Max tahu kalau Byul melirik beberapa kali ke arahnya. Mungkin gadis itu ingin bertanya, hanya saja belum menemukan cara tepat untuk mengutarakan. Max sendiri cukup sadar diri kalau tindakannya sekarang bisa membawanya pada masalah besar. Bukan hanya pada dirinya, tetapi juga bisa berimbas pada gadis itu.
"Aku tidak akan melibatkanmu, Byul. Jangan khawatir!" katanya.
"Bukan itu masalahnya, Senior," tukas Byul cepat. Dia mengalihkan pandangannya dari layar komputernya lalu menatap Max.
"Lalu apa? Kau takut dideportasi ke negara nenek moyangmu atau apa?" sahut Max lagi sambil menekan mouse kuat-kuat.
Byul terlihat melirik ke segala arah sebelum menggeser kursinya mendekati Max. Gadis itu jadi sangat waspada pada lingkungan sekitar sejak kepulangan mereka dari tempat kejadian perkara sore tadi. Kewaspadaan itu tetap belum hilang padahal sekarang sudah menjelang pagi dan tidak ada siapa pun di tempat ini.
"Apa yang akan Senior lakukan dengan ponsel dan celana dalam itu?" tanyanya.
Max mengulum senyuman. Tentu saja ada yang harus dilakukannya dengan ponsel milik korban dan celana dalam yang ditemukannya di mobil. Kalau perkiraannya benar maka semua ini akan menuntunnya pada hal yang menyenangkan.
"Aku akan kembalikan semuanya ke gudang barang bukti jika sudah selesai memastikan semuanya?"
"Memastikan apa, Senior?"
"Memastikan kalau kau sudah selesai membuka seluruh data ponsel ini dan menduplikasinya di tempat lain." Max mengedikkan bahu.
"Senior!" Byul lalu menarik napas. Mungkin dia sudah sebal karena diperintahkan untuk memindahkan data ponsel yang mereka temukan sekaligus menduplikasi isinya.
"Memastikan identitas 1531, korban kecelakaan, pencurian dokumen sampai pernyusupan di rumah Marquess Hastings berkaitan dengan celana dalam ini." Mas mengetuk plastik bening berisi pakaian dalam dengan motif macan tutul yang ditemukannya di bawah kursi penumpang. "Jadi kamu duplikasi saja telepon korban sementara aku mencari tahu hal ini."
Byul hanya bisa menggeleng dan sepertinya memilih untuk menyerah serta tidak mendebat lagi. Gadis itu sekarang kembali sibuk di depan komputernya sambil sesekali menyesap kopi—yang mungkin sudah dingin. Sementara Max sendiri mulai melacak keberadaan nomor ponsel yang menelepon korban kecelakaan—yang sepertinya bernama Noel—tadi. Dia tidak bisa meminta keterangan pelanggan tanpa surat perintah resmi makanya Max melakukan cara ini. Dirinya juga tidak bisa meminta bantuan departemen lain untuk mengurus semua ini karena sekarang dia sedang menggelapkan barang bukti.
Mungkin hukuman soal penggelapan barang bukti ini akan datang tidak lama lagi, hanya saja dia tidak peduli. Max tidak bisa mengabaikan fakta celana dalam motif macan tutul curian yang berkaitan dengan korban kecelakaan yang mendadak tidak ditemukan lalu pencurian di salah satu rumah pejabat pening sampai penyusupan kediaman Marquess Hastings. Semua ini terlalu besar untuk dikubur begitu saja dan tidak diselidiki lebih dalam. Berbekal keyakinan jika mengabaikan semua kejadian ini hanya akan membuat barang bukti penting itu mengendap di gudang saja. Dia bisa berpikir begitu karena kasus pembunuhan atau konspirasi apa pun pasti akan segera terkubur dan dianggap tidak pernah terjadi jika berurusan dengan perebutan kekuasaan. Jadi tidak ada salahnya Max meminjam benda itu sebentar untuk memuaskan rasa penasarannya.
"Kita lihat siapa dirimu 1531," gumamnya.
Bibirnya terangkat sedikit membentuk senyuman ketika proses pembajakan data diri pengguna di perusahaan provider milik negara itu sebentar lagi akan selesai. Dia nyaris berseru kala file yang diunduhnya sudah terbuka sepenuhnya. Pria itu lalu memajukan badan dan mulai mengetukkan ujung jari di atas tuts keyboard. Tidak lama setelahnya data lengkap pelanggan yang dicari muncul di laman pencarian.
KAMU SEDANG MEMBACA
One : En Passant
FantasyBuku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komplotan pembunuh bayaran. Namun, tidak ada yang pernah bertemu Khisfire--lebih tepatnya tidak pernah a...