Part 30

4.1K 189 8
                                    

Bukankah Tuhan telah menyiapkan rencana yang terbaik bagi hambanya? Lantas, mengapa kamu takut jika realita menjungkirbalikkan hidupmu untuk sementara?

···

Sore harinya di Hamburg, Kevin dan Ether pergi ke perusahaan Tya naik taksi. Di sepanjang perjalanan, Ether menggigiti kuku jarinya cemas. Ia merasa malu bertemu Tya setelah insiden ia mengusir Mamanya dan malah kabur begitu saja.

"Ther, lo kenapa?" tanya Kevin di sebelah Ether.

Ether menggeleng. "Nggak papa. Cuma deg-degan kok."

"Ya iyalah. Lo kan hidup, pastinya deg-degan dong." Sanggah Kevin masuk akal.

Ether mendengkus mendengarnya. "Iya, gue tau. Tapi ini karena cemas, gue malu ketemu Mama, Vin." Ungkapnya jujur.

Kevin menepuk bahu kiri Ether. "Nggak usah malu, gue yakin Tante Tya pasti senang lihat lo bela-belain ke Jerman cuma buat ketemu dia."

"Udah, Ther, lo pasti bisa! Gue yakin lo pasti bisa baikan sama Tante Tya."

Ether mengangguk, tersenyum tipis. Kedua matanya menatap Kevin lekat. Pria itu selalu menyemagatinya kapanpun dan dimanapun ia berada. Ether beruntung dapat menemukan spesies seperti Kevin.

"Makasih ya, Vin. Lo selalu ada buat gue. Gue janji akan balas semua hutang budi gue ke elo."

"Nggak perlu. Gue nggak pernah minta lo buat bayar hutang budi sama gue." Balas Kevin menyelipkan helai rambut Ether.

"Karena gue sayang sama lo dan membuat lo bahagia adalah tugas gue, Etherynna Agneshia Ilumi." Imbuhnya setengah berbisik.

···

T

aksi yang membawa Kevin dan Ether berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit. Ether pun turun, sementara Kevin membayar ongkos pada supir taksi.

"Ini beneran perusahaan Tante Tya?" tanya Kevin takjub. Kedua matanya berbinar menatap bangunan model klasik yang menjulang megah di depannya.

Ether mengangguk. "Iya. Gue ingat dulu pernah ke sini waktu Papa masih hidup."

"Ya udah, ayo masuk sekarang!" Kevin menarik lengan Ether cepat. Tak ingin membuang waktu menunggu Ether selesai melamun.

"Vin, gue takut...." cicit Ether ketika Kevin menyeretnya menuju lift.

"Udah. Gue kan udah bilang, nggak usah takut. Lagian ini kan perusahaan lo juga." Kata Kevin menekan tombol lift.

Sesampainya di lantai dua gedung itu, Kevin menyeret Ether menuju bagian kontak perusahaan. Ia pun bertanya pada wanita bule mengenai Tante Tya dan di manakah ruangannya.

Setelah mendapat jawaban serta arahan wanita bule itu, Kevin pun menyeret Ether lagi menuju lift. Ruangan Tante Tya berada di lantai lima, lantai paling atas gedung itu.

Dok dok dok!

Kevin mengetuk pintu ruangan yang katanya ruangan Tante Tya berada. Sementara Ether malah bersembunyi di balik punggung Kevin, ia sangat malu menampakkan dirinya sekarang.

"Silahkan masuk!" teriak seseorang dari dalam.

Kevin pun membuka knop pintu. Ia tersenyum saat melihat Tante Tya yang duduk di meja kerjanya. Wanita itu sangat cantik meski termakan usia yang tak lagi muda, wajahnya pun mirip dengan Ether. Kevin yakin Tante Tya adalah cerminan Ether saat ia tua nanti.

"Saya Kevin, Tante. Kevin yang waktu itu tolongin Tante, hehe. Saya bukan penyusup." Ujar Kevin menyengir saat melihat kerutan di dahi Tya yang mengarah padanya.

"Oh, iya-iya. Tante ingat." Tya terangguk. Ingat pada Kevin.

"Kamu ngapain ke sini? Bukannya sekolah?" tanya Tya heran. Mengingat ini bukan hari libur dan bukan jatah liburan.

"Sebenarnya, saya di sini cuma mengantar seseorang, Tan. Orang ini kangen berat sama Tante." Kevin menjawab.

"Siapa?"

Kevin pun langsung menarik Ether yang sedari tadi bersembunyi di belakang tubuhnya. "Agnes," Tya sontak berdiri. Terkejut dengan kehadiran putrinya itu.

"Ma--Mama..."

Tya langsung beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Ether. "Agnes, ini benar kamu, kan?" kedua tangannya menyentuh pipi Ether.

Ether mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Iya, Ma. Ini Agnes."

"Agnes, Mama kangen sama kamu," Tya memeluk erat putrinya. "Kamu ke mana aja kemarin? Kenapa kamu tinggalkan Mama?"

"Hiks....ma--maafin Agnes, Ma. Agnes udah jahat sama Mama...." Ether melirih di pundak sang Mama.

"Ag--Agnes udah durhaka sama Mama. Maaf in Agnes, Ma....Agnes janji nggak akan kayak gitu lagi...."

Kevin menyeka air mata di sudut mata. Ia sangat terharu melihat Ether dan Mamanya dapat bertemu. Apalagi gadis itu meminta maaf pada Mamanya, membuat Kevin merasa lega dan bahagia. Setidaknya ia bisa menjadi seorang yang berguna bagi Ether.

"Agnes, Agnes nggak boleh nangis." Tya menyeka air mata Ether dengan ibu jarinya. "Mama nggak mau putri Mama nangis dan jadi jelek."

Ether terkekeh. Di saat seperti ini Mamanya masih sempat menghiburnya. "Mama juga nggak boleh nangis. Nanti mudanya luntur." Ia turut menyeka air mata di pipi Tya.

"Oh iya, Ma, aku ke sini ditemani Kevin. Dia udah baik banget sama aku." Ether menatap Kevin, tersenyum manis.

"Oh ya? Hanya Kevin?"

Ether mengangguk. "Iya, Ma. Hanya Kevin. Dia rela nganterin aku sampai Hamburg."

"Kevin, terima kasih ya, Nak. Kamu memang pemuda yang baik buat Agnes." Tya mengusap lembut bahu Kevin.

"Ah, Tante bisa aja deh." Kevin tersipu malu.

"Ehem, gimana kalau sebagai hadiahnya, kamu sama Agnes tunangan?"

"APA? TUNANGAN?" bukan hanya Kevin yang kaget setengah mati, Ether pun juga tak kalah kagetnya.

"Iya."

"Tapi kan, Ma, aku masih sekolah. Aku belum siap menikah!" Ether menyanggah tegas.

"Siapa yang bilang mau menikah? Mama kan, bilangnya tunangan."

"Pokoknya, nanti Mama bakal buat rencana sama Mamanya Kevin, kalo kalian harus tunangan. Titik!"

···

Wih tunangan. Gimana nih gengs? Setuju nggak?

Btw, vote and komen ya. See you next part:)



My Cool Girl (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang