Belakangan ini rasa malasku semakin menjadi-jadi. Bukan hanya tulisan yang terbengkalai, tapi tugas kuliah juga😭
Kerjaanku cuma rebahan sama nonton tiktok sekarang😭
Kalau ada yang sama denganku, mari kita berpelukan😭
Fisika yakin sekali kalau matanya sekarang sebesar telur. Bagaimana tidak, sepulang Pak Abimanyu dari rumah, Fisika memilih mengurung diri di kamar sampai siang bertemu siang. Ya, benar sekali kalau Fisika melewatkan makan dan juga mandi. Posisinya pun tidak berubah, hanya meringkuk atau tengkurap.
Awalnya, Fisika ingin menangis sampai dua hari ke depan. Tapi, Fisika tidak sanggup. Sekarang saja, badannya sudah bau busuk sekali dan juga lambungnya meronta-ronta minta diisi.
Beruntung hari ini sampai enam hari ke depan sedang libur masa tenang sebelum UAS. Jadi, Fisika tidak akan turun kuliah dengan kondisi mata bengkak serta hati nelangsa karena tidak mendapat restu dari Mama.
Selesai mandi dan berpakaian–yang Fisika lakukan sambil menangis–Fisika keluar kamar, sambil berjalan sambil mengusap air mata yang masih betah meleleh dengan kerudung rumahannya. Situasi sedang sepi, sepertinya Papa sudah pergi bekerja dan Mama pergi ke pasar.
Fisika pergi ke ruang makan dan mengisi perutnya seperti orang kesurupan. Ketika akan menambah untuk kedua kalinya, terdengar suara deheman. Saat menoleh, Fisika melihat Mama dengan kantong belanjaan di tangan kanan dan kirinya.
"Mama kira tidak akan keluar dari kamar selamanya."
Fisika langsung berbalik, memandangi piring nasinya dengan bibir mengerucut. Tanpa di komando, air mata meluncur lagi. Kalau melihat Mama, Fisika jadi teringat penolakan itu. Fisika jadi sakit hati, apalagi membayangkan wajah terluka Pak Abimanyu.
Mama meletakkan belanjaan di atas meja, membongkar kemudian memasukkannya ke dalam kulkas. "Apa tidak bosan menangis terus? Mau air mata seperti sungai pun, keputusan Mama tidak akan berubah. Bukan maksud egois, tapi itu demi kebaikan kamu sendiri. Masa anak gadis semata wayang Mama dapat duda? Ya jelas Mama tidak mau!"
"Tapi ... tapi Ika suka Pak Abi. Ma-maunya Pak Abi saja." Sambil menyuap, sambil sesegukkan. "Biar seribu perjaka, ta ... tapi kalau Ika nggak suka, gi ... gimana?"
Gerakan Mama yang akan memindahkan sayur jadi terhenti. Mama berdecak, "Kamu ini, diberi nasihat yang baik, malah menolak menyambut. Pokoknya ya, Ka, tidak ada pernikahan kalau calonnya duda. Mama tidak suka duda, titik!" Mama mengibas kantong kresek belanjaan. "Nih, lanjutin susunnya. Mama jadi nggak mood lagi."
Dengan wajah datar, Mama meninggalkan ruang makan. Meninggalkan Fisika yang sedang makan dengan kondisi bercucuran air mata dan ingus meleber di mana-mana.
***
"Assalamu'alaikum," sahut Fisika dengan suara bindeng dan serak.
"Wa'alaikumsalam. Habis menangis atau lagi menangis?"
"Dua-duanya." Kini, Fisika kembali terisak. "Pak Abi nggak tersinggung, kan? Nggak berubah pikiran 'kan setelah dengar penolakan mama? Say–"
"Ika, dengar saya. Buang pikiran buruk yang ada di kepalamu. Karena, semua itu tidak benar. Sudah saya bilang, saya adalah laki-laki dewasa. Saya tidak akan main-main. Saya tetap dengan keputusan saya, meminta Fisika Ayuwangi menjadi istri saya."
"Ta ... tapi, mama ... mama sampai sekarang tetap dengan keputusannya. Pak, gimana caranya supaya mama nerima Bapak? Nerima status Bapak. Seperti saya yang tidak keberatan, saya ingin mama juga seperti itu."
"Kamu tidak perlu berusaha membujuk Ibu. Saya yang paling berperan besar dalam meluluhkan beliau. Ika cukup jadi anak baik dan bantu dengan doa saja." Di seberang sana, Pak Abimanyu duduk di sisi kasur. Tersenyum menenangkan seolah Fisika sedang berada di depannya. "Jangan dijadikan sebagai beban pikiran. Seharusnya saya yang merasa sedih karena saya yang ditolak, bukan kamu."
"Pak Abi itu belahan jiwa saya. Ka ... kalau Pak Abi sedih, saya sebagai tulang rusuk merasa jauh lebih sedih dan sakit."
Terdengar kekehan Pak Abimanyu. Dasar, Fisika! Dalam kondisi menangis pun masih saja bisa menggombal.
"Ika sudah makan malam?"
"Uhm ... sudah, Pak Abi."
"Ya sudah. Sekarang Ika istirahat saja. Ingat pesan saya, jadi anak yang baik. Jangan marah dengan Ibu. Sapa beliau seperti biasa. Ajak beliau bicara seperti biasa. Hubungan ibu dan anak tidak selemah hanya gara-gara tidak mendapat restu."
"I ... iya," sahut Fisika tergagap.
Lihat, bagaimana seorang Fisika Ayuwangi tidak jatuh cinta? Pak Abimanyu dengan segala ketampanan, kebaikan, kesopanan, dan ke-ke lainnya selalu membuat Fisika terpesona dan jatuh cinta berkali-kali.
Hanya gara-gara status duda, kelebihan lainnya tidak tampak di mata Mama. Ya Allah, Fisika jadi sedih lagi.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," sahut Fisika lirih, setelah itu panggilan terputus.
Fisika meletakkan ponselnya di atas nakas kemudian duduk merenung sambil memeluk guling. Tiba-tiba, terdengar pintu diketuk beberapa kali. Fisika hanya mendongakkan kepalanya tanpa berniat untuk menghampiri atau menjawab.
"Nak, sudah tidur?"
Itu suara Papa. Sedikit mengangkat sudut bibir, Fisika menyahut, "Belum, Pa. Masuk aja. Pintunya nggak Ika kunci."
Gagang pintu diputar. Tidak lama, muncul Papa dengan kaos putih dan sarungnya. Papa tersenyum lembut lalu berjalan mendekati Fisika.
"Masih betah anak Papa menangis?"
"Sudah enek sebenarnya, Pa, tapi kayaknya bocor. Nggak berhenti keluar."
Papa ikut duduk di sisi kasur, mengusap pipi Fisika dengan sayang. "Biasanya Ika yang paling ceria dan aktif. Tapi, sekarang Ika murung dan sedih, Papa jadi kesepian."
"Ika akan kembali seperti biasa kalau mama sudah beri restu sama Pak Abi," kata Fisika dengan kepala tertunduk. "Papa tau, Ika udah lama suka sama Pak Abi. Butuh waktu lama juga berada di tahap sekarang. Tapi, kenapa mama tidak setuju? Pa, Pak Abi itu laki-laki baik."
"Kalau menurut Ika baik, ya tinggal diyakini saja mamanya. Pasti akan luluh." Papa menghela napas. "Kalau Papa boleh tau, Nak Abimanyu itu penyebab cerainya apa?"
"Istrinya meninggal, Pa. Pas Ika waktu kelas XII SMA. Sebelum istrinya meninggal, Ika udah pernah nyatain perasaan tapi ditolak. Setelah meninggal pun, Ika tetap ditolak, Pa. Katanya mau tetap setia sama almarhumah istirnya."
"Astaghfirullah, Nak, Papa tidak tau kalau Ika seperti itu? Kenapa suka sama laki-laki beristri?"
Bibir Fisika mengerucut. "Itukan waktu Fisika masih ABG. Masih labil, jadi nggak pandang bulu kalau suka sama lawan jenis."
Papa menggelengkan kepala. "Sekarang bagaimana? Apa Nak Abimanyu masih cinta almarhumah istrinya? Lantas, apa alasan Nak Abimanyu tiba-tiba membalas perasaan Ika dengan meminta jadi istrinya?"
"Uhmm ..." Fisika langsung tergagap. Matanya berkedip beberapa kali. "Ti-tidak tau, Pa."
"Lho, kenapa tidak tau?"
"Soalnya ..." Menarik napas, Fisika kembali tertunduk. "Soalnya Ika nggak pernah nanya. Yang Ika tau, Pak Abi akhirnya mau sama Ika."
"Nanti coba tanyakan dulu. Sambil Ika juga yakinkan diri dan berpikir, siap tidak kalau menikah sekarang. Bukan sekadar hanya tertarik berhubungan dengan lawan jenis dengan label halal saja." Papa mengusap puncak kepala Fisika. "Ingat, semua yang membuat Ika bahagia, Papa akan menyetujuinya. Apa pun itu, selagi masih sesuai aturan agama dan norma. Papa juga butuh Ika yang dewasa. Pernikahan bukan tempat main-main, Nak."
Saat Fisika mengedipkan mata, setetes cairan bening turun. Fisika langsung menghambur ke pelukan Papa. "Akan Ika turuti sesuai permintaan Papa. Terima kasih, Pa. Ika sayang Papa. Ika juga sayang mama. Tapi sekarang, Ika mau ngambek dulu sama mama."
Papa yang mendengar hanya bisa tertawa sambil mengusap-usap punggung Fisika.
***
Marhaban ya Ramadan. Mohon maaf kalau ada kesalahan kata, baik yang disengaja mau pun tidak disengaja🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Pak Abimanyu [Completed]
Literatura Kobieca[Tulisan lama dan belum revisi] Sebagai salah satu warga negara Indonesia, Fisika Ayuwangi tentu memiliki kebebasan mengemukakan pendapat sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998. Dalam hal ini Fisika terapkan untuk menyuarakan...