Chapter 2. Bird's opening (Part 2)

326 56 6
                                    


Kakinya melangkah cepat memasuki salah satu kompleks perumahan mewah. Dia memandangi sekeliling, mencari lokasi keberadaan CCTV. Membuat wajahnya terekam kamera bukan hal yang patut dibanggakan. Jemarinya dengan cepat menarik topi ke depan hingga lidahnya cukup untuk menutupi wajah.

Menutup wajah dengan masker, dia malas melakukannya. Pokoknya, bibir merahnya harus terlihat, meskipun tidak ada yang melihat. Bukan karena dia menerima endorse produk lipstik, lagi pula mana ada online shop yang akan memberikan endorse pada pencuri sepertinya. Isel hanya perlu sedikit sentuhan feminim dalam aksi heroik. Aneh! Ah! Sudahlah, terima saja apa adanya.

Lokasi target ada di tengah perumahan ini. Dia berrgerak lebih cepat kali ini. Kakinya dengan cekatan memanjat pagar saat tangannya berhasil menggapai salah satu batu bata yang menonjol sebagai salah satu pegangan. Selanjutnya dia memakainya sebagai pijakan kaki saat tubuhnya sudah merangkak ke atas. Isel mendarat ringan di balik pagar si pemilik rumah yang tadi disusupinya. Bayangannya tertutup rimbunnya semak tanaman hias.

Aman.

Dia mendongak, mencari ruangan dengan lampu padam. Biasanya lokasi akan lebih mudah dimasuki kalau lokasinya gelap. Logikanya, dalam kegelapan semuanya menjadi samar-samar—bahkan tidak terlihat sama sekali.

Matanya terarah pada ruangan dengan lampu menyala. Sial! Ruangan lokasi benda itu ada di sana. Memang tidak ada bayangan orang di ruangan tersebut, hanya saja tidak pernah ada ata seratus persen aman dalam penyusupan atau pencurian. Apalagi ini Diliar, salah satu kerajaan dengan pengamanan cukup baik. Ya, Isel tidak bisa membandingkan karena dia belum pernah mencuri di kerajaan lain. Sebagai bandit dia masih masuk skala domestik belum go international.

Isel menarik napas dan kembali memfokuskan perhatian. Matanya terkunci pada salah satu ruangan di lantai dua itu. Ke sanalah dia harus pergi. Mau tidak mau.

Tungkainya bergerak cepat menginjak rerumputan basah. Dia berusaha berjalan sepelan mungkin untuk meredam suara yang mungkin timbul. Isel buru-buru menempel di tembok rumah untuk mengaburkan bayangan. Tangannya meraih batangan besi tipis, mengigitnya di sela gigi Setelah itu, dia menaruh ujung jemari di belahan tembok. Mengangkat tubuh dengan ringan. Merangkak naik dengan cepat. Sekarang dia melompat ke balkon dan langsung berdiri di dekat tembok dan menempelkan punggungnya di sana.

Isel menarik batangan besi dari mulut, kunci serbaguna untuk mencongkel pintu dan jendela. Dia berbalik dan memasukkan kunci itu ke dalam lubang. Memutar benda itu dengan cepat. Napas lega terlempar dari hidungnya kala daun jendela bergeser pelan. Dia menarik daun jendela itu hingga gorden kain menampar wajah saat itu juga. Untunglah, tidak ada jeruji besi yang menghalangi jalan. Dia tinggal masuk dan mengambil benda itu. Isel sekarang menaruh kakinya di birai jendela sebelum melompat turun. Kegelapan menyambut di dalam sana.

Isel menarik napas dan membulatkan tekad sebelum kembali bergerak. Dia mengangkat tubuh, mendarat tanpa suara di lantai rumah itu. Memindai kondisi rumah lalu bergerak cepat menuju pintu keluar. Kepalanya menengok ke kiri dan ke kanan untuk memindai situasi. Rumah ini tenang dan sepi.

Gadis itu langsung mengendap di koridor, melangkahkan kaki sepelan mungkin untuk meminimalisir suara yang timbul. Brankas itu ada di ruang sebelah—setidaknya itu menurut petunjuk Bos—jadi dia harus bergerak belasan langkah lagi.

Isel sampai di depan ruangan yang diduga menjadi kamar brankas itu. Pintu ruangan itu tertutup rapat. Dia menempelkan telinga di permukaan daun pintu. Senyap. Tidak ada suara dari dalam. Isel menoleh lagi ke segala arah sebelum memutar kenop pintu. Daun pintu itu tidak bergerak. Benda ini terkunci.

Jemarinya dengan cepat mengambil kembali logam silinder ukuran mungil dan memasukkannya ke dalam lubang kunci. Dia memutar benda itu dengan cepat. Menarik napas lega kala merasakan bagian dalam kunci pintu bergeser. Gadis itu melongokkan kepala terlebih dahulu, untuk memastikan tidak ada orang di ruangan itu. Disergap dari dalam ruangan rasanya tidak lucu.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang