Dengan bantuan Byul, Max bisa melarikan diri dari ruang tahanan dan melacak keberadaan mobil yang menabraknya beberapa malam lalu. Memang membutuhkan waktu lebih dari setengah hari untuk menemukan rute perjalanan dan akhirnya dia sampai di tempat ini. Max tidak berharap banyak, tetapi dengan datang ke tempat ini setidaknya dia akan menemukan jalan keluar. Kedatangannya memang tidak langsung diterima. Namun, dia bersikeras menunggu di mobil dan menolak untuk pergi. Baru menjelang tengah malam akhirnya dia diizinkan masuk. Melihat perlakuan ini benar-benar membuatnya ingin tertawa. Regis hanya buronan dan dia masih bertingkah seolah dirinya masih pangeran saja.
"Kita mau ke mana?" tanya Max sambil berjalan terseok-seok karena yang terlihat di matanya hanya kegelapan.
Tidak ada jawaban. Hanya saja, Max yakin kalau orang yang membawanya kini masih ada di dekatnya karena suara langkah kakinya masih terdengar. Mungkin sekarang dirinya dibimbing untuk memasuki lorong rahasia atau sejenisnya karena saat tadi Regis bersedia bertemu dengannya mendadak ada dua orang yang mengikat tangan dan menutup matanya. Setelah itu dia semacam binatang ternak yang ditarik dengan tali untuk berjalan.
Satu hal yang dia tahu, tempat yang didatanginya semacam markas rahasia. Awalnya dia juga berpikir kalau Byul mungkin melantur kala mengatakan kalau dia menemukan mobil yang menabraknya kini tengah terparkir di depan sebuah pos pendakian gunung tertinggi di Diliar. Dia pikir mobil itu memang sengaja ditinggalkan di sana. Akan tetapi, dia mulai paham kalau Byul benar karena sikap dua orang penjaga pos itu langsung berubah dingin saat ditanyai soal mobil itu.
"Berhenti!" kata orang yang tadi memasangkan tali di tangan Max.
Max langsung menghentikan langkah. Dia juga membiarkan mereka melepaskan tali di pergelangan tangannya dan penutup di matanya. Pria itu mengerjap lalu menatap ke sekeliling. Tempat ini tidak seperti gubuk di tengah gunung atau apa, akan tetapi lebih terlihat seperti bangunan biasa dengan penerangan cukup baik. Sekarang dirinya ada di dalam bangunan yang mirip dengan bagian dalam rumah bangsawan pada umumnya. Bahkan ada chandelier juga yang menggantung di langit-langit. Ini luar biasa, padahal seingatnya, tadi dia tidak berjalan terlalu jauh. Sebenarnya ini di mana?
"Putra Count Graham, Maxmillian Graham?"
Max terkesiap kala mendengar seseorang menyebut nama lengkap beserta nama ayahnya. Dia mencari arah datangnya suara dan menemukan pemuda berambut putih duduk di kursi yang ada di ujung meja panjang. Jantungnya rasanya hampir mencelat kala menemukan mata biru muda itu kini menatap kepadanya.
"Yang Mulai, Pangeran Regis!" katanya sambil buru-buru membungkuk untuk memberi hormat.
Pemuda itu malah menanggapi dengan kekehan pelan. "Aku baru tahu kalau kau sangat suka berbasa-basi, Tuan Graham."
"Panggil saya Max saja, Yang Mulia!" pinta Max tanpa berani mengangkat kepala.
"Oke, Max. Ada keperluan apa sampai kau datang mencariku."
Max meneguk ludah lalu berdeham pelan sebelum mengangkat kepala. Dia harus menyusun rencana jika harus berhadapan dengan orang ini. Meski masih muda dan sekarang jadi buronan juga, tetapi Regis punya reputasi mengerikan. Katanya dia sangat pintar bahkan sampai membuat Ratu ingin sekali membunuhnya.
"Saya dengar Anda jadi buronan karena dicurigai membunuh Baginda Raja."
"Iya, lalu?"
"Saya berniat membantu Anda untuk membersihkan nama baik Anda, Yang Mulia."
"Kenapa?" tanya Regis datar.
Luar biasa. Pemuda itu bahkan tidak kaget saat dirinya menawarkan bantuan. Max meneguk ludah dan berusaha menyusun kata-katanya setenang yang dia bisa.
"Karena saya tahu bukan Anda yang melakukan semua itu. Saya adalah penyelidik yang menangani kasus pembunuhan Baron Millar dan Viscount Diarte. Saya tahu kalau pembunuhan mereka bukan ulah Yang Mulia, tetapi orang lain."
"Menurutmu siapa orang itu?"
"Khisfire, Yang Mulia."
"Hmmm, menarik. Lalu apa yang kau inginkan sebagai imbalan?"
Max mencoba menyembunyikan senyuman. Ternyata semudah ini, padahal dia pikir Regis akan memberikan banyak tuntutan atau pertanyaan sebelum bertanya soal apa yang dia inginkan.
"Saya ingin kode akses untuk melihat kasus kematian ayah saya serta kebakaran di rumah saya lima belas tahun lalu."
"Baiklah. Cuma yang kuinginkan bukan hanya nama baik, Max."
"Kalau begitu apa yang Anda inginkan?"
"Aku tidak ingin lagi jadi pangeran, tapi aku juga tidak mau jadi buronan. Jadi aku ingin kamu membantuku untuk jadi pemilik Diliar."
"Pemilik Diliar? Maksudnya raja?" Max belum bisa menelan kekagetannya yang muncul. Pemintaan pemuda ini sama sekali tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
"Iya. Bantu aku jadi raja Diliar dan aku akan berikan akses menuju dokumen ayahmu." Regis sekarang mengangkat sudut bibirnya membentuk senyum miring. Melihat ekspresi wajahnya sekarang benar-benar mengerikan, mirip binatang buas yang pura-pura jinak.
"Ja—jadi Anda merencanakan pemberontakan?"
"Iya, kenapa? Kau keberatan?"
"Buu—bukan begitu, tapi—"
"Dengar Maxmillian Graham. Aku tahu kau sudah dipecat dari Caragan. Jadi rasanya tidak ada yang bisa kau tawarkan padaku selain itu. Ya, kecuali kau punya tawaran yang lebih menarik." Regis mengangkat bahu.
Tangan Max mengepal mendengar penghinaan itu. Dasar belagu dan banyak tingkah padahal hanya buronan. Namun, karena semua yang dikatakannya itu benar maka dia tidak bisa membantah. Akan tetapi, pemberontakan itu bukan hal yang dia inginkan. Dia hanya ingin membantu memecahkan kasus ini dan mendapatkan akses menuju dokumen ayahnya. Hanya itu saja, tanpa perlu jadi musuh nasional. Meski begitu, untuk membuka akses semacam itu maka saat Regis jadi raja semuanya akan jadi lebih mudah. Saat Max mendongak dia menemukan seringai di wajah dingin itu. Rasanya menyebalkan saat seseorang mengendalikan dirinya dan tidak bisa melepaskan diri meski sangat sadar kalau sedang dipengaruhi.
"Oh, ya di sini juga ada Iselin Gray."
"Apa?"
"Aku tahu kau mengejar Iselin akhir-akhir ini dan dia memutuskan untuk bergabung denganku. Jadi aku tidak bisa menyerahkan dia padamu. Kalau kamu memang membutuhkan Iselin maka putuskan segera. Kau mau terima tawaranku atau tidak!" kata Regis lagi saat Max tidak kunjung menjawab.
Max mengetatkan kepalan tangannya. Iselin bahkan ada di sini, orang yang selama ini dikejarnya. Kalau benar Iselin ada di pihak Regis maka tidak ada pilihan lain sekarang. Lagi pula, kalau melepaskan kesempatan ini maka belum tentu dia akan keluar hidup-hidup. Regis pasti akan melakukan apa pun untuk membunuh semua orang yang pernah bertemu dengannya. Ah, masa bodoh. Mungkin lebih baik dicoba dulu baru setelahnya mencari jalan keluar. Lagi pula, tim yang timpang jenis apa yang bisa dibentuk dari pembunuh nasional, pencuri dan mantan opsir polisi. Mungkin ini akan jadi tim pemberontak yang paling cacat dalam sejarah. Meski begitu, Regis adalah satu-satunya jalan keluar saat Caragan sudah menutup pintu untuknya. Pria itu menarik napas lalu pelan-pelan mengangguk.
"Baik, saya bersedia."
KAMU SEDANG MEMBACA
One : En Passant
FantasyBuku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komplotan pembunuh bayaran. Namun, tidak ada yang pernah bertemu Khisfire--lebih tepatnya tidak pernah a...