Malam Penumbalan. Selesai!

121 16 0
                                    

"Berlindunglah kalian kepada Allah dari kerasnya musibah, turunnya kesengsaraan yang terus menerus, buruknya qadha serta kesenangan musuh atas musibah yang menimpa kalian."

(HR. Bukhari: 6616)

Hoekk!!!

Aku memuntahkan semua isi perutku, kepalaku pusing sekali.

Tubuhku teramat lemas, pandanganku kabur, dan pendengaran ku sedikit kacau. Aku tidak bisa menangkap sekitarku, di mana lagi aku sekarang. Di tempat yang nyata atau masih terjebak dalam ilusi para jin kafir.

"Siapa, kamu?! Berani beraninya mengacaukan malamku!" teriak seorang wanita, nada bicaranya begitu lantang. Jelas sekali dia sedang begitu marah.

Meskipun pandanganku masih bisa belum bisa memastikannya, tapi aku masih bisa mengenali suara tante Renata.

"Aaaakh ... Apa kamu buta?! Menyingkirlah dari tempat itu!" lantang Tante Renata lagi.

Lantai yang ku pijak begitu dingin, dan bila kuraba ... ini lebih seperti batu. Di sekelilingku terdapat beberapa pijar cahaya, namun sepertinya bukan cahaya dari lampu. Itu lebih seperti nyala api ....

Dan apa apaan bau ini, bau bakaran dupa ini kuat sekali. Tubuhku semakin lunglai, tulang tulangku seperti kehilangan kekuatannya. Aku ambruk di lantai yang dingin dan begitu keras. Aku mengaduh tanpa suara.

"Tidak kami biarkan kau berbuat lebih dari ini, Wanita Gila!" seru ibuk tak kalah lantang.

Ibuk, dia disini. Aku bisa merasakan kehadirannya ... di sampingku. Aaaakh ... aku berusaha menyeret tubuhku ke Ibuk tapi rasanya tenagaku tak akan cukup.

"Kau pikir bisa menghalangiku? Tidak! Tidak ada yang bisa menghentikan ku!"

AARRGH!!! Rasa sakit yang menghujam paha dan perutku kembali terasa, kali ini aku tak kuat lagi. Tubuhku terasa seperti mau hancur.

"Ajeeng ...." Seperti suara Risa memanggilku tapi aku tak mampu memastikannya apalagi menyahutnya.

Rasa sakit yang luar biasa kini menjalar di seluruh tubuhku. Aku berteriak sejadi-jadinya dengan sisa sisa tenaga yang ku miliki.

Dan diantara teriakan ku ... kalau tidak salah aku juga mendengar jeritan Ajeng, yang juga terdengar begitu pilu.

Sebenarnya apa yang tengah terjadi, ini rasanya ... seperti ... saat ketika bapak mendatangkan orang orang untuk memisahkan aku dan Ajeng. Rasa sakit antara hidup dan mati ....

Bismillaahir-rahmaanir-rahim

"A'UUZU BIKA AN AS'ALAKA MAA LAISA LII BIHII 'ILM, WA ILLAA TAGHFIR LII WA TAR-HAMNIII AKUM MINAL-KHOOSIRIIN ...."
("Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu memohon kepada-Mu untuk sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.")

Aku mengulanginya lagi, doa nabi Nuh yang tertera dalam surah Hud ayat sebelas.

"A'UUZU BIKA AN AS'ALAKA MAA LAISA LII BIHII 'ILM, WA ILLAA TAGHFIR LII WA TAR-HAMNIII AKUM MINAL-KHOOSIRIIN ...."

"A'UUZU BIKA AN AS'ALAKA MAA LAISA LII BIHII 'ILM, WA ILLAA TAGHFIR LII WA TAR-HAMNIII AKUM MINAL-KHOOSIRIIN ...."

Aku terus melafalkannya dengan suara yang disini mungkin hanya aku yang bisa mendengar nya ... dan hingga perlahan pandanganku mulai berangsur membaik.

"Bagus, Ajeng. Jangan berhenti berdoa," ucap Ibuk.

Aku bisa melihat beberapa obor dengan api yang menyala, itulah penerangan di ruangan yang entah apa ini.

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang