Chapter 17. Pirc Defense (Part 7)

86 27 0
                                    

Mata Isel menyapu layar monitor. Tugas terbarunya kini terpampang di sana, penyusupan ke rumah Marquess Hastings. Bukan hanya sekedar penyusupan, dia harus sebuah barang di sana. Barang rahasia itu akan datang saat dia bersedia untuk mengambil tugas ini. Jemarinya beberapa kali mengetuk permukaan meja. Tugasnya sebagai pencuri adalah mencuri, hanya saja misi kali ini agak berbeda. Menaruh barang di rumah target bukan salah satu job desk-nya selama ini. Bagaimana kalau barang itu berbahaya?

Isel mendengus. Tentu saja berbahaya, biasanya dia dibayar untuk tugas semacam itu. Tidak mungkin ada klien yang menyewa jasanya untuk tugas yang biasa-biasa saja. Mereka pasti ingin melakukan sesuatu yang berbahaya hingga rela merogoh kocek dalam-dalam dan membayar tenaganya. Mungkin karena tugas ini lain dari biasanya makanya ada rasa takut dan was-was yang mendadak muncul. Isel melirik koper berisi peralatan dan senjata yang tadi diambilnya. Mungkinkah Noel memang sudah tahu soal tugas ini makanya dia meminta membawa senjata segala? Kalau memang butuh senjata, sebenarnya seberapa berbahaya misi itu?

Gadis itu menarik napas lalu membuangnya beberapa detik setelahnya. Dia menyandarkan punggung di sandaran kursi. Meski dipikir sampai otak meledak pun, sepertinya dia tidak akan menolak misi ini. Tapi, bukankah tadi Noel terlihat setuju saja meski misi ini berbahaya?

Ah, iya, Noel. Mungkin lebih baik kalau bertanya pada pria itu. Isel buru-buru menegakkan punggung dan menarik ponsel dari permukaan meja. Dia menekan tombol pengunci layar dan mulai menelepon. Sambil menunggu, Isel menatap kuteks di tangannya. Mungkin setelah bertugas nanti, dia harus mewarnai kembali kukunya dengan warna biru muda atau ungu, warna hitam ini terlalu membosankan. Namun, sampai beberapa menit setelahnya Noel tidak kunjung menjawab teleponnya. Isel mendengus lagi.

"Sesibuk apa sih? Lagi jalan juga!" gerutunya sambil menuliskan pesan singkat untuk Noel.

Isel baru saja hendak menelepon Noel lagi karena pria itu tidak kunjung dijawab kala notifikasi email lain kini muncul di pojok layar komputernya. Dia membuka email baru yang masuk itu dengan ponsel di telinga. Awalnya dia membaca pesan itu dengan setengah hati, akan tetapi saat membaca isinya matanya membelalak. Isel menaruh ponselnya dan membaca email berisi tambahan informasi yang harus dipersiapkannya untuk misi kali ini.

"Gila sih ini!" gumamnya.

Informasi itu mengatakan kalau di rumah Marquess Hastings akan mengadakan pesta pekan ini. Pesta itu akan dihadiri oleh fraksi bangsawan jadi bisa dipastikan kalau banyak orang ternama yang akan hadir di sana. Isel tidak terlalu memahami arus politik di Diliar, akan tetapi pembagian fraksi di kerajaan termasuk hal umum yang diketahui rakyat jelata sepertinya. Kerajaan ini dibagi menjadi fraksi bangsawan yang mendukung Pangeran Kendell untuk menjadi raja berikutnya. Fraksi ini memiliki Duke White sebagai salah bangsawan tingkat tinggi yang menguasai pedagangan barang mewah di Diliar lalu Marquess Hastings yang memonopoli pabrik-pabrik di ibukota. Fraksi ini tidak hanya berisi dua orang ini, hanya Isel tidak tahu banyak soal yang lain dan tidak mau tahu juga.

Fraksi berikutnya adalah fraksi kerajaan. Fraksi ini berisi sekumpulan bangsawan yang setia pada raja. Hanya saja, fraksi kerajaan hanya berisi segelintir bangsawan kelas atas dan sebagian lain dihuni bangsawan kelas menengah sampai ke bawah. Mereka umumnya tidak terlihat mencolok jadi masyarakat kelas bawah tidak pernah tahu pasti kegiatan dan pergerakan mereka.

Kembali ke masalah penyusupan, masalah yang muncul adalah misi selanjutnya akan ada di kediaman Marquess Hastings, salah satu petinggi fraksi bangsawan. Sekelas Baron atau Viscount saja sulit sekali menyusup ke dalam rumahnya apalagi kalau kastanya sampai setinggi ini. Dia jadi paham alasan Noel memberikannya senjata. Tempat itu mungkin sangat berbahaya dan tidak ada jaminan bisa keluar hidup-hidup apabila menyusup dengan tangan kosong. Namun, informasi yang diterimanya soal pesta yang diadakan ini membuat pikirannya bercabang.

Kalau memang ada pesta di sana maka misinya akan lebih mudah karena banyak peran yang bisa dipilih dan digunakan sebagai kamuflase. Dia bisa berpura-pura masuk sebagai pelayan, pengantar barang atau bahkan tamu sekalian. Hanya saja, kalau ada pesta semacam itu maka apa gunanya senjata. Noel pasti sudah tahu soal pesta ini lalu kenapa dia memberikan senjata padanya?

Isel mengetuk meja dengan ujung kuku. Semakin dipikirkan rasanya semua ini jadi membingungkan. Dia menarik napas pelan lalu menyandarkan kepala di punggung kursi. Matanya menatap langit-langit sementara pikirannya melayang ke mana-mana. Noel juga mendadak sok sibuk hingga sulit dihubungi. Benar-benar aneh.

Suara ketukan yang mendadak terdengar dari pintu membuat Isel tersentak. Dia mengangkat kepala, akan tetapi tidak langsung berdiri. Ketukan itu masih terdengar sampai beberapa kali hingga Isel memilih untuk bangkit dan membuka pintu. Sesampainya di pintu, dia mengintip dari door viewer yang terpasang di atas kenop pintu. Hanya saja, dia tidak menemukan siapa pun setelah mengintip dari kacang lubang intip pintu itu.

"Pasti orang iseng!" gerutunya sambil berbalik.

Namun saat Isel memilih untuk berbalik, suara ketukan itu kembali terdengar. Sekarang gadis itu tidak mengintip lagi dari door viewer, akan tetapi langsung membuka pintu. Dia akan meladeni siapa pun yang iseng mengetuk pintu rumahnya. Tangan kanannya mengepal dan bersiap melancarkan serangan kapan saja sementara tangan kirinya memutar handle pintu. Isel menahan napas kala daun pintu pelan-pelan terbuka. Akan tetapi, dia tidak menemukan siapa pun di depan flat-nya.

Gadis itu melongokkan kepala untuk memandangi koridor memanjang di depan flat-nya, akan tetapi dia tidak menemukan siapa pun. Dia memiringkan kepala dan hendak masuk kembali ke dalam rumah saat matanya menemukan sebuah kantong kertas menggantung di handle pintu bagian luar. Isel meraih benda itu dan mengintip isinya. Di dalamnya terdapat botol kaca ukuran kecil bersama secarik keras. Dia meraih kertas itu dan mulai membaca isinya, hanya beberapa larik tulisan di sana.

"Tadi soal informasi di rumah target, sekarang alamat dan lokasi peletakkan barang. Memangnya mereka pikir aku amatiran atau gimana?" gumamnya sambil berjalan masuk dan menjejalkan kembali kertas itu ke dalam kantong kertas.

Gerutuannya tidak berlanjut saat menatap botol kaca yang kini ada di tangannya. Mungkin ini benda yang harus diantarkan ke rumah Marquess Hastings. Sepertinya benda ini tidak begitu berbahaya dan mungkin tidak membutuhkan senjata api seperti perkiraan Noel. Benda ini hanya butuh sedikit penyamaran lalu akan sampai di rumah bangsawan itu dengan lancar dan tanpa masalah. Untuk itu, sekarang dia hanya harus memilih peran dan kostum yang akan digunakannya saat menyusup. Bibirnya menenun senyuman kala membayangkan bayaran yang diterimanya dari pekerjaan sepele ini. Saat Isel menaruh benda itu di laci mejanya, ponselnya mendadak bergetar. Dia melirik sekilas, nomor Noel tertera di layar. Senyumannya melebar jadi tawa dan dia buru-buru mengangkat panggilan pria itu.

One : En PassantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang