Regis hanya masuk berdua bersama Asher, sementara Casein mampir entah ke mana. Katanya hanya ada keperluan. Dia sendiri tidak ingin tahu juga urusan yang dikerjakan oleh pria menyebalkan itu. Saat Casein absen maka akan berkurang yang harus didengarkannya dan telinganya bebas dari polusi jadi hasil akhirnya tetap menyenangkan untuknya.
Istana ini sepi, hal yang jarang sekali terjadi. Entah karena hari sudah beranjak larut atau cuaca yang begitu dingin membuat orang-orang malas berkeliaran. Meski begitu, tetap ada selusin pelayan dan pengawal yang berjaga di depan ruangan yang ditempati oleh raja Argus, raja ke tiga puluh delapan negeri ini. Ayah kandungnya yang menyebalkan dan kepala negara yang katanya adil bijaksana serta dihormati rakyat Diliar.
"Yang Mulia Pangeran!" sambut pelayan dan pengawal yang berjaga. Mereka membungkuk bersamaan.
"Ayah memintaku datang malam ini," katanya menjelaskan tujuannya.
"Silahkan masuk, Baginda sudah menunggu dari tadi!"
Regis mengangguk pada Asher dan pengawalnya itu juga menjawab dengan cara yang sama. Asher akan berjaga di depan pintu bersama pengawal lain sementara Regis akan masuk sendirian. Saat pintu kayu besar itu terbuka, Regis melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.
"Kau sudah datang!" sapa pria itu begitu Regis berjalan mendekat.
Di mejanya kini tersedia papan catur yang masih tertata rapi. Melihat hal itu, Regis hanya bisa mendengus pelan. Orang tua ini mengundangnya hanya untuk bermain catur malam-malam begini. Memangnya pria ini pikir orang lain tidak repot apa.
"Memangnya Ayah tidak punya kerjaan lain apa?" tanyanya ketus sambil membanting pantat di atas sofa.
"Ayah ingin bermain denganmu, putraku," katanya sambil mendorong satu pion putih ke tengah papan, tepat di bagian papan e4.
Regis tersenyum. Dia lalu mendorong satu pion hitam ke titik e5, tepat di dekat pion putih yang didorong Argus sekitar satu menit lalu. Pria tua itu tersenyum lalu mendorong pion kuda ke titik f3, tepat berada di sudut dekat pion putih miliknya. Regis bergerak kembali untuk memblokir pergerakan pion putih dengan mendorong satu poin hitam ke titik f5, sejajar dengan pion miliknya sebelumnya.
"Latvian gambit?" ucap Argus sambil menarik cerutu dan mulai menyalakan ujungnya.
"Karena aku rindu kasurku," sahut Regis.
"Jadi kau ingin permainan ini segera berakhir dengan memilih pembuka yang agresif?"
Regis mengangkat bahu. "Aku tidak punya pilihan lain kan kalau berhadapan dengan raja tiran yang mendadak kurang kerjaan."
Argus terkekeh pelan hingga membuatnya terbatuk beberapa kali. Mungkin efek asap yang dan nikotin yang kini diisapnya. "Mendadak aku merasa sangat berkuasa."
"Berbahagialah sebentar karena Ayah mendadak sangat punya otoritas."
"Kau benar. Andai aku memang sekuat itu maka Rafaela tidak akan mati begitu saja," gumamnya pelan.
Regis berdeham pelan. Dia paling tidak suka membahas kematian ibunya dan ketidakmampuan ayahnya untuk menguak semua itu dan menghukum pelakunya. Karena kalau ayahnya sampai melakukan itu maka Diliar mungkin akan hancur. Argus lebih memilih membiarkan hatinya beserta hati anak bungsunya yang hancur dibandingkan merusak negaranya. Hal yang membuat Regis menyadari kalau dirinya tetaplah bukan prioritas dibanding kekuasaan, keluarga kerajaan, para bangsawan dan jutaan rakyat Diliar.
"Berhentilah merokok, Ayah!" pinta Regis mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa? Agar aku tidak cepat mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
One : En Passant
FantasyBuku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komplotan pembunuh bayaran. Namun, tidak ada yang pernah bertemu Khisfire--lebih tepatnya tidak pernah a...