Rumah Marquess Hastings berpilar tinggi dan besar. Isel mendongak untuk menatap bangunan berlantai tiga dengan banyak jendela itu. Dia menarik topi yang menutupi kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya meremas gagang ransel yang kini bertengger di bahunya. Gadis itu menghela napas sekali lagi sebelum bergerak memasuki rumah itu. Namun, langkahnya dihentikan oleh penjaga yang ada di depan rumah.
"Tanda pengenal!" Salah satu penjaga kini menatapnya lekat-lekat.
Isel merogoh kantong jaketnya, dia lalu menyerahkan kartu mengkilap yang dikirimkan oleh klien bersama benda yang akan digunakan untuk misi. Petugas itu memindai kartu ke dalam alat yang ada di meja. Sementara petugas lain kini mengarahkan detektor logam ke tubuhnya. Isel juga dipaksa untuk membuka ranselnya. Gadis itu menyumpah-nyumpah dalam hati, akan tetapi tetap menuruti perintah petugas. Lagi pula, tidak ada untungnya juga melawan. Jantungnya berdebar kencang saat isi ransel itu mulai dikeluarkan. Sementara itu Isel memandangi tangannya. Tidak ada warna di kukunya membuat suasana hatinya mendadak memburuk. Dia sebal karena harus menghapus kuteks yang baru saja dioleskan kemarin. Namun, tidak ada yang bisa dilakukannya. Misi tetaplah misi dan permintaan klien adalah yang terpenting.
Membutuhkan waktu sekitar lima menit sampai ranselnya dinyatakan lolos pemeriksaan. Tas ukuran sedang itu dikembalikan padanya dan Isel buru-buru menyampirkan selempangnya di pundak hingga benda itu kembali bertengger di punggungnya. Petugas yang tadi memeriksa tasnya sekarang berjalan mendekati gerbang dan mencegat orang lain yang mau masuk ke dalam.
"Pelayan pesta dari Roses Party?" tanya petugas yang memindai kartunya.
"Iya," sahut Isel membenarkan saat salah satu penyedia jasa staf pesta untuk para bangsawan kelas atas itu disebut.
"Ke kiri, ada pintu kecil, langsung masuk saja!" katanya sambil menyerahkan kartu itu kembali pada Isel.
"Terima kasih."
Pria itu mengangguk, sepertinya tidak menjawab atau Isel yang tidak sempat mendengar jawabannya karena keburu kabur. Tidak perlu berlama-lama di depan mulut harimau kalau memang bisa lepas sesegera mungkin. Gadis itu mengikuti petunjuk arah yang diberikan petugas keamanan dan langsung masuk ke pintu kayu kusam yang ada di sebelah kiri. Dia berpapasan beberapa kali dengan pelayan sewaan lain yang kini sibuk membawa masuk barang-barang keperluan pesta ke dalam rumah. Namun, dia terus berkalan menuju loker yang disediakan untuk pekerja.
Isel memilih satu loker yang ada di pojok bawah. Dia lalu melepas jaket lalu menaruh tasnya ke dalam loker. Setelah menarik kunci loker dan menaruhnya di saku celana, gadis itu langsung membenahi dasi kupu-kupu yang bertengger di lehernya. Rambut yang pendek memungkinkannya untuk menyamar sebagai pelayan laki-laki. Kalaupun surainya panjang, dia akan memotongnya karena jadi pelayan perempuan tidak pernah ada dalam mimpinya. Gila saja kalau harus bergerak cepat dengan rok menjuntai seperti itu. Sebelum bisa menyelesaikan misi, salah-salah sudah ketahuan duluan.
Ketika sudah yakin semuanya siap, Isel mulai bergabung dengan yang pelayan lain. Dia memilih untuk ikut membawa bahan masakan dari truk di luar ke dalam dapur. Tidak ada yang memerhatikan keberadaannya karena semuanya sibuk bekerja.
"Taruh parsley itu di meja sana!" seru salah seorang pekerja dapur memberinya perintah begitu dia masuk ke ruangan.
Isel mengangguk dan mengikuti perintah. Kebetulan sekali, dia memang mau ke meja yang ada di pojok itu. Untung saja dia mengambil parsley setelah tadi mengangkut botol-botol sampanye dan kotak kayu ukuran sedang berisi buah bit. Gadis itu melirik ke sekeliling sembari menaruh barang bawaannya. Saat wanita pekerja dapur itu sibuk memberi aba-aba, Isel mendorong tatakan pisau dari meja.
Suara bising muncul kala tatakan pisau itu jatuh ke lantai. Isel buru-buru meminta maaf kala beberapa pasang mata memelotot ke arahnya. Sambil membereskan pisau yang berserakan dan menaruh kembali ke tatakannya, dia menarik satu pisau buah mungil dan menyelipkannya ke wadah belati yang diletakkannya di paha. Dia memang sengaja mengikatkan wadahnya saja di sana dan berniat mencari senjata di dapur agar terhindar dari pemeriksaan dan deteksi logam. Alasan inilah yang membuatnya memilih menyamar jadi pelayan selama pesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
One : En Passant
FantasyBuku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komplotan pembunuh bayaran. Namun, tidak ada yang pernah bertemu Khisfire--lebih tepatnya tidak pernah a...