57-Antara cinta dan logika

6.7K 305 25
                                    

Kamu sudah menghancurkan hati ku, namun aku masih mencintai mu dengan semua pecahannya. Ibarat kaca, mungkin sudah tidak bisa di gunakan lagi. Namun hati ku masih sekuat baja untuk mencintai mu kembali, karena hati ku buatan Tuhan bukan buatan Cina.

****

RAKA terus menggerutu kesal menghadapi sikap Chaca yang keras kepala. Baru saja pulih dari sakitnya namun Chaca sudah ingin masuk sekolah, menyebalkan sekali bukan? Ayudia pun sama saja, sudah tahu anaknya masih kurang sehat tetapi tetap di izinkan sekolah. Benar-benar tidak habis pikir.

Raka menepikan mobilnya tepat di depan gerbang SMA Mekenzie, sesekali ia berdecak sebal kala melihat Chaca yang tengah asik memakan permen lolipopnya.

"Eh udah sampai," ucap Chaca yang baru menyadari kalau mobil yang di tumpanginya sudah berhenti.

Raka mendesis,"Kita pulang lagi ya, Cha. Kan Chaca masih sakit."

Chaca menoleh lalu mengerucutkan bibirnya,"Sudah sampai begini masa mau pulang lagi, gak lucu banget," decak Chaca kesal.

"Kamu masih sakit, Cha! Badan kamu tuh masih lemas."

Chaca mencibir,"Cih lebay."

Raka mendesah pelan, mau di paksa seperti apapun kalau Chaca kekeh mau sekolah ya tidak bisa di larang lagi.

"Yaudah sana masuk kelas," suruh Raka pasrah.

Chaca tersenyum senang,"Nah, gitu dong! Gak usah bertele-tele."

"Hilih," cibir Raka.

Chaca berdecak,"Hilih? Bahasa apaan si tuh kak? Gak jelas banget, dari kemarin ngomong kayak gitu mulu."

Raka terkekeh,"Itu bahasa yang sering di gunakan oleh negara +62. Di LA mana ada yang ngomong kayak gitu. Hehehe."

Chaca memutar bola mata malas. Raka itu lebay! Norak! Masa bahasa seperti itu saja dijadikan sebuah hobi? Tidak berguna!

"Udah ah, Chaca mau masuk kelas." putus Chaca seraya keluar dari dalam mobil.

Raka menggelengkan kepalanya,"Dasar gadis aneh." Setelah itu Raka langsung menghidupkan mesin mobilnya dan kembali pulang kerumah untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda akibat mengantarkan Chaca ke-sekolah.

Chaca menghembuskan napas panjang sebelum memasuki kelas. Ia jadi teringat kembali dengan Davi, padahal sebisa mungkin Chaca melupakan Davi dari ingatannya. Tapi tetap saja tidak berhasil! Menyebalkan.

"Gak usah dipikirkan, Cha!" semangat Chaca pada dirinya sendiri. Setelah itu ia melangkah masuk kedalam kelas.

"CHACA...," suara melengking Iren membuat Chaca refleks menutup kedua telinganya.

Chaca mendengus kesal kala Iren berteriak, alhasil telinganya jadi sakit karena suara kaleng rombeng Iren.

"Berisik tau gak sih!" kesal Chaca seraya mendudukan bokongnya tepat di samping Leta.

"Kemana aja lo?" tanya Kia.

"Kita pusing tau nyari kabar lo," tambah Leta.

Chaca tersenyum,"Maaf! Chaca ada kok di rumah," bohong Chaca, ia hanya tidak mau ketiga temannya tahu tentang masalahnya dengan Davi. Karena itu akan membuat Iren, Leta dan juga Kia semakin membenci Davi.

Di meja pojok sudah ada Davi yang sedari tadi menatap sendu kedatangan Chaca. Ingin rasanya Davi menghampiri Chaca dan mengobrol berdua. Bertukar cerita lalu tertawa bersama. Namun, sepertinya tidak akan mungkin, Chaca sudah tidak mau lagi melihat wajahnya. Chaca saja enggan untuk menoleh ke arah Davi, apalagi mengobrol?

ANTARA CINTA DAN LOGIKA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang