Atlanta sedang mandi di kamar mandi disaat Aura sedang membaca puisi Samantha Walker yang dia print dari komputer Franklin's High School. Dia membacanya pelan, dengan harapan dapat mengerti apa yang sang penulis rasakan disaat dia menulis puisinya.
Atlanta keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menyelimuti tubuhnya, tersadar akan keberadaan Atlanta, Aura berusaha menyembunyikan kertas itu darinya. Atlanta mengangkat satu alisnya "telat, aku udah terlanjur liat. Baca apa?" tanyanya dengan tangan terlipat
"gak ada kok!" Aura mengelak, berusaha menjauhi kertas itu dari Atlanta, dia pergi ke kamar mandi "giliran aku mandi."
"Aura." panggil Atlanta dengan suara yang tegas.
Aura menghelakan nafasnya lalu kembali pada Atlanta. Dia memberikan Atlanta kertas itu lalu Atlanta mulai membacanya
Jika kamu bertanya dimana aku akan berada di sepuluh tahun kedepan, jawabanku adalah "aku tidak tahu."
Karena jujur, aku tidak tahu.
Tapi jika kamu bertanya dimana hatiku berada di sepuluh atau lima puluh tahun kedepan, maka dengan pasti aku akan menjawab "denganmu."
Aku melihat cinta, dia ada ditanganmu, hanya saja aku tidak mengambilnya.
Setelah Atlanta membaca puisi itu, Atlanta membalik kertasnya untuk melihat jika masih ada tulisan di bagian belakang, "kamu yang nulis ini?" tanya Atlanta
Aura tidak yakin jika Atlanta bisa menerima kejujurannya, jadi dia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya "bagaimana menurutmu tentang puisi itu?"
Atlanta tersenyum memandang puisi di tangannya "ya, aku suka... Sedikit menyedihkan tapi... Memang itu tujuannya kan? penulis harus bisa membuat pembacanya merasakan apa yang dia ingin mereka rasakan."
Aura mengangguk sambil memandang wajah kekasihnya "penulis puisi ini mungkin telah melewati seseorang yang sangat dia cintai" gumamnya
Atlanta terdiam sesaat, matanya tertuju pada buku tahunan ibunya "Aura, ini puisi mamaku, ya?" tanya Atlanta yang sudah mengetahui jawabannya. Aura tidak punya pilihan lain selain mengangguk kepala. Melihat jawaban Aura, Atlanta membuang kertas itu keatas kasur. Aura melihat Atlanta yang mulai berpakaian sambil menggerutu padanya "kenapa kamu sangat terobsesi dengan mamaku? berapa kali aku harus bilang aku gak mau kamu mengenal seseorang sepertinya! Berhenti menatapi payudaraku, Aura! Aku lagi marah." Aura tahu tersenyum disaat kekasihnya sedang kesal adalah sesuatu yang tidak pantas, tetapi dia tidak bisa menahan dirinya.
"maaf..." Aura menghelakan nafasnya "hanya saja..." Atlanta menatapi Atlanta untuk sesaat lalu melanjutkan rasa penasarannya dengan hati-hati "Atlanta, pernahkah kamu... Melihat ada orang ketiga dibalik pernikahan kedua orang tua mu?"
Atlanta terdiam tenang dan hanya melihat wajah Aura dengan sedikit tanda kekesalan dari matanya. Atlanta terlihat kecewa dengan Aura yang tak bisa menghentikan rasa penasarannya "aku kesini bukan untuk membicarakan ini, jadi tutup mulutmu."
Aura bahkan merasa lebih kecewa pada Atlanta yang tak bisa membiarkan dirinya masuk "aku harus melakukan ini jika kamu mau tau siapa yang membunuh keluargamu"
"Aku gak peduli dengan keluarga ku Aura! Tidakkah kamu mengerti!? Aku benci dengan semua yang telah mereka lakukan padaku! Aku kira aku punya mamaku, tapi ternyata dia menganggapku sebagai aib! Terus kenapa kalau semua orang berfikir aku membunuh mereka?! Aku gak peduli..." Atlanta terlihat sangat lelah menanggapi pembicaraan ini hingga dia ingin menangis dihadapan Aura, berharap Aura bisa menghentikannya. Dan iya, Aura menghentikan dirinya. Setidaknya hanya untuk sementara. "aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu Aura, karena kita gak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, orang sepertiku tidak dijanjikan hari esok"