Warning!
Part ini freak, burik. Karena gak mood nulis tapi pengen up. Ya jadinya begini.
"Ayah, Ayah kenapa menangis? Apa Ayah menyesal. Padahal Ayah yang menolak kami, lalu kenapa Ayah yang menangis sedih?"
"Ayah kamu lemah sekali, tapi Adam tetap sayang."
Devan mengadahkan kepalanya, tidak ada siapapun. Hanya ada suara kedua anaknya tapi tidak ada siapapun disini.
Perlahan, dan perlahan hanya ada cahaya.
"Huhh huh huh." Devan terbangun dengan keringat yang membasahi wajahnya. Dilihatnya ke kanan dan ke kiri, ini masih di rumah sakit.
Menarik napas panjang, lalu menghembuskan kembali. Mengacak rambutnya sebentar lalu melihat ke arah Mamanya.
Sungguh jantung Devan tidak sehat, apa lagi kondisi hatinya sekarang. Seperti nyelekit tanpa ada alasan yang pasti.
Akhirnya Devan utuskan untuk menyalakan lampu dan mengambil minum. Saat minum pun Devan masih kepikiran.
"Dani? Adam?" Itu yang saat ini menguasai dan bersarang di otak Devan.
Berulang kali Devan menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran tersebut, namun semakin Devan berusaha mengusir pikiran itu malah Devan tambah teringat.
"Ashh argh apa-apaan ini." Gumam Devan tak kuasa menahan isi otaknya.
"Liza?" Terlintas random begitu saja saat nama Liza Devan sebutkan. Seperti ada yang salah namun apa?
Berulang kali Devan menyela pikirannya sendiri. Namun itu tak kunjung reda begitu pintu terbuka menampilkan Najla yang bajunya penuh dengan warna merah, lusuh, berantakan, matanya menghitam, sembab, tangannya bahkan bewarna merah.
Devan terkesiap seketika.
"DEVAN DEVAN, LIZA NAK..." Najla terpengah-engah kehabisan tenaga untuk memberitahu apa yang terjadi sekarang."Apa, bukannya Liza sama Tante?" Bahkan dengan gaya khasnya Devan masih bisa menjawab dengan santai.
Najla yang engap-engapan, hanya bisa berucap. "LIZA, DIA...DIA KENA TUSUK."
Devan terdiam. "Tusuk apa?" Tanya Devan.
Entah bagaimana lagi mau Najla jelaskan, intinya saat ini Najla tidak bisa berucap apapun. Untunglah di ruangan Meira ini ada pisau untuk mengupas buah, akhirnya Najla ambil.
Devan kaget begitu Najla mengambil pisau, mau bunuh siapa?
"Taro, bahaya." Kata Devan menegur.
Masih susah berbicara. "Pisau pisau." Ujar Najla dengan gemetar.
Bukanlah Devan jika tidak memikirkan apa kata Najla. Maksudnya apaan? Nusuk, lalu pisau...
Apa?
Seketika mata Devan melotot. "DIMANA LIZA DIMANA?!?!?" Entahlah, kali ini Devan sangat refleks untuk berteriak.
Najla menunjuk ke bawah, mau Devan dan Najla sama-sama berlari ke bawah.
Namun naas, begitu Devan turun dokter juga sudah keluar.
Kenapa cepat sekali.
"Dengan keluarga Liza?" Tanya Dokter.
Devan menghampiri Dokter. "Iya saya Suaminya."
Dokter hanya tersenyum, tapi senyumnya ini berbeda. Membuat Devan deg deg an menerima kabar.
Bukannya Devan peduli pada Liza, tapi Devan hanya mengikuti kata hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMING OF YOU (Selesai)
Roman d'amourJika ditanya, apa yang paling sering Liza mimpikan... jawabannya adalah Mamanya dan seorang laki-laki berpostur tinggi tegap dan berdada bidang, dan orang itu adalah Devan. Sampai disini, Liza hanya menyembunyikan rasa sukanya kepada Devan, sebab...