Dari ke-tidakmungkinan hingga menjadi mungkin adalah suatu takdir yang sangat baik. Akan ku tulis catatan-catatan kecil tentang kita. Lalu kugantungkan di meja senja. Semoga aku-kamu akan selalu menjadi kita sampai tuhan kembali yang memisahkan.
****
SMA Mekenzie sudah penuh dan padati beberapa siswa-siswi dengan seragam putih abu-abu terakhirnya. Ditemani para orangtua untuk menyaksikan anak-anaknya di beri mendali sebagai bentuk tamat sekolah.
Sebagai manusia yang mempunyai perasaan, mereka merasakan kesedihan karena harus berpisah oleh para teman dan sahabat. Menjalin pertemanan selama tiga tahun bukan waktu yang sebentar.
Chaca maju, naik ke atas panggung karena gadis itu menjadi perwakilan dari beberapa siswa-siswi. Chaca mendapatkan penghargaan karena siswi terbaik di kelas dua belas ini.
"Di mohon untuk Kalisa Zeline Zakeisha, peraih nilai UN terbaik di harap naik ke atas panggung untuk memberikan beberapa kalimatnya sebagai perwakilah kelas 12."
Sorakan kebahagian dan tepuk tangan mengantarkan Chaca hingga ia berada di atas panggung. Ia mulai memperkenalkan diri, membuka pidato dengan sambutan-sambutan kepada kepala sekolah, dewan guru serta para orang tua siswa-siswi kelas 12. Kemudian mulai berbicara sebagai perwakilan siswa-siswi.
Ayudia tak kuasa menahan tangis harunya kala melihat anak manjanya menjadi kebanggaan sekolah. Ia tidak menyangka kalau Chaca benar-benar berperstasi, selama ini Ayudia selalu berasumsi kalau Chaca itu masih seperti anak kecil. Andai saja Arvin ada disini, pasti sangat bangga melihat putri kecilnya berada di atas panggung seperti sekarang.
Raka yang berada tepat di samping Ayudia tersenyum manis seraya mengusap pelan bahu Ayudia.
"Chaca hebat ya, Tante."
Ayudia menoleh lalu tersenyum,"Anak Bunda tuh," ucap Ayudia seraya terkekeh.
"Siapa dulu abangnya, Raka gitu lho."
Chaca sudah turun dari atas panggung, sekarang ia sedang bergabung dengan ketiga sahabatnya yaitu. Iren, Leta dan juga Kia yang sebentar lagi akan berpisah.
"Selamat ya, Cha." Leta tersenyum seraya menepuk pelan bahu Chaca.
Chaca menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Kita bakalan kangen sama lo, Cha," tambah Iren.
"Cuma lo satu-satunya sahabat yang paling lucu, tapi menyebalkan," sambung Kia.
Chaca tersenyum,"Berpisah ataupun enggak, dimana pun kita nantinya, yang namanya sahabat tetaplah sahabat."
Entah mengapa situasinya menjadi mellow seperti ini. Wajar sih, karena selama tiga tahun mereka menjalin persahabatan, dan sekarang harus berpisah. Suka duka sudah di lalui bersama-sama, sudah banyak kenangan yang tak terkira. Jadi, sedih itu manusiawi.
"Gak usah sedih-sedihan gini ah, lebay banget." Iren terkekeh seraya menyeka air matanya.
"WOI!" seruan seseorang membuat mereka refleks memutar badannya.
Chaca tersenyum kala mendapati Ivan, Rafa dan... Davi, pria yang sangat ia gilai.
"Dasar betina, perpisahan gini aja pakai acara nangis segala." Ivan mencibir seraya memutar bola mata malas.
"Tau lo pada, apalagi di tinggal mati," timpal Rafa.
"Dasar cowok gak punya perasaan!" tajam Iren.
"Cowok gak guna!" tambah Leta.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA CINTA DAN LOGIKA [COMPLETED]
Ficción GeneralWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! Pertemuan kita adalah sebuah takdir yang tuhan rencanakan. Cover by : @Jeyyathala **** Berteman denganmu ternyata tidak semenyenangkan yang aku pikir, ada rasa yang tak terbalaskan dan itu menyakitkan. _Kalisa Zeli...