Chapter 35. Latvian Gambit (Part 4)

67 25 0
                                    


Menjelang senja, Max dan Byul sampai di depan kantor kepolisian. Saat mereka hendak turun, banyak anggota Caragan yang masuk ke dalam mobil dengan senjata dan perlengkapan lengkap. Rasanya aneh saja karena mendadak banyak orang bersiap seperti itu seolah-olah ada kejadian sangat penting hingga mengharuskan sebagian besar anggota Caragan untuk ikut andil.

"Ada apa ya, Byul?" tanyanya.

"Entahlah, Senior."

"Coba kau cari tahu!" pintanya.

"Tapi kan kita diminta ke kantor, Senior."

"Nanti saja," katanya tanpa menatap Byul. Max belum mengalihkan matanya dari manusia-manusia yang berjejal masuk ke dalam mobil itu. Sepertinya mereka mengemban misi maha penting dan dia harus tahu soal itu.

"Aku akan keluar dan cari tahu, Senior."

Max mengangguk setuju. Meski dia tidak yakin Byul akan menemukan sesuatu, tetapi dia memilih percaya dan menunggu. Toh, tidak ada ruginya membuang waktu sebentar saja. Lagi pula, kalau tidak ada hal menarik maka tinggal masuk ke kantor dan menerima kemarahan atasan. Max mengamati byul yang tengah memoles bibirnya dengan senyuman dan bertanya seperti junior yang menghormati senior. Gadis itu memang sangat sopan dan cukup pintar dalam urusan mengorek sesuatu. Berbeda dengan image-nya sendiri sebagai pengecut dan pesakitan, Byul adalah junior imut yang disayang semua orang.

"Ada yang kau temukan?" tanyanya begitu Byul masuk kembali ke dalam mobil.

"Mereka akan ke istana."

"Apa?"

"Entahlah. Aku tidak dapat informasi lebih banyak dari itu."

"Menurutmu ada kejadian besar apa sampai mereka mengundang Caragan saat Enslet juga ada di istana?"

"Kalau itu aku tidak tahu Senior."

Max mengetuk roda kemudi dan menarik napas. Rasanya ada yang tidak beres dengan semua ini. Dia lalu menoleh untuk menatap Byul.

"Turun!" katanya.

"Apa Senior?"

"Turunlah, Byul!"

Gadis itu menuruti permintaan Max. Dia turun dari mobil, meski begitu Byul tidak langsung pergi. Sepertinya masih menunggu Max untuk ikut turun juga.

"Katakan pada Count Docherty, aku membolos keluar dan kamu diturunkan di pinggir jalan tanpa tahu apa-apa!" katanya.

"Apa maksudnya? Memangnya senior mau ke mana?"

"Tolong ya, Byul!" sahut Max sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Senior mau ke mana?"

Suara Byul masih terdengar, tetapi pria itu langsung menekan pedal gas ketika melihat Raphael bergerak keluar dari gedung utama. Max memutar roda kemudi dan meningkatkan kecepatan mobilnya hingga tidak membutuhkan waktu lama sampai mobil itu memelesat di jalanan dan meninggalkan kantor Caragan. Ponselnya berdering beberapa kali dan nama Byul tertera di layar, hanya saja Max memilih mengabaikan panggilan telepon gadis itu.

Dia bisa saja mengajak gadis itu untuk ikut serta, tetapi membawa Byul dalam masalah lain—yang mungkin lebih besar—bukan pilihan bijak. Meski dia adalah partner yang buruk dan tidak bisa menjamin karir Byul akan mulus serta lancar jika bersamanya, tapi Max berusaha untuk tidak membuat gadis itu masuk dalam bahaya. Apalagi dengan terlibatnya banyak anggota Caragan dan lokasi tujuannya adalah istana maka bisa disimpulkan kalau akan ada hal yang besar dan mungkin kejadian berbahaya sedang terjadi. Meski dia sama sekali tidak bisa menebak kejadian luar biasa macam apa yang sampai menghebohkan seperti itu.

Malam sudah benar-benar turun kala Max sampai di sekitar istana. Dia sengaja memisahkan diri dari anggota Caragan lain dan memilih untuk menunggu sambil mengamati saja. Dia memarkir mobilnya cukup jauh hingga tidak tersadari keberadaannya, tetapi dalam jarak yang cukup dekat untuk sekedar mengamati situasi. Sejujurnya, Max tidak terlalu ingin terlibat. Dia hanya ingin tahu apa yang akan terjadi dan rasa penasaran itu menusuk serta mendorongnya ke tempat ini.

Suasana istana cukup sepi jadi Max memilih untuk membalas pesan singkat yang dikirimkan Byul sembari menunggu. Setelahnya dia mengambil rokok dan pikirannya melayang. Kali ini dia memikirkan kembali soal pertanyaan Byul tentang alasannya yang sangat yakin kalau Khisfire adalah dalang di balik kematian ayahnya. Soal organisasi itu, dia memang tidak pernah bukti kuat. Khisfire terlalu licin hingga sulit ditangkap, kalaupun ada yang berhasil menyentuh ekornya maka dia bisa membuat seseorang itu tergelincir menuju kematian. Namun, penyelidikannya selama bertahun-tahun juga tidak sepenuhnya sia-sia. Meski tidak banyak informas yang didapat, akan tetapi dia tidak terlalu buta seperti sebelumnya.

Nama pemimpin Khisfire bernama Kireet. Katanya tidak ada yang pernah bertemu dengannya. Kalaupun pernah bertemu maka tidak ada cerita orang itu keluar dalam keadaan hidup. Organisasi itu juga tidak membunuh secara sembarangan, mereka bergerak teratur dan terorganisir. Cara membunuhnya pun misterius, tidak meninggalkan jejak dan rapi hingga nyaris mirip kecelakaan. Hal yang sama terjadi pada ayahnya. Ayahnya mendadak gantung diri tanpa alasan lalu tidak lama setelah rumahnya terbakar. Orang luar akan berpikir, ayahnya meninggal karena bunuh diri akibat kehilanga rumah, istri serta calon bayinya. Max pun akan berpikir demikian kalau saja tidak melihat orang-orang berpakaian hitam yang pergi dari rumahnya saat kebakaran terjadi. Ayahnya tidak ada di rumah saat itu, tetapi dia dan ibunya yang selamat dari kebakaran saat itu jadi semuanya mungkin akan baik-baik saja. Mereka bisa pulang dulu ke rumah kakek dan hidup berdua bersama ibunya sampai adiknya lahir. Max bahkan berjanji akan menjadi kakak yang baik bagi adiknya.

Namun, semua harapan itu sirna. Ketika api berhasil dipadamkan, ibunya malah roboh sambil memegangi perut besarnya. Dalam perjalanan ke rumah sakit ibunya mendadak kejang dan mulutnya berbusa. Matanya bahkan mulai melelehkan darah. Busa bercampur darah juga keluar dari mulutnya. Saat itu, ibunya mulai menggumamkan soal api hitam. Paramedis sibuk memberikan pertolongan dan mengabaikan racauan itu, begitu juga dengan dirinya yang snagat ketakutan. Hanya saja, saat dia memeluk ibunya terakhir kali, tidak ada pesan terakhir yang disampaikan. Wanita itu hanya membisikkan soal api hitam di telinganya. Hal yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh Max.

Ibu dan calon adiknya meninggal malam itu. Ayahnya meninggal di hari berikutnya karena bunuh diri. Max kehilangan segalanya dalam waktu semalam. Yatim piatu, sebatang kara, tidak pernah melihat adiknya terlahir ke dunia dan dia tidak pernah menjadi kakak. Ayahnya dibilang bunuh diri, sementara ibunya hanya divonis meninggal karena terlalu banyak menghirup gas selama kebakaran. Hanya saja, gas jenis apa yang bisa membuat seseorang melelehkan darah dari matanya. Baru bertahun setelahnya, Max tahu kalau penyebab kematian itu adalah Rosary.

Rosary adalah racun yang bisa membuat penderita demam, mual, mulutnya berbusa bahkan merusak ginjal, kandung kemih, pendarahan retina dan organ dalam lainnya. Racun itu juga mencegah sintesis protein, gangguan gula darah dan menyebalkan kegagalan organ dalam sekejap. Orang dengan kondisi yang sama saat itu. Korban yang terpapar pun hanya disebut sebagai korban kematian alami saja. Barulah Max menyadari kalau ibunya bukan meninggal karena kebakaran akan tetapi dibunuh. Hal itu mulai membuat Max berpikir kalau ada kemungkinan ayahnya juga mengalami kematian yang sama. Berbekal dari hal itu dia mulai merunut soal racun Rosary yang tidak umum dan api hitam lalu Khisfire, organisasi pembunuh paling berbahaya di Diliar.

Pikiran Max langsung buyar kala anggota Caragan yang semula tenang kini mendadak gaduh. Dia langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. Tidak lama setelahya mereka berderap masuk ke dalam istana. Max masih belum bisa mencerna situasi saat suara letupan terdengar dari kejauhan. Bukan hanya satu, akan tetapi berkali-kali dan bukan hanya berasal dari satu titik. Sepertinya bunyi pistol yang ditembakkan berkali-kali. Setelah itu sirine tanda bahaya terdengar.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang