Ajeng 8 - Awal konflik keluarga

218 26 0
                                    


Aku belum pernah melihat sosok yang seperti ini, dua bola mata di langit itu memiliki tekanan yang benar benar berbeda.

Tubuhku lunglai, seperti semua tulang dalam tubuhku meleleh. Napasku sudah terasa sesak, seluruh jengkal badanku bergidik ngeri menyaksikan sosoknya.

"HAHAHAHAA!"

Aku menutup telinga rapat rapat, tawa sosok itu amat menggelegar. Telingaku sampai berdenging saking kerasnya.

"Nah, sekarang ... bergabunglah bersama kami ....."

Suara riak air terdengar buncah, riuh meriak menggema di langit.

"Jadilah bagian dari kami ...."

Seperti tumpahan air bah, dari dua lubang di iris mata raksasa itu, kini menumpahkan air merah dengan bau anyir yang sangat kuat. Seperti air terjun raksasa, namun turun dari langit.

"Ajeeng ..., to-loong ...," rintih Gista sebelum gelombang tinggi air darah menerjangnya.

Aku segera berbalik lari sebisaku, namun dari belakangku air darah itu sudah mengejarku.

Ada banyak tangan tangan panjang terulur dari gelombang air darah tersebut. Salah satunya berhasil menjangkau kakiku, aku jatuh tersungkur dan akhirnya terbawa arus air darah tersebut.

Tawa di langit makin menggelegar. Arus air darah ini kuat sekali, aku kesulitan mengambil napas ke udara. Selain karena arusnya, di dalam air ini juga banyak sekali makhluk makhluk dengan berbagai bentuk.

Tangan tangan mereka mengunci tubuhku, menenggelamkan aku ke dalam air. Dan di dalam sana aku lebih banyak melihat mereka. Wajah wajah yang menyeringai mengerikan.

Beberapa kali aku berhasil menjumbul ke udara, aku melihat Gista yang juga terseret arus.

"GISTAA!!"

Kondisinya jauh lebih buruk dariku, ia seperti sudah tak sadarkan diri. Tapi apa dayaku, di saat aku sudah benar benar putus asa, saat itulah dia datang.

Ular merah bertanduk.

Melesat cepat dari langit, ia menyambar melilit tubuhku. Lalu membawaku terbang menjauh.

Sepasang mata raksasa di langit itu tampak marah, suara raungannya  menggema di langit.

***

Hujan. Hujan yang lebat sekali.
Aku mengerjapkan mataku, mataku menelisir setiap yang bisa aku tangkap. Aku mengenali ruangan ini, kamarku.

Lalu mataku menangkap tiga pasang wajah yang menatapku dengan mata berkaca-kaca.

"Ajeeeng!" Risa langsung berhambur memelukku, air matanya tak terbendung lagi.

Lalu ada Lintang dan juga Kak Arif. Lintang tampak mengusap sudut matanya yang berair.

"Akhirnya kamu bangun juga, Jeng ...," ucap Lintang, lalu ia maju mendekat dan malah menyentil hidungku.

"Aduh!"

"Pingsan kok lama-lama!" tukas Lintang.

"Pingsan? Emang aku kenapa?" tanyaku bingung. Kepalaku memang sedikit pusing, kukira aku baru saja bangun tidur siang.

"Kamu pingsan dua hari," kata Arif datar, yang membuat kepalaku sakit seketika.

Berbagai rentetan kejadian muncul di kepalaku, mulai dari malam aku menuju rumah Gista, lalu aku yang berada di alam antah berantah dan bertemu Gista dengan kondisi yang ...-

"GISTAA!" teriakku panik.

"Aku harus nyelametin Gista!"

Aku berusaha bangkit dari tempat tidurku, pikiranku kembali melayang saat aku bertemu dengan Gista. Kondisinya buruk sekali, dia butuh pertolongan. Aku harus menolongnya.

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang