Bagian Dua Puluh Satu

27.2K 2.2K 25
                                    

Apa cuma aku yang puasa timbangan bb semakin turun?

Mungkin cacingnya sudah bermutasi jadi belut di dalam perut sana😞

Langit terlihat mendung saat Fisika, Cici, dan Rengganis keluar dari kelas. Hari ini berjalan lancar seperti kemarin-kemarin. Soalnya dengan mudah dijawab, sebab hampir semua pertanyaan mengutamakan pendapat dari sudut pandang masing-masing.

"Mau makan bakso dulu sebelum pulang?" usul Cici.

"Setuju!" seru Fisika semangat.

Tanpa menunggu jawaban dari Rengganis, Fisika dan Cici kompak merangkul Rengganis lalu menuju kantin bareng-bareng.

Hampir semua deretan meja panjang kantin diisi oleh mahasiswa/mahasiswi dari berbagai jurusan, tak terkecuali para dosen yang juga ikut membaur mengisi perut mereka. Fisika dan kedua temannya sejenak terdiam di depan pintu, menyusuri ruangan luas itu untuk mencari tempat duduk.

Saat sedang khusyuk, tiba-tiba ada yang menepuk pelan lengan Fisika.

"Butuh tempat duduk?"

Fisika menoleh ke samping, bola matanya sedikit membesar. "Farzan?!"

"Hai," sapanya ramah. Laki-laki berkulit sawo matang itu tersenyum amat manis. "Hai, Ci. Hai ..."

"Dia Rengganis," sahut Fisika cepat, memperkenalkan lebih dulu. "Dan, Nis, dia Farzan Gandhi, anak FK yang pengen nomor gue lewat Cici."

Rengganis mengangguk-angguk sedangkan Cici menatap Fisika dan Farzan bergantian, seolah sedang menuntut penjelasan.

"Panjang ceritanya," ujar Fisika malas-malasan kemudian pandangannya lanjut menyusuri kantin. "Ini beneran nggak ada tempat duduk? Padahal gue laper."

"Aku sampai lupa tujuan." Farzan berdecak lalu kembali mencolek lengan Fisika. "Pada mau makan semua, kan? Ikuti aku."

Lebih dulu Farzan menuntun mereka bertiga menuju tempat duduk yang sudah ditempati teman-teman Farzan. Kebetulan ada tiga kursi kosong, dan masing-masing kursi langsung diisi oleh Fisika, Cici, dan Rengganis.

Mereka memesan makanan lalu berkenalan dengan teman-teman Farzan dari fakultas kedokteran. Fisika tidak menampik, Farzan dan teman-temannya sangat friendly dan memiliki wajah tampan. Tapi, semua itu langsung patah kala wajah Pak Abimanyu melintas sedetik di pikiran Fisika.

Ah, guru tampan nan-rupawan itu sekarang lagi apa, ya? Fisika jadi kangen pengen diusap di pipi lagi. Hihi ...

***

Malang tak dapat dihindari. Di tengah jalan, ban motor Fisika tiba-tiba kempes. Saat diteliti, ternyata penyebabnya adalah satu buah paku payung tertancap dalam. Fisika menghela napas sambil beristighfar beberapa kali.

Fisika melihat sekeliling dan rasanya ingin menangis begitu mengetahui bahwa di sisi jalan kanan dan kiri hanya ada pepohonan, bahkan cenderung sepi. Mungkin karena sudah terlalu sore atau karena mendung yang kini berganti jadi gerimis menyebabkan orang enggan berkendara.

Fisika berjongkok di samping motor dengan wajah muram dan otak berpikir keras. Apakah Fisika akan meminta bantuan pada Papa atau pada Pak Abimanyu? Kalau Papa, Fisika bisa enak-enakan naik mobil. Kalau Pak Abimanyu, Fisika bisa ngobrol romatis plus bersandar nyaman di punggung lebarnya saat berboncengan.

Ah, semua pilihan terasa menggiurkan. Fisika jadi bimbang menentukan yang mana.

Di tengah kekalutan, deru motor khas Ninja 250R mendekat. Fisika langsung mendongak dan memasang tampang waspada. Pelan-pelan Fisika berusaha mengintip di cela plat scoopy merah kesayangannya.

Mengejar Cinta Pak Abimanyu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang