ia melambaikan tangannya sebentar pada Ara sebelum kembali melaju membelah jalan Kota Bandung. Menyisakan sosok perempuan yang kehilangan energinya sebab habis diserap sengatan jantung dari dalam dirinya.
Beneran harus periksa ke dokter jantung, kata Ara dalam hati sambil memegang jantungnya yang berdetak cepat.
Rumah sepi saat Ara masuk ke dalam. Sebagian besar lampu di dalam sudah mati, mungkin Tisa dan Mama sudah tidur.
Setelah membersihkan diri dan menetralkan degup jantungnya, Ara menghempaskan tubuhnya di kasur. Ia membuka aplikasi chating, membalas pesan di grup asisten dosen yang mengatakan bahwa minggu depan adalah tenggat waktu terakhir input nilai anak semester empat, bermain satu-satunya game yang ada di ponselnya, lalu membuka aplikasi Instagram.
"HAH?"
Ara terlonjak kaget. Ia sampai berdiri dari posisi tidurnya dengan gerakan cepat sampai kakinya menabrak pinggiran kayu kasur. Mengabaikan rasa nyeri di kakinya, matanya mengerjap berulang kali untuk menjernihkan penglihatannya sekarang.
Aksa mengunggah fotonya di story Instagramnya. Tidak ada yang spesial dari unggahannya. Hanya fotonya yang sedang tersenyum menatap ke atas dan location yang ditambahkan Aksa. Tidak ada yang spesial, sungguh. Namun unggahan itu mampu membuat Ara kehilangan tenaganya untuk berdiri tegak.
Ara akhirnya duduk. Buru-buru mengatur pernapasannya daripada ia harus dilarikan ke rumah sakit karena hal konyol. Ia mematikan ponsel lalu menenggelamkan wajahnya di bantal. Mencoba melenyapkan dirinya dengan tuntutan perasaan asing yang semakin gemar menerornya.
*
Ini hari kelima Ara di Bandung, tapi tidak ada kemajuan pada hubungannya dengan Mama.
Mama selalu pergi kantor pagi-pagi, bahkan sebelum matanya terbuka untuk menyapa dunia dan pulang di malam hari saat Ara dan Tisa sudah terlelap dalam tidurnya sehingga tidak ada ruang untuk Ara mengobrol. Belum apa-apa, rasanya Ara ingin menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnet [Selesai]
Romantizm[Trigger / content warning: self injury, toxic family, negative vibes] Ara tidak pernah menjadikan 'mahasiswa berprestasi' sebagai tujuan utamanya di dunia perkuliahan. Cukup dengan IPK yang memuaskan agar dapat membuktikan pada mamanya bahwa ia...