Aku tidak lupa.
Aku akan selalu mengingat sesuatu yang membuat sakit hati.****
DI atas ranjang putih berbalut sprei biru khas rumah sakit, tampak Chaca yang tengah berbaring menyamping. Gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri, ketika suara langkah kaki kian mendekati kasurnya, Chaca berbalik. Lalu tersenyum sendu menatapnya.
"Kak Raka?"
Raka menggeser kursi di samping ranjang, lalu mendudukan bokongnya. Tangannya pun terulur untuk membelai surai rambut hitam Chaca yang begitu halus.
"Bunda tadi pulang, Cha. Jadi sekarang kakak yang akan jaga Chaca di sini," ucap Raka seraya tersenyum manis.
Chaca mendesah pelan,"Kak, tadi kak Adnan telepon Chaca. Dia bilang kangen," Raka sudah tahu siapa Adnan. Semenjak kepulangannya dari LA, Chaca memang sudah menceritakan semuanya. Tentang Adnan dan juga Davi.
"Kalo kangen terus kenapa?" tanya Raka.
"Kasihan kak Adnan, dia kangen sama Chaca tapi gak bisa ketemu karena jarak yang jauh," jeda Chaca."Chaca ini orangnya emang ngangenin, jadi mau gak mau kak Adnan harus biasa menahannya," lanjut Chaca seraya tersenyum bangga.
Raka memutar bola mata malas seraya menoyor kepala adiknya itu,"Cih, pede banget," cibir Raka.
Chaca menyengir menampilkan sederetan gigi putihnya."Eh kak," seru Chaca.
Raka menaikan kedua alisnya.
"Chaca mau jeruk dong," pinta Chaca seraya menunjuk sekeranjang buah di meja samping ranjang kasurnya.
Raka mencibir,"Hilih manja."
Chaca menjulurkan lidahnya,"Harus nurut! Bukankah kau sangat menyayangi adik mu ini kak?" goda Chaca seraya menaik turunkan kedua alisnya.
Raka memutar bola mata jengah melihat ekspresi wajah Chaca yang sangat menyebalkan, ia pun menurut saja dan mengambil satu buah jeruk lalu mengupasnya.
"Nih," Raka menyodorkan jeruk yang sudah ia kupas bersih.
Chaca merengut,"Suapin dong, kak!" suruh Chaca.
Raka mencibir lagi,"Baru sakit demam sama flu aja udah manja kayak gini, gimana kalo sakit parah," ejek Raka.
Chaca mendelik, merasa tak terima dengan apa yang sudah Raka ucapkan.
"Jadi kakak nyumpahin Chaca sakit parah?" kesal Chaca.
Raka mengedikan bahu acuh,"Gak juga sih, entar kakak sama Bunda yang repot kalo Chaca sakit parah," ucap Raka enteng.
Chaca berdecak sebal, tangannya pun langsung menyambar jeruk yang di pegang Raka. Sudah tidak mood lagi dengan Raka, ia juga bisa makan sendiri tanpa perlu disuapin. Dasar kakak laknat!
"Gak jadi kakak suapin?" goda Raka.
"Males! Udah sana pergi," usir Chaca.
Raka mendesah pelan,"Dasar ambekan! Cepet sembuh lah, Cha. Jangan sakit kalo ujung-ujungnya manja," cibir Raka. Entahlah, ia jadi suka sekali membuat adiknya kesal.
Chaca mendengus,"Chaca juga gak mau sakit kayak gini," sengit Chaca.
"Gak mau sakit tapi main hujan-hujanan," cibir Raka seraya memutar bola mata jengah.
Chaca mendesis,"Kan Chaca...," Chaca menggantung kalimatnya, bingung harus meneruskan apa.
"Kan apa? Cuma masalah sepele aja sampai main hujan-hujanan dan berakibat sakit, udah tau gak pernah kena air hujan dari kecil, berlagak suka hujan," omel Raka. Ia sudah tahu semua tentang suka atau tidaknya Chaca. Jadi, sudah tidak heran lagi dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA CINTA DAN LOGIKA [COMPLETED]
General FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! Pertemuan kita adalah sebuah takdir yang tuhan rencanakan. Cover by : @Jeyyathala **** Berteman denganmu ternyata tidak semenyenangkan yang aku pikir, ada rasa yang tak terbalaskan dan itu menyakitkan. _Kalisa Zeli...