Ajeng - 0

535 36 0
                                    

Bapak sering sekali memanggil orang orang itu. Sejak beberapa waktu ini, hingga sekarang. Orang orang aneh itu datang saat malam hari. Silih berganti, dari satu kelompok ke kelompok berikutnya. Aku selalu bisa mendengar langkah kaki mereka saat mendekati rumahku. Langkah kaki yang banyak sekali, seperti ada banyak orang datang bergerombol. Aku juga selalu menebak nebak berapa jumlah mereka. Tapi saat mereka masuk ke kamarku, aneh ... tidak sebanyak yang aku perkirakan. Di saat seperti ini, aku hanya bisa meringkuk dengan badan gemetar. Ketika suara langkah kaki mereka terdengar semakin dekat, dadaku berdebar lebih kencang.

Dan daun pintu kamarkupun terbuka, menampilkan empat sosok pria dewasa. Mereka mengenakan jubah panjang berwarna hitam, kopiah yang juga berwarna hitam. Menambah kesan menakutkannya mereka, salah satu dari mereka mengucapkan salam dengan wajah datar.

Kali ini mereka hanya datang berempat. Sebelumnya lebih banyak, kadang lebih sedikit.

Aku tidak pernah menyukai mereka. Mereka selalu menyakitiku, menyiksaku, mereka itu orang jahat.

Salah satu dari mereka maju mendekat, menatap mataku dengan tatapan datar. Mengabaikan sepasang mataku yang mulai berkaca. Ia mulai menekan kuat keningku dengan jari telunjuknya.

Rasanya panas, mereka mulai berkomat kamit melantunkan beberapa ayat Al Qur'an yang dibaca berulang ulang, aku tidak tahu itu surah apa. Tidak tau itu ayat apa, tepatnya aku tidak mau tahu.

Semakin lama rasa panas di keningku, semakin menjalar ke bagian tubuhku yang lainnya. Dan panasnya semakin menjadi.

"AAAAAGHHHHH !!!"

Aku hanya bisa berteriak, sejadi jadinya. Aku terus meronta, tapi tangan tangan kekar itu mencengkeram tubuhku kuat sekali.

Kalian tahu, yang paling aku tidak suka, dan yang paling aku benci dari semua itu? Bapak! Dia ada di sana, bersama orang orang aneh itu. Dan saat aku meminta Bapak menolongku .... aku selalu akan bisa mengingatnya dengan jelas.

Bapak ... dia malah menyiramku dengan air panas yang di campur cacahan daun dedaunan yang tidak ku tahu itu apa. Air itu panas sekali, seperti air memdidih. Dan itu disiramkan mulai disiramkan dimulai dari wajah hingga ujung kaki. Seluruh tubuhku bagai terbakar.

Panas ... sakit ... mereka menyiksaku. Kenapa bapak dan mereka melakukannya padaku? Aku bukan anak nakal yang pantas di siksa seperti ini. Aku menangis tanpa suara. Ayat ayat itu, semakin lama dibacakan, rasanya aku seperti di rajam.

Apakah anak anak lain, diperlakukan seperti ini juga ketika mereka berbuat kenakalan?

Tidak. Ku rasa tidak!

Katanya, ayat ayat itu adalah firman Tuhan. Apa aku adalah musuh Tuhan, apa aku ini ... setan?

"Semoga kali ini, Bapak bisa menolomgmu, Nak" ucap Bapak.

Itulah yang bapak selalu katakan padaku ketika orang orang jahat ini ia datangkan. Aku sudah bosan mendengarnya!

Menolongku ... menolong ... menolong?

Bapak, walaupun mataku sudah penuh dengan air mata yang warnanya sudah menjadi merah dan itu mungkin sudah bukan lagi air mata. Aku masih bisa melihatnya dalam buram, melihat Bapak terus memercikkan air panas memdidih itu ke tubuhku. Rasanya panas sekali, seperti di cambuk berulang ulang dengan cambuk api. Dan yang melakukannya Bapakmu sendiri!

Ke empat orang itu mengelilingiku, masih mencengkeram masing masing kaki dan tanganku. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya ..., tapi aku bisa apa? Mereka melakukannya bukan sekali ini saja, ini sudah kesekian kalinya. Dan empat orang ini, bukan satu satunya kelompok yang di panggil bapak. Mereka hanyalah nomor sekian dari ke sebelum sebelumnya.

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang