Hai, namaku Aliza Octavia. Aku tidak akan menceritakan dan mengenalkan anggota keluargaku disini seperti orang-orang lainnya, kalau kalian bertanya kenapa? Karena hidupku begitu menyedihkan. Mamaku bernama Atshilla Margareva, dari namanya saja dia sudah tertebak sangat baik, tapi tuhan lebih sayang sama mama, mama lebih dulu pergi saat aku lulus SMP. Saat itu aku benar-benar sendiri, disaat kelulusan dirayakan bersama keluarga aku malah merayakan dengan hujan dan air mata. Jika kalian bertanya kenapa papaku tidak pergi saat kelulusan? Jawabannya satu, papaku selalu bersama dengan istri barunya yang mempunyai anak yang lebih tua dariku..Nama anaknya adalah Clarisa, nama yang cantik bukan? Awalnya juga kukira begitu baik, tapi aku salah. Saat aku mulai menerima mama tiriku dan kakak tiriku dan mulai tinggal bersama mereka, mereka secara perlahan menyakitiku. Ini sangat persis pada kisah-kisah yang aku tonton dulu bersama mamaku.
Saat bersama mama aku sering bercerita bahwa mama tiri itu jahat karena aku melihatnya dari sebuah film, tapi mamaku berkata 'tidak sayang, semua orangtua itu baik mereka tidak mau anaknya kenapa-napa'.
Sekiranya itulah yang mamaku ucapkan, tapi aku tidak percaya sekarang, meskipun aku yakin bahwa tidak semua mama tiri seperti mama tiriku yang saat ini, namanya adalah Mona.
Orangnya cantik, sayangnya hatinya tidak. Kalau di film-film papanya tidak tau bahwa anaknya disakiti, lain hal denganku. Papaku selalu melihat aku disakiti oleh mama tapi Papaku selalu berpihak pada istrinya dan anak dari istrinya.
Sudah, biarkan aku menulis kisah sedih ku ini sampai disini saja. Kalau kutuliskan lagi, kalian akan tau betapa malangnya hidupku.
Kalau aku menuliskan lagi, tolong katakan 'tidak' agar aku bisa mengakhiri ini.
-Aliza Octavia, dailystoryLiza-
🌸🌸🌸
"Eh eh lo udah dapat kartu undangannya si Devan?" Sana sini begitu ramai memperbincangkan sebuah kartu yang menggemparkan SMA Alexia.Liza yang mendengar hanya diam menunduk, dari ratusan orang di sekolah ini hanya Liza yang belum dapat.
"Eh Za lo udah dapat undangannya si Devan?" Tiba-tiba Nindi datang dan bertanya.
Liza mengabaikan Nindi dan mengambil tas nya lalu memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas, lebih baik Liza pulang sekarang. Sekarang memang jam pulang sekolah, tapi karena heboh kartu undangan jadilah para cewek-cewek SMA Alexia banyak yang bercerita dulu.
"Za, lo kok diam aja sih" Nindi menarik tangan Liza agar melihat ke arahnya. Dengan mata sayupnya dan mata pandanya Liza melihat ke arah Nindi.
"Apa?" Suara Liza begitu lemah dan sangat sopan di dengar.
"Lo lagi enggak mood yah? Lo belum dapat undangan dari Devan yah? Gue kasih tau Devan deh biar lo dapat" belum apa-apa Nindi sudah berlari, firasat Liza bahwa Nindi akan meminta kartu undangan ke Devan.
Dengan cepat Liza memakai tasnya dan ikut berlari mengejar Nindi.
Nindi terus berlari sampai mentok di ujung, Nindi ngos-ngosan tapi langsung mengetuk pintu kelas Devan.
Dari jauh Liza dapat melihat Devan sudah keluar dengan baju yang di keluarkan dan dua kancing seragam yang tidak terkancing.
Liza hanya bisa mencengkram roknya dengan tangannya yang basah, ya Liza mempunyai penyakit Hiperhidrosis.
Dimana, tangan Liza selalu basah. Liza semakin mencengkram roknya dengan kuat-kuat begitu Devan melihat ke arahnya.
Dan apa ini? Devan berjalan ke arahnya. Liza hanya bisa menunduk, tapi saat menunduk sebuah kartu undangan bewarna merah ada di depan matanya.
Liza mendongak dan melihat undangan itu, dan benar saja yang memberikannya adalah Devan.
"Buat lo" Liza masih cengo dan tidak menanggapi sama sekali.
"Enggak mau? Songong juga lo" Devan menarik kembali undangan itu, tapi langsung Liza cekal "maaf, makasih sebelumnya" dan kartu undangan itu kembali ke hadapan Liza.
Begitu Liza terima, Devan langsung pergi kembali masuk ke kelas. Liza masih bungkam melihat tubuh tegap Devan pergi menjauh.
"Gimana Za? Hebat kan gue" suara Nindi mengagetkan Liza.
"Eh iya iya makasih, lain kali jangan lagi. Aku enggak masalah kok enggak datang, paling mamaku gak bolehin aku pergi" tiba-tiba Liza mengingat bahwa dirinya tidak boleh pergi sama sekali, kecuali ke pasar dan kesekolah.
Nindi ikut sedih melihatnya "eh lo jangan sedih donk, nanti gue bantuin gimana?" Ide gila muncul dari otak Nindi.
Liza mengerutkan keningnya, Nindi mulai membisiki Liza.
"Eh jangan, enggak usah. Kamu pergi aja, aku enggak papa" ucap Liza begitu mendengar rencana Nindi.
"Akhh kamu mah gitu, enggak mau tau nanti tetap gue bantu. Nanti gue yang tanggung jawab kalau lo dimarahin sama remahan rengginang itu, yang dimaksud Nindi adalah Clarisa"
Liza menarik nafas dan mengangguk pelan.
"Nah, anak pintar" Nindi menepuk pelan kepala Liza.
🌸🌸🌸Pulang sekolah ini, tumben sekali Clarisa menyuruhnya ikut naik mobil.
Tapi saat Liza masuk ternyata ada maksud lain dari Clarisa.
"Eh lo dapat undangan dari Devan?" Tanya Clarisa, Liza mengangguk.
"Gue saranin yah, ini saran gue yang terbaik"
"Apa?" Suara lemah dari Liza
"Mending lo enggak usah pergi daripada malu-maluin, lagipula lo kan dilarang keluar. Dan lebih baiknya lagi lo dirumah masak atau bersihin rumah dan entahlah apa, asal dirumah!" Tegas Clarisa.
Disaat-saat seperti ini, memendam hal yang menyakitkan menjadi sebuah kebiasaan bagi Liza..
"Makasih sarannya" mau bagaimanapun Liza tetao berterimakasih.
"Gue senang, lo nurut jadi manusia." Ujar Clarisa.
"Dan yah satu lagi, gue suka sama Devan jadi jangan macam-macam sama Devan. Atau lo ada di tangan gue kalau lo bersentuhan sedikit sama Devan" ancam Clarisa.
"Iya" balas Liza.
"Oke, lo harus tetap patuh gini yah. Enak ngaturnya"
🌸🌸🌸
Tbc. Jangan lupa voment, thanks!
See you on next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMING OF YOU (Selesai)
RomanceJika ditanya, apa yang paling sering Liza mimpikan... jawabannya adalah Mamanya dan seorang laki-laki berpostur tinggi tegap dan berdada bidang, dan orang itu adalah Devan. Sampai disini, Liza hanya menyembunyikan rasa sukanya kepada Devan, sebab...