Chapter 13. Pirc Defense (Part 3)

92 28 0
                                    

Deretan pertokoan berbaris di luar kaca mobil. Isel hanya sekilas memerhatikan karena pikirannya kini tertuju pada tas besar berisi senjata yang ada di bagasi. Benda yang dipilihnya tadi di gudang senjata. Demi alasan keamanan, Noel mengantarkannya kali ini. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama perjalanan, dia mungkin sibuk juga dengan pikirannya. Mobil bergerak lebih lambat kala memasuki jalanan di dekat area istana kerajaan Diliar. Istana itu megah dengan tinggi menjulang. Meski tidak terlihat secara jelas dari luar, di halaman istana terdapat taman bunga dengan luas beberapa hektar. Di tengah taman bunga itu juga berdiri tugu dengan patung singa hitam bersayap kelelawar, lambang kerajaan Diliar. Selebihnya tidak ada yang diketahuinya tentang tempat itu karena rakyat biasa sepertinya tidak akan memiliki akses untuk memasuki istana. Rasanya selain keluarga kerajaan dan para bangsawan yang sering datang ke sana, sepertinya tidak ada yang tahu bagian dalam istana itu.

Mobil yang ditumpanginya berhenti karena lampu lalu lintas berpindah ke warna merah. Tidak lama setelahnya gerbang istana itu terbuka saat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depannya. Seorang gadis itu bergaun merah mudah turun dari dalam mobil itu. Dia terlihat bicara sebentar lalu bergerak masuk, sementara mobil yang ditumpanginya mundur dan menuju ke arah lain. Mungkin area parkir istana yang berada entah di mana. Gadis bergaun merah muda itu pastilah putri bangsawan tinggi yang mendapatkan akses masuk ke dalam bangunan megah itu. Kehidupan yang sepertinya menyenangkan sekaligus membosankan.

"Kamu lagi lihat apa?" tanya Noel tiba-tiba.

Isel menoleh lalu mengangkat bahu. "Oh, well, hanya ini dan itu."

"Kamu sudah dengar soal misi yang tadi dikatakan Kevin?"

"Soal Khisfire?" tanya Isel cepat.

"Jadi kamu dengar?"

"Iya," sahut Isel tegas.

Noel berdeham pelan. Pria itu sepertinya kaget, meski tidak terlalu terlihat karena dia sibuk memutar roda kemudi kala lampu merah berubah jadi hijau dan deretan kendaraan yang ada di depan bergerak berlahan-lahan. Namun, ada dua informasi yang didapatkannya. Satu, mereka memang benar-benar membicarakan Khisfire dan topik itu seharusnya tidak dia dengar. Kedua, nama pria yang nyaris saja meledakkan kepalanya adalah Kevin. Nama yang cukup manis, andai saja kelakuannya juga menyenangkan.

"Soal Khisfire itu—" Noel menarik napas. "Aku akan cari jalan keluar."

"Memangnya seberbahaya itu?"

"Khisfire itu sumber kejahatan di Diliar. Tidak pernah ada yang selamat kalau berurusan dengan mereka. Mereka kelompok bawah tanah yang bahkan Yang Mulia Raja sendiri pun tidak bisa menemukan markasnya."

"Bukankah itu fakta umum? Apa kamu enggak tahu informasi yang lebih detail?"

Noel mendesah lalu memutar roda kemudi lagi hingga mobil berbelok menuju ruas jalan yang lain. "Aku pernah dengar soal Khireet."

"Khireet?" Isel membeo.

"Iya, pemimpin Khisfire. Ada yang bilang matanya bahkan bersinar dalam gelap hingga tidak ada yang berani menatap wajahnya."

Isel yang awalnya masih penasaran akhirnya meledakkan tawa. Tidak ada hal yang lebih aneh daripada mata yang bersinar dalam gelap. Benar-benar tidak masuk akal. Dia akan percaya kalau misalnya Khireet mentransplantasi mata kucing ke dalam rongga matanya atau semua itu hanya sekedar bualan semata.

"Lucu, kan?" Noel ikut terkekeh.

"Iya, aku baru dengar ada gosip konyol semacam ini. Tidak ada gosip lain apa? Kreatif amat!" kata Isel tanpa bisa menghentikan tawa yang terus meluncur dari mulutnya.

"Sayangnya enggak ada gosip lain karena tidak pernah ada yang selamat saat berurusan dengan Khireet."

Setelah lima helaan napas dan tawanya telah berhenti sepenuhnya, Isel menoleh untuk menatap Noel lekat-lekat. "Sekarang aku tanya padamu, sebenarnya apa tugasmu?"

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang