Cici dan Rengganis ternganga. Berkali-kali, Cici membolak-balik badan Fisika, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
"Ci," panggil Rengganis. "Perasaan kita belum ngeruqyah Fisika, kan?"
"Iya, belum, Nis," jawab Cici yang sama cengonya.
Fisika memonyongkan bibirnya. "Kenapa sih gitu amat ngeliat guenya. Emang cantik banget, ya?"
Sekonyong-konyong, Rengganis menoyor kepala Fisika. "Cantik dilihat dari atas monas pake sedotan!" Menggeleng sekali, Rengganis kemudian melanjutkan, "Beneran deh, Ka, kenapa lo tiba-tiba berhijab? Disamperin hidayah dengan cara apa?"
Mengulum senyum, Fisika menjawab dengan malu-malu, "Hidayah datang lewat Pak Abimanyu."
Rengganis dan Cici saling berpandangan kemudian kompak keduanya menepuk jidat.
"Sudah, Ci, bubar! Jangan mau nanya atau denger lagi sepatah kata yang keluar dari mulut Fisika." Rengganis menarik lengan Cici, lalu keduanya berjalan lebih dahulu memasuki kelas.
Fisika berteriak, "Pada kenapa, sih? Teman berubah ke arah yang lebih baik, bukannya didoakan semoga istiqomah, malah barengan mau mogok bicara." Fisika sedikit berlari, untuk menyusul kedua temannya. "Jangan cuekin gue, woi!"
Cici dan Rengganis menoleh sejenak, kompak bertanya, "Monmaap, siapa, ya? Kami nggak punya teman yang bucin parah kayak situ. Jauh-jauh sana. Hush ... hush ..."
"KAMPRET LO PADA!" sembur Fisika kesal.
***
Satu hari yang lalu, Fisika dibelikan hadiah oleh Pak Abimanyu. Sebuah buku yang berjudul Istri Shalihah dan Ibu Yang Sukses. Judulnya itu loh, membuat Fisika yang malu-maluin jadi tambah semakin malu-maluin.
Masih teringat, percakapan Fisika saat menerima buku dari Pak Abimanyu.
"Ini dibaca kalau ada waktu luang, ya," ujar Pak Abimanyu, setelah buku berpindah ke tangan Fisika. "Bukunya bagus. Ika juga bisa belajar dari situ."
"Ibu Yang Sukses," baca Fisika sepenggal dari judul buku, kemudian mendongak, menatap Pak Abimanyu dengan binar menggoda. "Pak Abi bisa banget, ya. Dulu aja nolak terus, eh sekali nerima, langsung gercep."
Pak Abimanyu hanya berdehem beberapa kali, dibarengi dengan mengusap tengkuknya. Salah tingkah. "Saya ... hanya ingin memberikan itu saja. Kalau begitu, saya pulang dulu, Ika. Assalamu'alaikum."
Belum Fisika menjawab, Pak Abimanyu langsung menghidupkan mesin motornya lalu pergi setelah membumyikan klakson satu kali. Yang niatan Fisika untuk menyahuti salam sekaligus mengulurkan tangan untuk menyalami calon suami, kini hanya menggantung di udara.
Fisika jadi tersenyum geli mengingat hal itu. Dasar Pak Abimanyu, kalau sedang salah tingkah, terlihat sangat tidak keren sekali.
"Istri Shalihah dan Ibu Yang Sukses. NGAPAIN KAMU BACA ITU?!"
Fisika tersentak kaget. Saat Fisika menoleh, di sisi kanannya sudah ada Kanjeng Mamanda dengan mata melotot. "Ih, Ika nyaris jantungan, tau! Kenapa coba Mama teriak-teriak di kuping Ika?"
"Jangan ngomong yang lain, cukup jawab pertanyaan Mama!"
Misuh-misuh sendiri, Fisika memilih memberi sekat di lembar halaman yang nantinya akan dilanjut membaca kembali setelah urusan dengan Mama selesai. Setelah meletakkan buku di atas meja, Fisika menyerong untuk menatap Mama lekat.
"Ika lagi belajar, Mama."
"Setau Mama, tidak ada mata kuliah seperti itu di jurusan kamu."
"Memang nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Pak Abimanyu [Completed]
ChickLit[Tulisan lama dan belum revisi] Sebagai salah satu warga negara Indonesia, Fisika Ayuwangi tentu memiliki kebebasan mengemukakan pendapat sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998. Dalam hal ini Fisika terapkan untuk menyuarakan...