Bagian Dua Puluh Tujuh

28.8K 2.2K 48
                                    

Saat membaca ulang part ini, hidungku kedut-kedut, antara pengen ketawa sekaligus geli.

Yang belum pernah merasakan dilamar, mari kita berkumpul, berjabat tangan dan berpelukan😭

Tiga buah mobil memasuki halaman rumah Fisika. Abimanyu yang diapit oleh Ibu dan Abimana merasa gugup tak terkira. Walau pun ini bukan pertama kali, tapi tetap saja rasanya begitu mendebarkan.

Titik-titik keringat muncul di pelipis Abimanyu, Ibu yang melihat itu terkekeh lucu lalu menyerahkan sapu tangan yang sedari tadi dipegangnya.

“Jangan kayak anak perjaka, Mas. Ini bukan lamaran pertama, lho.”

Abimana yang biasanya pendiam kini ikut tertawa geli.

“Ibu jangan meledek Mas. Kamu juga, Bim.”

Percakapan terhenti ketika semua anggota keluarga keluar dari mobil, lengkap beserta dengan seserahan yang dibawa oleh tante serta keponakan Abimanyu. Semua terlihat rapi mengenakan batik seragam. Barisan diatur selaras dengan Abimanyu di depan, diapit oleh Ibu dan Bapak.

Terlihat di pintu, keluarga besar Fisika menyambut. Dengan seorang MC mengucapkan selamat datang kepada rombongan keluarga besar Abimanyu lalu mempersilahkan masuk.

Dua keluarga sekarang duduk berhadap-hadapan. Pandangan Abimanyu seperti terpaku saat melihat Fisika, yang juga diapit kedua orang tuanya, terlihat begitu memukau. Gamis brokat dengan hijab senada serta make up tipis semakin memper-ayu wajah Fisika.

Om David, adik dari Bapak yang menjadi wakil keluarga Abimanyu, berdiri dengan sopan dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka.

“Bismillahhirrahmanirahim.” Om David berdehem sejenak, kemudian melanjutkan, “Perkenalkan, saya David Triono, selaku paman dari Abimanyu Ahsan bin Joko Driyono, ingin menyampaikan kata, serta menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami pada hari ini. Namun sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih lebih dulu kepada keluarga besar Bapak Fahri Abbas dan Ibu Diyas Sekarwangi, atas penerimaan dan penyambutan kami sekeluarga dengan baik.”

Seluruh perhatian kini tertuju pada Om David. Suasana berlangsung dengan khidmat, semuanya mendengar dan menyimak dengan konsentrasi penuh serta mengangguki setiap ucapan yang terlontar.

“Pada hari Minggu yang membahagiakan ini, kami dalam rangka bersilaturrahim agar saling mengenal dan lebih dekat antara satu sama lainnya serta ingin menjalin ikatan hati yang lebih erat. Selanjutnya, kami juga ingin menyampaikan hajat dari anak sulung kami dari dua bersaudara, yaitu Abimanyu Ahsan, yang sudah cukup lama mengenal putri semata wayang Bapak dan Ibu yang bernama Fisika Ayuwangi.”

Sempat melirik sepersekian detik, Abimanyu menangkap rona merah di kedua pipi Fisika. Detak jantung Abimanyu kian berpacu seiring dengan rasa hangat merebak di dada. Jika ditanya apakah Abimanyu bahagia sekarang ini? Jawabannya sudah pasti ‘ya’.

“Singkat cerita, izinkan kami mewakili Abimanyu Ahsan menyampaikan niat tulus untuk mengkhitbah Fisika Ayuwangi. Mudah-mudahan Bapak dan Ibu berkenan untuk merestui dan meridhoi niat anak kami, dengan menerima lamaran ini.”

Selesai kalimat panjang lebar dari Om David, kini giliran MC yang mengambil alih. MC mempersilahkan perwakilan dari keluarga besar Fisika untuk memberikan jawaban atas lamaran dari Abimanyu.

Papa dari Fisika sendiri, Pak Fahri, berdiri dengan gagah dan raut tegas berwibawa. “Dengan mengucap syukur alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT, yang meridhoi silaturrahim kita. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku orang tua dari Fisika Ayuwangi menyampaikan gayung bersambut untuk apa yang baru saja diutarakan oleh paman dari Abimanyu Ahsan.”

Seruan hamdalah terdengar. Abimanyu mengusap wajahnya diiringi dengan embusan napas pelan. Selama masih belum ada kesediaan terdengar dari mulut Fisika sendiri, Abimanyu tidak akan benar-benar lega saat ini.

“Sekali lagi, saya atas nama orang tua Fisika Ayuwangi menyambut serta menerima kehadiran dan khitbah Abimanyu Ahsan, putra Bapak Joko Driyono. Namun, agar lebih meyakinkan, kita sebaiknya mendengar langsung ketulusan hati anak kami, Fisika Ayuwangi, dalam menerima lamaran Abimanyu Ahsan.” Pak Fahri beralih menatap lembut pada sang anak. “Ika, Nak Abimanyu menyampaikan niatnya melamarmu untuk dijadikan istri setelah perkawinan nanti. Apakah Ika menerima lamaran Nak Abimanyu?”

Titik-titik bening perlahan keluar dari mata indah Fisika. Abimanyu menyaksikannya tanpa berkedip sekali pun.

“Insya Allah apabila Papa dan Mama merestui, Ika akan menerima lamaran Mas Abimanyu. Dengan segala kekurangan yang ada pada Ika, mudah-mudahan Allah SWT meridhoinya. Terima kasih Papa dan Mama,” ucap Fisika tergugu lalu memeluk Mamanya haru.

“Alhamdulillah, kita sudah mendengar langsung jawaban dari anak kami, Fisika Ayuwangi, dalam menerima khitbah dari Abimanyu Ahsan.” Pak Fahri juga sedikit mengusap sudut matanya yang berair. “Pada hari Minggu ini, tepatnya pukul 10.45 WIB, khitbah Abimanyu Ahsan kepada Fisika Ayuwangi telah kami terima dengan tulus. Amin Allahumma amin.”

Setelah itu Pak Fahri melantunkan Al-Qur’an Surat An-Nisa : 34 beserta artinya yang sarat akan pesan untuk Abimanyu dan Fisika. Serta, memberitahukan bahwa penetapan akad nikah nanti akan dimusyawarahkan antar keluarga kedua belah pihak kemudian menutupnya dengan salam.

Susunan acara selanjutnya, yaitu penyerahan seserahan dan setelahnya bertukar cincin. Ibu lebih dulu memasangkan cincin pada Fisika lalu begitu sebaliknya, Bu Diyas memasangkan cincin pada Abimanyu. Pandangan keduanya bertemu dan berakhir Abimanyu melihat Fisika menunduk, menyembunyikan senyum malu-malunya.

Intinya, acara lamaran hari ini berjalan dengan lancar. Abimanyu berucap hamdalah berkali-kali dalam hati, karena semua ini tidak akan berhasil tanpa adanya ridho dari Allah. Dada yang tadinya dipenuhi kekhawatiran, sekarang merebak dalam kelegaan.

Tak dapat dihindari seorang lelaki, rasa haru membuat Abimanyu berkaca-kaca. Demi mencegah cairan bening itu tumpah, Abimanyu mendongak menatap langit-langit rumah. Hatinya bergumam,
“Rianni ... apa kamu bahagia melihat ini?”

***

Mas,” panggil Fisika di seberang sana.

“Hm?” sahut Abimanyu.

Setelah kita menikah nanti, boleh saya bertanya banyak hal?

“Tentu saja.” Abimanyu menjadikan lengan kirinya sebagai bantal sementara tangan kanannya menggenggam ponsel. “Apa yang mau Ika tanyakan?”

Banyak pokoknya. Untuk sekarang Mas tidak boleh tau dulu.

“Kalau begitu, saya berusaha menahan rasa penasaran.”

Harus, dong! Oh iya, satu lagi, Mas harus jawab dengan sejujur-jujurnya, ya?

“Tentu saja. Berhongan adalah dosa, saya tidak ingin berdosa, Ika.”

Bagus!

Senyum Abimanyu terulas. Matanya tertuju pada jam di nakas. “Ika tidak mengantuk?”

Mengantuk, Mas. Ya sudah, kita akhiri dulu percakapan malam ini.

“Iya.” Tatapan yang tadinya nyalang, kini dipejamkan Abimanyu lalu berakhir dengan menarik napas sebanyak mungkin. “Ika, sampai bertemu dua bulan ke depan .... di pelaminan.”

I-iya, Mas Abi. Assalamu’alaikum.

Abimanyu sempat terkekeh, kemudian menjawab, “Wa’alaikumsalam.”

***

Mengejar Cinta Pak Abimanyu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang