31

22 1 3
                                    

Divia sedang sibuk membenahkan pakaiannya kedalam koper, sepertinya gadis ini akan pergi dari rumah frasca, ataukah dia akan pulang kerumahnya. Intan yang melihat langsung menghampiri divia,

"Div, loe mau kemana?," tanyanya serius

"Aku mau pulang," singkatnya sibuk merapihkan pakaiannya

"Pulang kemana div? Ke jakarta?," tanya intan, "sorry div, bukan maksud gue mengatakan semua itu..," perkataannya terpotong..

"Engga tan, aku cuman butuh waktu untuk melupakan semuanya," katanya datar, "lagian gue pulang kerumah gue, yang di depan kok, bukan ke jakarta ataupun ke bandung," lanjut divia

"Kenapa engga disini aja?, disana loe pasti sendirian," kata intan

"Gapapa, justru bagus, dari pada disini gue teringat terus sama Trisna," kata divia menatapnya datar.

"Tapi div..?," terpotong lagi

"Udahlah, gue cuman butuh kesendirian," ucapnya tajam, lalu pergi meninggalkan kamar intan dan rumah frasca..

"Div dengerin gue dulu div!!," panggil keras intan, Tapi divia bertingkah tak acuh..

Divia menenteng kopernya balik kerumah dulu yang berposisi didepan rumah frasca, meninggalkan rumah frasca bukan berarti divia jadi benci atau tidak mau berteman lagi. Hanya saja divia ingin melepas semuanya dengan kesendirian tanpa diganggu oleh siapapun.

---

Sesampainya divia dirumah dulunya, ia langsung masuk kekamar, membereskan pakaiannya agar tersusun rapih dilemari. Kamarnya terlihat begitu kotor dan berdebu, karena memang sudah lama tidak ditempati ataupun dibersihkan.

"Kotor banget nih kamar," desuh divia melirik setiap  sudut kamar. Tidak sengaja divia melihat buket pemberian Trisna waktu itu, buket pertama yang ia terima dari Trisna.

Gadis ini mengambil buket itu dengan gerak gerik lambat, lalu divia membayangkan moment itu, "I need you right now, Tris," Divia menangis tersedu diatas buket itu

***

"Fras aku butuh dokumen perusahan, Om Hendrik menyuruhku untuk menanda  tangannya," intan menatap datar frasca. Namun frasca tidak merespon nya.

"Apa kou sudah mengecheck nya?,"..

"Belum," singkatnya

"Om hendrik bilang secepatnya dokumen itu diselesaikan, nanti akanku kirim lewat sekretaris Om hendrik dijakarta, aku harap segera kou selesaikan dokumen itu," Intan jelas lalu pergi dari kamar frasca.

Ditambah dengan pekerjaan kantor, fras merasa terbebani oleh permainan dunia ini, " Tolong bantu gue!!," ucap pelan frasca yang merasa pasrah dan tidak kuat dengan semuanya, frasca bingung harus kaya gimana lagi, dia sudah sangat lelah dengan semuanya..

---

"Hallo sela?,"

"Hi div, ada apa?,"..

"Gue butuh bantuan loe,"

"Bantuan?, apa?,"

"Loe bisa gak datang kerumah gue,"

"Iya bisa, nanti sore gue kerumah loe, soalnya masih banyak kerjaan kalo sekarang,"

"Yaudah gapapa, gue tunggu loe dirumah,".

"Oke div,"

Sambungan terputus..

Semua masalah datang begitu saja, terutama masalah perasaan, divia akhir-akhir ini lebih sering mengurung diri didalam kamar, mungkin kesepian ini adalah ketenangan divia.

--

Hari sudah semakin sore, divia telah selesai mandi dan berdandan, karena sore ini teman baiknya akan datang kerumah untuk membantu semua permasalahan yang datang di dalam hidupnya.

Sela bukan psikolog tapi dia seperti psikolog, seakan-akan sela mempunyai kelebihan batin, dia tau apa yang dipikirkan seseorang, dia bisa membacanya, dia bisa merasakannya, dia seperti berbeda, dia punya kelebihan yang orang lain tidak punya.

Sesampainnya sela didepan pintu rumah divia, sesaat sela hendak memencet bel rumah, dia seperti merasakan kesedihan yang sangat berat dari arah rumah frasca dan rumah divia, "fras?," sela menyebut nama frasca pelan

Ting nong.. Ting nong 

Divia membuka pintu dengan raut wajah  datar dan pucat,..

---

(Skip Ruang Tamu)

"Sebenernya ada apa?, apa yang terjadi?,"  sela penasaran sembari menyentuh pundak divia

"Loe tau semuanyakan sela?, loe taukan?," Divia menatap dekat sela dengan serius, "gue tau loe pasti tau, tanpa gue ceritain?,"

"Gue bukan tuhan yang tau semuanya," sela dengan datarnya

Divia terdiam, aneh mengapa sela tidak mengetahuinya? Apa sela pura-pura tidak tau?,

"Gue merasakan kesedihan di sekitar sini," kata sela menatap serius divia, "loe ada masalah apa sama frasca?,"

"Gue yakin loe pasti tau hal ini,"

"Engga div, gue gak tau semuanya div, sekilas gue cuman merasakan kesedihan yang sangat berat disini," sela beranjak dari kursi lalu berjalan mendekat ke jendela dan menatap tajam rumah frasca.

"Dia menyukai gue selama ini, dan gue baru tau itu, dia mengatakan perasaannya lewat mulut orang lain, dia gak berani mengatakannya hanya karena takut," Divia beranjang dari kursi berdiri tegak ditempat.

"Perjuangan dia sangat besar, dia benar-benar tulus dan sabar menunggumu div, malah gue rasa cintanya lebih besar dari Trisna," Sela membalikan badan, menatap Divia tajam

"Gue harus apa?,"

"Dia gak butuh balasan cinta loe saat ini, tapi dia butuh loe hargai perjuangannya, dia sangat terpuruk saat ini, mungkin loe mengatakan sesuatu kepadanya?," sela mencoba memperdalam masalahnya agar bisa dipecahkan.

"Gue bilang sama dia, kalo gue gak mencintai dia dan tidak akan pernah membuka hati untuknya," Suara divia terdengar sedikit sesak

"Kenapa?, menurut gue itu salah div, seharusnya loe tidak usah mengatakan hal itu, itulah yang membuatnya bersedih," sela menyentuh kedua pundak divia dan menatapnya serius

"Apa gue egois?,"

"Div, orang yang telah pergi selamanya tidak akan pernah kembali lagi, meski dia membawa cintanya sampai mati, tapi gue yakin hati dan raganya masih ada didalam tubuh saudarannya," jelas sela

"Maksud loe?,"

"Frasca gurinta, hati dan raganya telah tercampur dengan hati dan raga milik Trisna," jelas sela mecoba membuat divia mengerti

"Apa?,"

"Loe pernah merasakan gerak gerik Frasca?  Yang sekilas  sama dengan gerakgerik Trisna?," tanya sela masih serius menatapnya

"Iya, gue pernah merasakan itu," Divia mengangguk pelan

"Sudah terlihat, kalo Trisna pindah raga dan hati ditubuh Frasca," kata sela

Divia terdiam kaku menatap sela, perlahan divia meneteskan air matanya dan merasakan sesak hati, "g-gue harus apa?,"

"Gue hanya mengatakan apa yang gue rasakan, selebihnya hanya tuhan yang tau, dan loe sendiri div," kata sela pelan

"G-gue bingung harus apa sel," Divia menggeleng-geleng kepalanya

"Div!!, dengan seperti ini loe bakalan cepat defresi, coba loe bangkit, cobalah menerima orang yang benar-benar tulus sama loe, gue gak perlu sebutin siapa orangnya, yang jelas dia benar-benar tulus sama loe," kata sela jelas, "sebelum semuanya terlambat, karena akan banyak cinta yang hadir," ucap Sela membuat divia takut.

"...."

***
My instagram: @sofia.officiall

Jangan lupa
Vote
Komen
Follow juga
Thanks you;)

Love In PresentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang