Chapter 30. Amar Opening (Part 3)

74 25 0
                                    

Butik itu masih sepi kala Max dan Byul bergerak masuk dan langsung menuju ke kasir. Awalnya beberapa pegawai yang sedang bersih-bersih tidak terlalu memperhatikan, akan tetapi saat Max mengeluarkan plastik bening berisi celana dalam motif macan—yang dicurigai sebagai benda milik Iselin—mereka langsung mengarahkan matanya pada meja kasir. Wajah Byul merah padam hingga berusaha menyembunyikan semburatnya di balik tudung jaket. Sementara Max memilih untuk tidak peduli dan mendorong celana dalam itu mendekat pada karyawan yang ada di balik meja.

"Kamu ingat kami, kan?" tanyanya langsung.

Karyawan itu terlihat berpikir sejenak. Sepertinya tengah mengingat-ingat. "Caragan?" tebaknya.

"Iya. Kami datang beberapa hari lalu untuk memeriksa kasus pencurian di butik ini." Max menjelaskan.

"Lalu?"

"Kami temukan ini di lokasi kejahatan. Apakah kau bisa memeriksa apakah ini produk butik kalian?"

"Tapi, kami—kami—"

"Kami tidak akan melibatkan kalian karena butik ini juga korban. Satu hal yang kami perlukan hanya informasi soal celana dalam ini!" Max langsung menjelaskan tanpa ingin berbasa-basi lebih lama lagi.

"Sebentar saya akan memeriksanya dulu, Tuan," kata karyawan wanita itu sambil menunduk, warna pipinya juga berubah jadi lebih merah.

"Iya. Kurasa kamu bisa mencarinya dari list barang kalian yang sempat hilang beberapa hari lalu."

"Baik."

Karyawan wanita itu terlihat sibuk mencocokkan barang dengan data yang dimiliki butik serta footage cctv terakhir. Sebenarnya Max sudah bisa menebak kalau celana dalam itu berasal dari butik ini dan sempat dicuri Iselin. Akan tetapi, dia hanya perlu memastikan dan statement penjaga butik akan sangat berguna nanti. Walaupun sejujurnya Max tidak yakin apakah kode pakaian yang bukan dari jenis edisi terbatas atau custom design bisa diperiksa. Karyawan wanita itu terlihat sibuk, sesekali dia menelepon. Sementara itu Max masih sabar menunggu dan Byul terlihat memilih bermain dengan ponselnya.

"Tuan!"

"Ya?" Max langsung menatap wanita itu lekat-lekat.

"Saya sudah cek ke desainer yang mendesain model ini. Memang benar celana dalam dengan kode yang tertera berasal dari butik ini."

"Beneran bisa diperiksa?" Byul mendadak tertarik.

"Bisa. Ini kode desainnya ada di bagian dalam," katanya sambil meneraik ujung label yang ada di bagian dalam celana dalam. Saat Max dan Byul mengangguk, karyawan wanita itu melanjutkan penjelasannya. "Butik kami memang mendesain serta memproduksi sendiri produk yang akan dipasarkan."

"Oh, aku baru tahu. Pantas harganya mahal ya!" tukas Byul sambil mengamati sekeliling.

Wanita itu hanya tersenyum, tanpa mengatakan apa pun untuk menimpali komentar yang baru saja dilontarkan oleh gadis itu.

"Kalau begitu, apa kamu bisa membagi data yang kamu dapatkan pada kami?" pinta Max sambil mengulurkan flashdisk untuk memindahkan data.

"Tentu saja. Tunggu sebentar!"

Max berusaha keras mengulum senyuman yang memoles bibirnya. Akhirnya dia mendapatkan hal dicarinya. Hal terakhir yang diperlukan hanyalah menangkap Iselin lalu menginterogasi gadis itu. Mungkin dia akan mendapatkan kenaikan jabatan dan menampar pipi Raphael dengan laporan kasus fenomenal lalu dia bisa mengatai pria menyebalkan itu sebagai jelmaan anjing. Kalau mengingat wajah orang itu membuat produksi air liur di mulut Max mendadak naik drastis.

Setelah mendapatkan data yang diinginkan, Max mengucapkan terima kasih lalu beranjak pergi. Hari masih terlalu pagi, tetapi semua itu tidak menghentikan Max untuk terus bergerak. Byul juga tidak melemparkan protes meski gadis itu pasti sangat lelah dan lebih berharap menemukan kasur dibanding melakukan misi berbahaya. Mereka sudah melacak lokasi nomor Iselin. Gadis itu masih ada di distrik sembilan belas—mungkin tempat tinggalnya. Max cukup kagum dengan nyali gadis itu yang tidak bergerak sejak semalam dan mungkin sedang bersantai di rumahnya. Ya, memang dia belum resmi menjadi buronan. Akan tetapi, bersikap sesantai itu juga aneh.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang