Chapter 39. The Sokolsky (Part 1)

68 24 0
                                    


Max langsung keluar dari dari mobilnya dan ikut berlari menuju istana. Dia memang cukup tertinggal dibanding anggota Enslet dan Caragan yang sejak tadi sudah berjaga di dekat pagar tinggi yang membatasi kompleks bangunan milik keluarga raja dan dunia luar itu. Namun, dia berusaha mempercepat langkah untuk mengejar. Sementara itu bunyi tembakan semakin gencar terdengar, bercampur dengan suara sirine dan teriakan manusia. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa istana sampai sekacau ini? Memangnya tempat itu jadi medan perang atau apa? Mungkinkah Khisfire benar-benar mulai melakukan kudeta dan menyerang istana?

Ah, rasanya itu tidak mungkin. Mereka mungkin organisasi bawah tanah paling menyeramkan, akan tetapi kudeta dan revolusi itu suatu hal yang berbeda. Lagi pula, di zaman modern seperti sekarang ini rasanya tidak umum memperebutkan kekuasaan di dalam satu negara meski tidak menutup kemungkinan tetap banyak terjadi di negara lain. Buktinya beberapa negara di belahan timur dunia masih senang berperang dan menebar teror sampai sekarang. Max menarik napas dan mencoba menjernihkan pikirannya yang mulai melantur ke mana-mana. Perdamaian Diliar saja susah diemban, apalagi perdamaian dunia. Semua itu jelas bukan tanggung jawabnya.

Pria itu bergerak lebih cepat dan melompat masuk melalui gerbang. Berdesakkan dengan pasukan lain yang kini juga menyerbu masuk. Dia mempersiapkan pistol yang terselip di pinggangnya. Kalau terjadi sesuatu maka dia harus siap untuk melindungi dirinya sendiri. Namun, tidak lama setelah suara letupan dan tembakan itu mulai terhenti. Meski terhenti, tetapi tembakan masih sesekali terdengar. Sekarang suara-suara di dalam istana lebih didominasi dengan suara langkah kaki berderap di halaman dan perintah-perintah pengejaran yang tidak terlalu jelas meski didengarkan baik-baik.

Max yang baru saja hendak bergabung di dalam kerumuman langsung menghentikan langkah ketika matanya menemukan satu orang melompat keluar dari teras depan. Tidak lama setelahnya satu orang lagimenyusul. Pria itu menyipitkan mata dan jantungnya langsung terlonjak saat orang yang melarikan diri itu meletupkan tembakan. Tanpa membuang lebih banyak waktu untuk berpikir, Max langsung berbalik arah dan mengejar dua orang mencurigakan yang ini tengah berlari kencang melintasi halaman.

Dua orang itu bergerak sangat cepat sementara Max terseok mengikuti. Bukan karena dia tidak bisa berlari lebih cepat, akan tetapi dia memilih rute lain untuk mengejar. Semua ini demi menjaga dirinya sendiri karena dua orang yang berlari juga sambil menembak dan sedang ditembaki. Ketimbang mati konyol, Max memilih untuk jalur lebih aman, peluru yang beterbangan di udara sangat sulit diprediksi. Akibatnya, Max harus tetap mengamati mereka dan mengabaikan jalur di depannya. Hal ini membuat Max beberapa kali terseok dan nyaris terjungkal. Dia masih beruntung karena berhasil menyeimbangkan diri meski beberapa kali wajahnya hampir saja memukul tanah.

Orang-orang itu lebih tenang sekarang dan tidak lagi menembak. Saat Max menyadari kalau mereka memasuki salah satu mobil yang terparkir di lokasi terpencil, pria itu langsung berlari menuju mobilnya sendiri. Untung saja, mobilnya terparkir tidak jauh dari tempat ini. Max langsung berlari menuju sedan hitamnya dan menyalakan mesin dengan kasar. Saat mesin mobil menderu, dia langsung menarik tuas persneling dan menekan pedal gas kuat-kuat. Mobilnya langsung terlonjak sebelum akhirnya memelesat di jalanan. Sialnya, Max kalah cepat. Beberapa mobil lain kini telah berjalan lebih dulu di depannya. Meski dia memakai manuver apa pun, rasanya mustahil bisa mengejar mobil yang kini terlalu jauh di depannya, tetapi Max tidak menyerah.

Pengejaran itu berlangsung lebih brutal dari yang diperkirakan. Suara tembakan kembali terdengar. Ternyata mobil terdepan Caragan mulai melancarkan serangan. Pelurunya sempat mengenai lampu bagian belakang mobil itu dan membentur kaca, hanya saja penumpang di depan belum balas menyerang. Serangan satu arah itu tidak berlangsung lama karena saat satu lengan keluar dari kaca mobil pelarian. Beberapa detik setelahnya peluru memelesat dari moncong pistolnya, mobil Caragan mendadak mulai melakukan manuver aneh. Ketika tembakan kedua terlontar dari depan, mobil itu sepenuhnya keluar dari lintasan. Max mengerutkan kening, sebenarnya peluru itu menuju ke mana? Kenapa efek sampingnya sampai separah itu?

Mobil yang kini ada di bagian paling depan mengalami hal yang sama bahkan sebelum Max sempat memikirkan sebab dan alasannya. Pria itu melambatkan laju mobilnya sendiri. Masih ada dua kendaraan lain di depannya, kalau keduanya mengalami hal yang sama maka penembak itu sangat perlu diwaspadai. Kemampuannya jelas di atas rata-rata. Tidak, tidak, bisa jadi dia malah jadi sniper terbaik negeri ini. Tidak ada lulusan Caragan atau Enslet yang bisa menumbangkan satu mobil dengan dua kali tembakan.

Ketakutannya berubah jadi nyata. Matanya membola kala dua mobil di depannya mendadak bergerak lagi dengan cara yang aneh. Meski desingan tembakan balasan masih terdengar, akan tetapi kondisi dua mobil itu cukup mengenaskan. Satu mobil sampai terbalik di jalanan, sementara satu lainnya menabrak pembatas jalan. Gara-gara dua mobil itu telah tumbang, Max berada di bagian paling depan dalam rute pengejaran ini. Meski memang ada banyak mobil di belakang nanti, akan tetapi jaraknya cukup jauh. Sekarang hanya tinggal dirinya dan Si Sniper misterius ini di jalanan yang sepi ini. Bulu kudu Max tiba-tiba meremang kala keringat dingin mulai muncul di telapak tangan dan keningnya. Sial, seumur hidup rasanya dia belum pernah setakut ini.

Tangannya yang memegang roda masih sedingin es. Namun, Max mencoba mengalahkan ketakutannya dengan menekan pedal gas lebih kuat dari sebelumnya. Sejujurnya dia sedikit lega karena tidak ada tembakan yang meluncur dari mobil penjahat itu. Hanya saja kelegaannya tidak berlangsung lama karena mobil itu mendadak berputar. Tidak sampai lima menit benda itu sudah berbalik arah dan kini meluncur lurus ke arahnya.

"Oh, shit!" pekiknya.

Max memutar roda kemudi dan mencari jalan keluar karena bergerak mundur rasanya tidak mungkin bisa dilakukan. Namun, hal yang berhasil dilakukannya hanyalah menekan pedal rem untuk melambatkan laju mobilnya. Bunyi ban bertemu aspal jalan menimbulkan decitan yang memekakkan telinga. Suara decitan itu sekarang berubah jadi bunyi berderak ketika mobil itu menabrak bagian depan mobilnya dengan sengaja. Kepala Max membentur sandaran kursi dan hampir saja memukul roda kemudi. Untung saja, airbag di bagian kemudinya langsung menggembung begitu benturan terjadi. Bagian depan mobilnya langsung berasap sementara Max masih tersengal mencari udara. Sekarang paru-parunya rasanya mendadak seperti diperas dan oksigen di dalamnya dipaksa keluar.

Dadanya masih sesak dan dia belum berhasil menenangkan diri kala mesin mobil penjahat itu kembali menderu. Dia menarik napas lega kala mobil itu bergerak mundur. Namun, kelegaan itu hanya bertahan beberapa detik karena mobil itu kembali meluncur langsung ke arahnya.

"What the fuck!" umpatnya.

Max tidak berhenti mengumpat karena untuk kedua kalinya tertabrak oleh kendaraan yang sama dan lehernya nyaris saja putus. Kaca depan mobilnya sekarang mulai retak dan penutup mesin bagian depannya terangkat secara paksa. Bemper depannya mungkin sekarang sudah remuk dan mesinnya mungkin akan mati sebentar lagi. Ketakutan yang sejak tadi mengendap kini berubah jadi amarah. Max menekan pedal gas kuat-kuat lalu memutar roda kemudi dengan brutal. Saat mobil penabrak itu berputar dan sepertinya akan melarikan diri, dia menginjak pedal gas lebih kuat. Dengan sangat sengaja menabrak bagian belakang mobil itu sebagai balas dendam karena merasa dikerjai. Hanya saja, Max gagal memperkirakan akibat dari aksi balas dendam kecilnya. Begitu bagian belakang mobil itu tertabrak, Max langsung mendapatkan hadiah satu buah peluru yang memelesat lurus ke arahnya.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang