Chapter 29. Amar Opening (Part 2)

68 25 0
                                    


Isel tidak tahu berapa lama waktu berjalan dari hutan sampai ke kota terdekat. Wanita-wanita itu masih berbicara satu sama lain. Sementara Isel masih mencoba untuk menyembunyikan diri semaksimal mungkin. Meski semua itu tidak mungkin terjadi, tubuhnya tidak mungkin bisa menyusut atau mendadak jadi transparan. Untung saja, wanita-wanita itu sepertinya tetap mengabaikannya hingga setidaknya dia merasa sedikit tenang sekarang. Walaupun sesekali dia merasakan lirikan mata si rambut pirang, hanya saja semua itu masih bisa ditahan.

Matanya sekarang berpindah ke ponselnya. Tadi Noel sempat mengangkat telepon darinya, tetapi tidak ada suara di seberang. Hanya suara berisik orang yang terus berbicara dan bercampur dengan suara lain—entah apa, makanya Isel langsung menutup sambungan telepon itu. Mungkin keypad ponsel Noel tidak sengaja tertekan hingga akhirnya panggilan teleponnya terjawab. Karena Noel sibuk makanya saat tersadar langsung dimatikan. Benar, pasti begitu. Kalau nanti dia tidak sibuk lagi maka Noel pasti akan menghubunginya. Apalagi kalau pria itu melihat kejadian yang menimpanya, mungkin dia akan sangat panik nanti.

Isel langsung berdiri kala bus sudah mencapai pinggiran kota Elard dan membutuhkan sekitar dua jam untuk sampai di dengan menggunakan taksi. Taksi bisa dijumpai di pinggiran kota jadi dia tidak perlu berlama-lama menaiki bus ini. Isel langsung berdiri dan menekan tombol untuk memberikan tanda kalau dia akan turun. Tidak lama setelahnya bus berhenti dan Isel bergerak turun.

Dia sempat menoleh kala dia berbalik setelah kakinya mencapai jalanan. Pintu bus memang sudah menutup, hanya saja mata perempuan berambut pirang itu masih menatapnya. Namun, Isel sama sekali tidak ingin memikirkan wanita-wanita itu lagi, Tidak kenal dan tidak akan bertemu lagi jadi tidak perlu memusingkan hal sepele begitu. Ada hal yang penting untuk dilakukan sekarang.

Tidak membutuhkan waktu lama dari Isel membuka aplikasi untuk mencari taksi sampai menunggu mobil itu datang. Burger yang dipesannya bahkan baru saja diberikan kepadanya ketika ada notifikasi yang menyebutkan kalau taksi itu sudah menunggu untuk dinaiki. Selama perjalanan, dia berusaha untuk tetap terjaga meski matanya terpejam beberapa kali. Dia memang lelah dan sarapan tergesa ini membuatnya semakin ingin tidur saja. Namun, Isel masih ingin hidup karena bisa saja nyawanya akan terbawa keluar dari badan kalau dia lengah sedikit saja.

Menjelang sore, Isel baru sampai di rumahnya. Begitu masuk ke rumahnya, Isel langsung memeriksa jendelanya yang terkunci rapat. Tidak lupa untuk menutup tirai dan memastikan kalau tidak ada siapa pun yang mengintai. Distrik sembilan belas adalah lokasi di bagian tenggara kota Elard dan merupakan pemukiman kumuh yang padat penduduk. Lokasi yang dipenuhi penjahat, pria hidung belang dan para wanita penghibur.

Secara keseluruhan distrik ini adalah tempat berkumpulnya sampah masyarakat. Dia bisa saja memilih lokasi lain untuk tinggal, akan tetapi distrik ini menyediakan perlindungan karena polisi tidak bisa sembarangan masuk ke tempat ini. Tentu saja, mereka yang memiliki nyali besar tetap bisa masuk, akan tetapi terkadang ada yang tidak bisa keluar hidup-hidup. Selain itu, distrik ini juga mennyediakan rute pelarian yang strategis dan lebih cepat saat mendadak jadi buronan. Yang terpenting, orang-orang di tempat ini tidak mengurusi urusan orang lain. Semacam kesepakatan bersama untuk tidak saling mengganggu toh pekerjaan yang dilakukan juga sama kotornya. Setelah mengamati selama beberapa menit dan sudah yakin kalau semuanya aman, Isel memilih untuk mandi dulu.

Gadis itu lalu menyeduh teh dan menyalakan pesawat televisi untuk memeriksa perkembangan berita. Mungkin dirinya sudah jadi buronan sekarang. Meski belum ada pemberitaan lebih lanjut dan dirinya belum dipastikan sebagai tersangka, rasanya semua ini membuatnya tetap tidak tenang. Dia masih belum percaya kalau mendadak tertuduh jadi pembunuh hanya dalam semalam. Bukan berarti dia merasa kalau karirnya sebagai pencuri ini cukup terpuji dan membanggakan, akan tetapi tidak pernah terpikir dalam hidupnya kalau dirinya akan jadi pembunuh. Apalagi tertuduh membunuh padahal dia sama sekali tidak menyentuh korbannya.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang