Typo harap tandai.
Enjoying this part!Ini hari kedua Liza di rumah sakit jiwa. Dan bagi Devan ini hari kedua kesedihan di tinggal Mamanya, sungguh Devan tidak memikirkan Mamanya akan meninggalkannya secepat ini.
Disaat-saat seperti ini tidak ada yang menguatkan Devan kecuali Papanya-Abraham. Sahabatnya? Bukannya mereka semua sudah memutuskan tali persahabatan bersama Devan.
Tokk
Tokk
TokkDevan yang sedang duduk di kasur menguasai pikirannya terganggu begitu pintu kamarnya di ketuk, Devan yakin pasti Papanya.
"Devan." Suara serak nan kebas sudah menjadi ciri khas suara Papanya.
Devan menghela napas, ada apa lagi dan harus bicara apa lagi.
"Apa Pa? Devan malas keluar. Bilang aja dari luar." Menurut orang yang punya akhlak dan mempunyai etika pasti mengatakan Devan tak sopan berbicara pada orang tua seperti itu. Tapi, bagi Devan ini sudah biasa. Suatu kebiasaan buruk memang.
"Hari ini Papa dinas keluar kota. Kamu enggak papa di tinggal sendirian sama Bibi Nak?" Benar, Abraham memang gila kerja. Tapi tak seharusnya Abraham kerja begitu kesedihan masih menyelimuti mereka berdua kan?
Memejamkan matanya, menarik napas panjang-panjang, mencengkram sprei kasurnya adalah jalan Devan. Devan menyeringai "sebegitu cepatnya Papa melupakan Mama."
Sebenarnya Abraham ini orang yang sangat cinta dan sayang keluarga. Hanya saja caranya berbeda dan tidak terlalu di perlihatkan.
"Hmmm pergi aja." Lain di bibir lain pula di hati. Rasanya Devan ingin bilang ke Papanya untuk tetap disini, tapi ego dan gengsi menguasai diri Devan.
Dari luar Abraham tersenyum kecil. Di tangannya ada satu amplop putih untuk Devan Anaknya. "Papa harap kamu bisa jaga kesehatan Nak, jangan terlalu larut dalam kesedihan."
Devan yang dari dalam tentu tidak melihat raut wajah Papanya, namun Devan sangat benci jika di perlakukan seperti ini.
Padahal, diluar Abraham sedang menitihkan air mata. Siapa yang bilang Abraham sangat cepat melupakan Istrinya. Nyatanya ini hanya sebuah alibi agar Anaknya tidak melihat kesedihan yang mendalam di diri Abraham.
Disini, Abraham adalah kepala keluarga dan orang yang satu-satunya paham pada Devan. Abraham harus kuat, ya harus kuat!
"Iya iya." Balas Devan malas.
"Ini di bawah pintu Papa taroh amplop dibuka nanti ya Nak. Masalah uang jajan nanti Papa pastikan selalu aman." Sungguh Papa yang perhatian dan penuh kasih sayang. Hanya saja Devan selalu salah menilai Papanya.
Selesai dengan apa yang ingin ia sampaikan, Abraham menatap pintu kamar Anaknya sambil menahan air mata. "Dunia tahu kita berduka, tapi ini bukan saatnya untuk terus bersedih." Gumam Abraham.
Hari ini memang Abraham terlalu tertohok oleh kenyataan. Kenyataan Istrinya meninggalkannya, menantunya masuk rumah sakit jiwa sampai dengan...
Ah sudah lupakan, Abraham baik-baik saja selagi Anaknya juga baik.
Beberapa jam kemudian barulah Devan keluar dari kamar.
"Rumah ini rasanya sepi." Gumam Devan.
Memang benar yah, Ibu itu penghidup rumah. Dulu saat ada Mamanya, rumah ini selalu ramai dengan teriakan Mamanya.
Sekarang? Lihatlah, bahkan lampu pun ikut redup.
Lagi-lagi Devan sedih, merindukan kedua anaknya dan Mamanya serta Papanya...
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMING OF YOU (Selesai)
RomantikJika ditanya, apa yang paling sering Liza mimpikan... jawabannya adalah Mamanya dan seorang laki-laki berpostur tinggi tegap dan berdada bidang, dan orang itu adalah Devan. Sampai disini, Liza hanya menyembunyikan rasa sukanya kepada Devan, sebab...