Ajeng 16 - Tutup Mata dan Berdzikir

193 20 2
                                    

*)Up ah ... siapa tahu ada yg nungguin Ajeng. Siapa tau ... siapa tau ye kan?😅 Emang siapa coba yang tau. Baik readers gaib atau readers yg real. Ajeng seneng kok, ada yang baca cerita Ajeng. Terima kasih udah baca cerita Ajeng ....

"Aku bisa melihat kalian sedang kalian tidak bisa melihatku, cukup kalian lihat aku melalui saudari kembarku. Cukup kalian kenal aku melalui Ajeng, saudariku. Tapi jika kalian melukai Ajeng, kalian akan mengenalku."

Ajeng Ayu Nawangsih

***

"Assalamualaikum, Ajeng," ucap sosok bermukena didepanku tanpa menoleh.

Bulir air mataku jatuh, tidak ada yang rasa yang lebih besar melebihi rasa rinduku pada Ibuk. Suaranya selalu menenangkanku, selalu membuatku merasa aman, sejak dahulu Ibuk selalu datang untuk melindungiku.

Aku mengusap air mata haru di pipiku, lalu membalas salamnya. "Wa'alaikum-salam."

Tapi sekarang ini bukan waktu yang tepat untuk berpelukan melepas rindu, masih ada Indrajanu. Monyet besar berkepala kerbau itu harus diurus terlebih dahulu.

"Siapa kau? Jangan ikut campur urusanku ...," ujar Indrajanu dengan suara bergetar menahan amarah yang meluap-luap.

"Hanya jin yang kebetulan lewat," jawab Ibuk santai.

"Hrrrr ..."

Terdengar suara bergemeretak, ternyata sedari tadi Indrajanu berusaha menarik gada-nya yang ditahan oleh tangan ibuk. Tapi ia tidak sanggup menariknya.

"Lain kali jangan sampai lengah, jin itu lihai dengan tipu dayanya," tutur Ibuk padaku.

Aku mengangguk mengakui kebodohanku, kalau saja tadi Ibuk tidak datang tepat waktu aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

"Lan marang njenengan, jin wanara saking Kelud ..."
("Dan untuk anda, jin kera dari Kelud(gunung)") ucap Ibuk pada Indrajanu.

Indrajanu membelalakkan matanya, Ibuk menarik gada emas milik Indrajanu lalu melemparkannya ke rumah Wiska. Pilar besar rumah itu roboh seketika, menyusul bagian atasnya ikut runtuh.

Salah satu jin monyet gesit menarik Wiska sebelum wanita berparas jelita itu tertimpa reruntuhan.

Indrajanu menatap nyalang pada Ibuk, namun ia tak langsung menyerang. Aku bisa merasakan kekuatan Ibuk yang sekarang jauh berbeda dari dulu.

"Baj*ngan ...!"

"HUARRR!!! Sapa ae koe aku ora ngurus, tak lumat ning papan iki!!" (Siapa saja kamu aku tidak peduli, ku lumat kau di sini!!")

Tubuh Indrajanu membesar berkali kali lipat, tingginya sudah lebih dari sepuluh meter. Aura gelapnya nampak menakutkan, bahkan kakiku bergetar.

Ibuk sepertinya melihat ketakutanku, dia mundur satu langkah lalu berbalik lalu membisikkan sesuatu kepadaku.

"Jangan takut, Ibuk sudah datang ...." Kalimat itu sukses membuat tubuhku menghangat, kalimat yang selalu Ibuk ucapkan ketika ia datang untuk melindungiku.

Aku mengangguk. "Biar Ibuk urus kerbau bauk ini. Ajeng sekarang duduk manis, tutup mata dan mulai berdzikir."

"Ingat! Tutup mata, dan berdzikir. Jangan buka mata sebelum Ibuk minta, mengerti?"

Aku mengangguk menurut, aku mulai duduk bersimpuh melihat Ibuk. Dahulu aku selalu menunggu Ibuk datang, lalu setelah dia datang semuanya beres. Ibuk adalah yang terbaik, yang paling keren bagiku. Ia selalu menjadi penyelamatku. Bahkan melebihi Ibukku sendiri.

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang