"Sesungguhnya ia (jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka."
[Al-A'raf (7): 27].
+ + +
Bunyi berdencit di hasilkan oleh sepeda yang ku kayuh, tapi sebenarnya hampir tidak terdengar karena kalah oleh bising banyaknya kendaraan bermesin.Pagi yang cerah, dan penuh polusi. Jarak sekolah dan kontrakanku tak begitu jauh, jadi cukup bila kutempuh dengan bersepeda. Lumayan juga untuk menghemat pengeluaranku, tapi tetap saja untuk kebutuhan sehari-hari ku tabunganku semakin menipis.
Tapi, kalian tahu ... tadi pagi Bapak mentransfer sejumlah uang ke nomor rekeningku. Aku sempat ingin bertanya kenapa dia melakukannya, tapi urung karena Bapak lebih dulu mengirim pesan singkat.
'Bapak akan menyusul Kamu.'
Tubuhku sudah bergidik duluan dari membca pesan singkat itu, rasa takut sudah menjalar seluruh lapisan kulitku. Apa aku harus kabur lagi?
Tapi mau kabur kemana? Sudahlah ..., biarkan saja semua berjalan seperti adanya. Biar bagaimanapun yang Bapak lakukan, aku tahu itu semua untuk diriku, karena Bapak sayang kepadaku.
"Mau menebak kali ini Bapak akan membawa apa?"
Aku diam saja, tak menyahut Ajeng. Dia tahu aku memang, rasa takut dan trauma ku membuat pikiranku menebak nebak hal yang buruk. Tapi aku selalu mencoba untuk tidak ber-suudzan. Meskipun sulit, karena kenyataan sering kali mengusir harapan.
"Sebaiknya mulai sekarang kamu lebih mengasah senjatamu(doa), Bapakmu tidak akan datang di waktu dekat. Dia masih mempersiapkan sesuatu."
"Sebaiknya juga sebelum Bapak datang. Jika kamu masih ingin menyelesaikan masalah Gista, cepat selesaikan."
"Masalah dengan jin yang mengikuti Arif juga harus segera kamu bereskan. Dia akan menjadi penghalang di kisah cinta kalian nantinya."
Uhuk!
"Ngomong apa sih?!"
Lama lama Ajeng ini menjengkelkan. Aku baru menyadari, Ajeng menjadi lebih banyak berbicara akhir akhir ini.
"Ssstt ... Jangan ngomong sendiri. Nanti dikira gila sama orang."
Di sebelahku, anak berseragam SMP memandangiku di atas sepedanya. Dahinya mengernyit, ia menatapku aneh.
"Kakak ngomong ama siapa?" tanyanya dengan wajah terheran heran.
Ajeng tertawa mengejekku, dasar jin sialan!
"Kalau mau nyalip, nyalip aja, Dek ...," kataku datar, masih ada rasa malu di diriku.
Tapi anak itu malah tersenyum. "Kakak tadi pasti lagi halu. Kakak suka baca wetped, ya?. ha-ha-ha ..."
"Sok tahu!"
"Udah, duluan aja sana!" usirku."Kakak, di wetped sukanya baca apa?" tanyanya dengan wajah sok akrab.
Astaga! tak dengarkah ia, bahwa aku baru saja mengusirnya.
"Umm ..., biar Fian coba tebak."
Sekarang anak laki-laki ini memandangiku dari ujung sepatu sampai puncak kerudungku. Astaga ....
"Melihat dari face Kakak, dan cara Kakak halu macam tadi ... Kakak suka baca di genre tinpik, ye kan?"
Aku diam saja tidak menyahutnya, anak kecil ini selain sok akrab ternyata juga sok tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins - Two Ajeng
HorrorAku mempunyai seorang saudari kembar, namanya sama dengan namaku. Tapi, saudari kembar ku ini yang bisa melihatnya hanya aku. Bahkan ibuk dan bapak tidak bisa melihatnya. Padahal dia tidak pernah jauh dariku, selalu bersamaku. Kami tidak bisa dipis...