Ajeng 15 - Jin Monyet

185 20 2
                                    


Aku menatap rumah besar di hadapanku tanpa berkedip. Kabutnya mulai menyebar menyelimuti rumah tersebut, dan di dalam kabut itu banyak sekali pasang pasang mata  berwarna merah yang menyala terang.

Seperti ada kilatan listrik di kabut itu, sepertinya itu adalah bentuk pemagaran yang diciptakan jin jin penunggu rumah ini. Aku kurang mengerti tentang rajah, tapi yang ku tahu memasukinya tidak bisa sembarangan.

"Kaak ..."

Tiba tiba aku mendengar suara anak kecil.

"Kakaak ..." Lagi. Tapi dari mana?

Aku menoleh kesana kemari, tapi tidak kutemukan siapa siapa.

"Hii iiii iii ... hiks hiks hii ...."

Dia menangis, tangisannya terdengar amat sendu. Hatiku pilu mendengar isak tangis anak itu. Tapi dimana dia? Aku tidak menemukannya.

"Deek ..., kamu dimana?" panggilku, pandanganku menelisik segala arah tapi tak kutemukan anak itu.

"Tolongin aku, Kak ...."

Sreet ... sreet ....

Lalu aku mendengar suara sesuatu tengah di seret, aku membalikkan badan. Ada sesosok monyet, bukan kera. Karena ia memiliki ekor, jadi bukan kera.

Monyet itu tengah menyeret sebuah karung yang tampaknya sangat berat. Saat melihat kehadiranku monyet itu tampak sedikit ketakutan, ia berusaha mempercepat langkahnya namun isi dalam karung itu sepertinya terlalu berat hingga menghambat langkahnya.

"Apa yang kamu bawa?" tanyaku penasaran.

Tapi monyet itu justru menggeleng panik, aku justru semakin penasaran.

"Hei, aku bertanya padamu! Aku tidak akan menyakitimu," kataku padanya. Tapi ia justru semakin terlihat panik, lalu kakinya tidak sengaja menyandung batu.

"Tuhkan." Aku melangkah mendekatinya. Tiba tiba karung yang dibawa monyet itu bergerak-gerak, tepatnya isi didalam karung itu bergerak-gerak.

Tengkukku meremang seketika, aku langsung menghentikan langkahku. Bahkan aku mundur satu langkah.

"Apa yang kamu bawa sebenarnya?!" tanyaku lagi, kali ini nadaku sedikit meninggi. Entah kenapa melihat gerakan gerakan kecil di karung itu, jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya.

Tapi monyet itu tetap bungkam, ia tidak mau buka suara. Jika yang di hadapanku ini monyet sungguhan aku akan percaya jika dia tidak bisa bicara, tapi dia ini jelmaan jin, monyet jadi-jadian.

"Apa yang kamu bawa di dalam karung itu? Katakan atau aku akan membakarmu dengan ayat ayat Tuhanku!" Kali ini aku sampai mengancamnya.

Monyet itu semakin terlihat ketakutan, bahkan tubuhnya yang bergetar sampai terlihat jelas di mataku. Dia lalu menarik karungnya, mendekat beberapa langkah ke arahku.

Setelah cukup dekat denganku, ia membuka ikatan tali dikarung tersebut. Jantungku semakin berdegup kencang, keringat mulai mengalir turun di pelipisku.

Karung itu terbuka dan jantungku seketika seakan berhenti berdetak melihatnya, aku sempat terhuyung ke belakang.

Di dalam karung itu, terdapat sesuatu yang terpotong-potong berwarna merah, banyak sekali, tampak lengket dan dalam ukuran yang berbeda-beda.

Salah satunya ada yang berbentuk oval, dan seperti ada rambutnya.

Aku seketika mual di tempat, kepalaku pusing. Aku lalu membaca surah Al Fatihah beberapa kali untuk menenangkan diriku.

Saat rasa mualku sudah sedikit terkontrol, karung yang dipegang monyet itu bergerak-gerak lagi. Lalu suara anak kecil sebelumnya kembali terdengar.

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang