33 || Day 7 in Baltimore

20 5 0
                                    

"Aku gak bisa bertahan sama orang yang gak bisa ngasih aku kepastian"

"Ini, pake aja sapu tangan aku" Lelaki itu menyerahkan sapu tangan miliknya

"Eeh Arlan, kok bisa disini?" ia meraih sapu tangan itu, lalu mengusap air matanya. Kini Arlan, duduk dengan posisi yang berdampingan dengannya

"Gua emang biasa kesini kalau sore, suka aja gitu hehe" ia menyunggingkan gigi kelincinya lalu membenarkan posisi duduknya untuk bisa berhadapan dengan Bella "Kamu ngapain, kesini dengan wajah yang muram, dengan air mata yang begitu deras. Ada apa sebenarnya pasti ini berat sekali ya?"

"Eum, engga kok aku baik-baik saja" Bella memalingkan wajahnya lalu tersenyum, pandangannya mengarah ke depan.

"Gak mau cerita ya? Kamu tenang aja, selama disini kamu akan aman. Saya berjanji, akan menjagamu. Sungguh" pandangannya masih tak lepas dari wanita dihadapannya itu.

"Enggak, enggak usah makasih kamu udah baik sama saya" Tolaknya, lalu ia bangkit untuk pergi. Namun, Arlan lebih dulu untuk mencegahnya, ia memegang tangan Bella "Lepasin" Tak lama, lelaki itu melepaskan tangan yang sudah tak lagi ia raih.

"Saya mohon, selama kamu disini saya akan menjagamu dengan baik pastinya. Selama di Baltimore, saya akan menemani ketidakpastian kamu terhadapnya, ketidakmungkinan akan mungkin bila sama saya" Bella menengok ke arahnya, bagaimana ia tahu permasalahannya sekarang.

"Makasih" ia tersenyum lalu, pergi meninggalkan lelaki itu.

Bus itu mengantarkannya lalu ketika di perjalan untuk ia bisa tiba di hotel. Ia teroebih dahulu, mampir untuk ke toko bunga, membeli 2 tangkai mawar putih untuk dirinya sendiri. Namun, alih-alih ternyata hanya tersisa 1 itupun sudah layu, bapaknya tidak berhasil menemukan bunga ini lagi. Ia memberikan dollar namun, ditolak berulang kali oleh bapak itu, yang katanya sudah ada lalu dan juga sudah ada yang membayarnya.

Ia berjalan dengan pandangan yang terus menatap ke depan, dengan memegang 1 tangkai bunga mawar yang sudah tersisa. Fikirannya mulai negatif hal-hal itu mulai merengguti jiwanya yang kosong.

"Kamu bilang kalau bunga nya layu, pasti aku pun begitu. Dan sekarang, iya aku tidak baik. Terus, apa yang akan kamu lakukan untuk ku, apa yang akan kamu berikan untuk menghapus ketidakmungkinan ku selama ini, disini? Apa?" Ia menghela napas panjang lalu berjalan kembali membiarkan air matanya menangis begitu saja "Bunga ini satu, maksudnya juga kamu akan meninggalkanku sendiri gitu? Di tengah cerita atau bahkan ternyata ini sudah akhirnya?" Saat ia memegang bunga itu dengan sangat erat, namun badannya gemetar. Ia mendekatkan bunga itu, agar ia bisa melihat dengan jarak yang sangat dekat. Namun ternyata, banyak anak kecil yang menubruknya dari belakang sepertinya ia sedang bermain-main. Badannya oleng, ia masih bisa menahan badannya agar tidak tersungkur itu, tapi bunga yang ia genggam terhempas jauh, sangat jauh ia tak bisa meraihnya, namun ia harus bisa untuknya. Saat ia mau mengambilnya, naas, bunga itu sudah rusak akibat dinjak-injak. Sudah, ia berjalan kembali dan meninggalkan bunga itu 

"Tidak ada lagi bunga mawar disini, tidak ada lagi rumah pohon untuk bisa kusinggahi. Hanya cincin ini pemberianmu yang masih ada. Apa kisah kita akan seperti ini juga?" Ia melihat sekitarnya, lalu berjalan kembali dan melanjutkan ucapannya "Lambat laun, akan kelihatan juga akhirannya. Bahwa kita, udah gak bisa lagi sejalan dan bersama. Gak bisa lagi berdampingan, untuk menjadi salah satu pasangan. Kata nyerah itu selalu datang daff, bahkan sekarang aku sudah lelah untuk memperjuangkan ini kembali. Aku akan pulang ke Indonesia secepatnya, aku tidak tahan, aku tidak suka disini. Kota kelahiranmu malah membawa kesedihan bagiku, terus-menerus membiarkan air mata ini mengalir secara berangsur-angsur"

"Tapi, aku lebih tidak sanggup lagi kalau kita gak bisa jadi satu, kalau kita gak bisa lagi sejalan bersama dalam satu ikatan, apa kita juga gak bisa jadi kita nantinya? Aku gak bisa bertahan sama orang yang gak bisa ngasih aku kepastian, tapi aku lebih tidak sanggup jika harus membiarkanmu dan meninggalkanmu sendirian. Aku bingung, padahal harapanku ketika kamu bangun akhir yang bahagia akan kelihatan juga. Tapi, malah kenapa sebaliknya." Ia menghapus air matanya sangat kasar di pipinya, tak terasa ia sudah berada di dalam hotel

*****

Dengan segala ketidakmungkinan yang harus menjadi mungkin untuk ia wujudkan. Ia melangkahkan kakinya menuju ruangan itu, ia tidak lagi membawa bunga, ia hanya membawa buku saku di kantongnya.

Saat ia tiba di depan pintu, pintu itu tertutup rapat. Tukisan MR. DAFFA ia lihat secara  lekat. Ia tidak bisa menebak kejadian apa nantinya yang akan terjadi.

Sudahlah, tidak ada waktu lagi ia harus menemuinya dan meyakinkannya.

'Bissmillah' gumamnya. Lalu, membuka pintu itu dengan pandangan yang kini mengarah pada lelaki yang tengah tidur itu. Ia berjalan mendekatinya

"Selamat pagi, pacar Bella" ia masih berdiri di dekatnya lalu, menarik bangku untuk ia duduki.

"Kamu masih tidur ya, kamu pasti lebih baik kan sekarang?" Ia tampak membenarkan selimut yang melekat di tubuh Daffa.

"Oh iya, aku mau nyiram bunga mawar ini dulu ya" Ia langsung melengos pergi untuk mengambil air dan menyiramnya. "Kita akan siram ini berdua, oke" Ucapnya yang langsung menyiram bunga itu begitu saja.

"Bunganya indah, pasti kamu merawatnya dengan baik ya?" Suara itu memecah keheningan, seakan seperti kita sedang tersesat di hutan yang terjal lalu kita menemukan datangnya suara yang meneriaki nama kita. Pasti senang bukan main.

"Daffa, syukurlah kamu sudah siuman. Aku khawatir dengan kondisimu" Ia langsung pergi untuk menaruh gayung itu di kamar mandi. "Kita yang merawatnya berdua daff" ucapnya kembali

Daffa tampak membenarkan posisinya. Lalu Bella membantunya dengan sangat hati-hati. Ketika ia ingin duduk suaranya lebih dulu di dengar.

"Duduk di sampingku saja sini." Ia mempersilahkan tempat tidurnya untuk bisa bersamanya. Bella masih saja tersenyum dengan matanya yang berbinar-binar.

"Makasih" Ucap tulus Bella

"Senyummu tulus sekali, aku menyukainya. Bunga nya juga cantik sekali sama seperti orangnya" Iya, Bella tidak pernah  melakukan senyuman itu sebelumnya, tersenyum tulus rasanya sudah ia lakukan setiap hari tapi pasti tidak pernah benar.

"Aku senang, kamu bisa sadar. Aku senang waktu yang kamu lihat pertama kali itu aku. Tapi aku sedih waktu kata dokter kalau kamu amnesia, aku gak tau lagi cerita kita masih bisa dilanjuti atau tidak. Tapi gapapa, kita akan terus bersama mulai saat ini ya" Ia tersenyum mengarah kepadanya.

"Jadi, kamu pacar aku? Aku sering melihatmu disini waktu aku masih koma. Sebenarnya muka mu sudah terlalu sering ku lihat bahkan, tidak pernah bosan juga kupandang dan selalu ingin kucuri senyummu, dan selalu ingin kusimpan di dalam hati secara sembunyi-sembunyi. Namun, itu tidak bisa karena kamu sering menghabiskan air matamu disini. Jangan pernah menangis lagi ya. Aku tidak pernah menyukai itu terjadi, walaupun aku tidak bisa mengingat mu pasti, tapi aku yakin kalau kamu orang terbaik yang ku miliki"

"Kamu melihatku, tapi kenapa kamu malah gak bangun?"

"Karena, masih ada yang belum terselesaikan dengan baik. Salah satunya, membiarkan air matamu menetes begitu deras disini kan? Kamu menangisi ku ya? Makanya, waktu itu aku takut sekali untuk bangun. Aku gak mau melihat wajahmu yang muram" Air mata Bella menetes Daffa bicara sambil menatap matanya dengan jarak yang sangat dekat.

"Maafin aku, pokonya setelah ini kita harus selalu bersama ya?" Daffa tersenyum, lalu memegang tangan Bella dan menatap matanya tiada henti.

"Kamu bisa ceritakan tentang kita, apa saja yang membuatku makin percaya"

"Tentu, bisa dengan senang hati tentunya." Daffa terus melihat wajah Bella tanpa celah dan tidak membiarkan itu untuk lepas dari penglihatannya

"Aku ingin balik menjadi sosok yang kamu cinta dulu, aku benar-benar ingin bersamamu"

Bella tersenyum sangat tulus dan hatinya mungkin sedang berbunga-bunga sekali. "Kamu tahu? Jawabanmu ini membuatku bahagia sekali daff, aku bangga punya kamu"

"Aku yang jauh lebih bangga dan beruntung bisa ada di dekatmu seperti ini."

"WAITING"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang