Buat pembaca baru, aku sangat membutuhkan pendapat kalian tentang cerita ini, jadi jangan sungkan sungkan untuk komen! Terima kasih dan semoga cerita ini menghibur.
ABOUT
Cerita ini mengandung adegan LGBT, jadi jika anda masih di bawah umur dan hal ini membuat anda merasa tidak nyaman, di sarankan untuk berhenti membaca cerita ini.
-
Hey, nama ku Aura. Mungkin kamu tidak mengenal ku karena kamu tidak bisa melihat wajah dan mendengar suara ku, tapi jika kamu ingin, mungkin aku bisa membantu mu. Nama belakang ku adalah Adam. Itu membuat nama ku menjadi Aura Adam. Anak dari Rachel dan Roy Adam. Seseorang bertinggi badan seratus enam puluh lima, warna kulit sedikit pucat karena kurang nya berjemur, bentuk badan bisa di katakan ideal untuk tinggi badan ku, pewaris wajah mama yang oval, dan warna mata yang meniru warna mata papa ku yang cokelat terang.
Aku anak tunggal, tinggal bersama papa ku di sebuah rumah sederhana. Warna tembok kamar ku adalah ungu tua, di tembok bagian timur ada meja belajar ku karena aku harus menyambut matahari seperti sebuah pengetahuan. Lalu di tembok barat ku ada papan kutipan-kutipan favorite ku. Mungkin bagian dari kamar ku yang paling aku sukai. Semenjak nenek ku memberikan ku papan tua itu, aku tidak pernah berhenti menaruh kutipan pendek di setiap hari nya.
'Akhiri hari dengan filosofi yang mencerminkan hari mu' itu yang nenek ku katakan ketika dia memberikan papan ini pada ku.
"Aura?" aku mendengar suara papa ku di balik pintu, sedikit mengejutkan ku yang mungkin terlalu asik membaca buku.
Aku membuka pintu "Iya?" aku melihat papa ku di depan pintu dengan seragam polisi nya.
"papa ada panggilan dari kantor, kamu turun, Gwen sudah datang"
Aku mengangguk dan melihat nya pergi dari hadapan ku, lalu aku melihat jam dinding ku, masih pukul tiga sore Gwen sudah datang? Mungkin dia pulang lebih cepat? aku menghelakan nafas lalu mengambil peralatan belajar ku sebelum aku turun dan mendapatkan nya sedang memasak mie instan di dapur ku.
"kamu mau?" tawar nya, seperti biasa nya, Gwen memakai baju seragam nya. Yaitu salah satu hal yang aku ingin kan dari menjadi seorang murid di sekolah. Aku melihat pakaian rumah ku, kaos biru dan celana pendek. Tidak ada yang istimewa seperti warna seragam Gwen yang berwarna merah maroon dan putih.
Aku menghelakan nafas lalu menjawab nya "no, thank you."
Aku duduk di meja makan, menyaksikan nya masak di dapur ku seperti rumah ini adalah milik nya. Gwen adalah guru ku. Di saat dia masih junior di SMA nya, dia mendaftar kan diri di sebuah program mengajar yang mengajar kan anak anak yang memilih untuk bersekolah di rumah, seperti aku. Walaupun usia nya sama seperti aku, tapi memilih Gwen sebagai guru ku adalah pilihan yang tepat bagi papa. Menurut nya, Gwen akan jauh lebih memahami apa yang dia ajar kan pada ku karena dia berada di tingkat yang sama dan sedang belajar hal yang sama.
Aku tidak begitu setuju dengan papa, Gwen tidak lah seperti malaikat yang papa ku kira, karena pada akhir nya aku akan jauh lebih mengerti jika aku belajar sendiri.
Aku hanya duduk di kursi menunggu nya untuk memulai pengajaran nya, di hadapan ku ada beberapa buku paket yang sama dengan milik sekolah nya.
"hey, tebak apa yang terjadi di sekolah ku hari ini" Gwen terlihat seperti ingin memulai suatu percakapan, dan se jujur nya dia adalah satu satu nya orang selain papa yang paling sering mendengar ku berbicara.
Aku tidak begitu ingin melakukan nya, tapi Gwen adalah gadis yang keras kepala. Kenapa dia sangat tertarik berbicara dengan ku jika dia tidak peduli dengan apa yang aku fikirkan?