Ajeng -2

290 27 0
                                    


"Namanya Ajeng Ayu Nawangsih.
Dia selalu bersamaku. Kami sudah menyatu, perasaanku adalah perasaannya, emosiku juga emosinya. Jadi, jika aku tidak menyukai sesuatu ... Ajeng juga tidak menyukainya."

~

****

Risa menyentuh pundakku. Risa selalu bisa tahu kalau aku sedang melihat sesuatu. Dan dia selalu bisa menenangkan ku, melalui sentuhannya, atau dengan aku melihat tatapan matanya.

Aku tersenyum kecil, dan Risa sudah paham.

"Ada apa?" tanya Lintang melihat kami berdua. Ia tampak bingung.

"Hantunya sereem ..." jawabku pelan, sambil menunjuk suatu paragraf dalam halaman novel yang sedang aku pegang.

Lintang terkekeh. "Namanya juga novel horor, Jeng .... Kalau nggak serem ya nggak horor namanya. Huu ... dasar, Ajeng."

"Hehe ..."

Sosok berlendir itu sudah menghilang, namun tidak dengan bersama muntahannya.

Gumpalan lembek penuh belatung itu masih di lantai, bersama bau busuknya yang terus mengaduk isi perut.

Aku terus berusaha menahannya, berusaha terlihat sebiasa mungkin, agar tidak ada yang menatap aneh padaku. Aku kembali berkutat dengan novel Lintang, meskipun kali ini sama sekali aku tidak membacanya.

Aku menutup mataku, berusaha membayangkan sesuatu. Apapun itu. Asalkan bisa mengalihkan perhatianku dari bubur busuk itu.

Tap .. tap .. tap .. tap

Aku melihat Gista berjalan pelan dengan santai. Astaga! Tidak ada yang salah memang dari cara dia berjalan, kecuali langkah kakinya ... yang melangkah menuju bubur hitam itu. Gista akan menginjaknya!

Gista semakin dekat ..., satu langkah lagi. Kaki kanannya sudah terangkat ... dan akan tepat menginjak bubur muntahan busuk itu. Belatung belatung kecilnya semakin menggeliat mengaduk perut.

"GISTA, AWAAS!" teriakku sontak seraya bangkit berdiri.

"Hah!" Gista tampak terkejut dahinya mengernyit. Kaki kanannya sudah menginjaknya.

"Lo itu kenapa sih, nggak jelas banget!"

Bodoh. Gista kan tidak bisa melihatnya.

Bagaimana ini?

Seisi kelas kini menatapku.

"Woi! Malah diem," tegur Gista.

"A ... anu .. aku, aku anu, Gista a..."

"Anu anu, dasar cewek aneh!"

Aku kembali duduk, selanjutnya aku hanya bisa tertunduk lalu menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Ya Allah ... kenapa aku bisa begini ...."

Lintang dan Risa mendekat kepadaku, bersama dengan aku yang mulai mendengar bisik bisik teman teman kelas.

"Ajeng kan emang aneh."

"Iya, tau nggak kalian? Aku pernah lihat ngomong sendiri di depan toilet."

"Jangan jangan dia ..."

"Crazy ... gitu maksud, Lo?"

"Aku juga kemarin, pas pulang sekolah. Aku liat Ajeng kayak lagi ngomong sama orang gitu di halte. Padahal dia sendirian di sana."

"Astaga ... kok dia bisa masuk SMA kita sih?"

Inilah yang hal paling aku benci. Pandangan orang-orang yang menganggap ku aneh, bahkan gila. Karena kemampuan ini, memangnya kalian pikir aku menginginkan semua ini? Tidak!

The Twins - Two AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang