Katanya, jika ada foto yang jatuh berarti ada pertanda buruk?
Devan terdiam di tempat, menatap nanar kaca yang pecah itu. Siluet matanya berkaca-kaca. Devan bisa menangis, dia juga manusia biasa.
Drp. Devan jatuh, tangannya terluka mengenai pecahan kaca foto keluarganya.
"Jangan Pa jangan." Suaranya begitu kecil, nyaris tak terdengar.
"Devan mohon jangan Pa, kali ini Devan mengaku salah. Tapi tolongm..tolong sekali..." Devan tak kuasa menahan air matanya.
"Jangan tinggalin Devan sendiri disini Pa." Katanya dengan suara yang gemetar, sendu, kecil. Tahu berapa sedihnya Devan sekarang.
Devan pergi ke belakang mengambil skop dan plastik. Devan tidak mau orang lain terluka selain dirinya saat ini.
"Positif thingking Devan, paling tadi anginnya kencang." Batin Devan. Tapi, sekuat apapun hati Devan berpikir positif hal itu akan kalah sama firasat Devan sendiri yang gelisah.
Begitu selesai Devan bukan ke kamarnya, melainkan masuk ke kamar Mama dan Papanya.
Srpp. Angin begitu kencang, gorden pun ikut berterbangan. Devan mengedarkan matanya melihat suasana kamar orang tuanya.
Teringat, saat Devan masih kecil Devan suka sekali tidur bertiga dengan Mama dan Papanya. Malam-malam Devan bercerita bagaimana dengan harinya, temannya, bahkan bagaimana seorang Devan menjadi orang yang pede dan sombong sejak dini.
Tak terasa air mata Devan turun, Devan tidak lemah. Dia hanya mengikuti hati nuraninya saja.
Di kamar ini sangat banyak foto yang terpajang, mulai dari foto pernikahan Mama dan Papanya dan foto keluarganya juga ada di kamar ini.
Perlahan, Devan berjalan ke arah kasur Mamanya. Devan membaringkan dirinya disana, sontak saja mata Devan terpejam.
"Devan, ini Mama dan Papa."
"Mama? Papa?"
Kedua orang tua Devan mengangguk.
"Sayang, apa kamu merindukan kami?"
Devan tidak akan mengulangi hal yang sama. Langsung saja Devan mengangguk.
"Sangat." Kata Devan dengan jujur, air matanya bahkan sudah merembes ke pipi.
"Hey, kenapa malah menangis boy. Anak Papa sudah dewasa, Papa yakin Devan bisa. Semangat Nak!"
Bukannya diam, Devan malah tambah menangis.
"Ah kamu ini, tetap sama. Sama-sama masih gengsian dan cengeng di hadapan kami." Nadanya seperti bercanda, tapi Devan sangat mengenal Mamanya.
Hening seketika. Devan menatap kedua orang tuanya begitupun sebaliknya. Tatapan mereka membuat Devan sendu. Ada apa?
"Ma, boleh Devan meminta sesuatu?"
Meira mengangguk. "Katakan sayang."
"Apa Mama bisa kembali lagi sama Devan?"
"Kita..."
"Kita jadi keluarga yang harmonis lagi, bertiga. Benar kan?"
Meira dan Abraham bertatapan.
"Devan bakal jadi anak yang Papa sama Mama inginkan. Devan janji Pa, Ma." Bersurai air mata, menelusuk ke relung hati. Sesedih ini Devan sekarang.
"Papa? Gimana dengan Papa yang dinas di kota ini saja. Devan rindu masa kecil Devan Pa, Ma." Devan menunduk, menunduk karena air matanya sudah terlalu banyak jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMING OF YOU (Selesai)
RomanceJika ditanya, apa yang paling sering Liza mimpikan... jawabannya adalah Mamanya dan seorang laki-laki berpostur tinggi tegap dan berdada bidang, dan orang itu adalah Devan. Sampai disini, Liza hanya menyembunyikan rasa sukanya kepada Devan, sebab...