"Gue cuma mau ngajak lo pulang bareng. Lo mau, kan?" pinta Adnan.
"Dia ikut gue! Ayo Cha." belum sempat Chaca menjawab namun Davi sudah lebih dulu memotongnya."Ayo, Cha." lanjut Davi seraya menarik pergelangan tangan Chaca.
"Tadi katanya gak bo---, Lo ada urusan sama gue!" potong Davi cepat sebelum Chaca menyelesaikan ucapannya.
Adnan tersenyum."Kalo gitu lain kali aja, Cha." Ucap Adnan.
"Ayo! Cepat...." tegas Davi.
"Dahhh... kak Adnan," pamit Chaca pada Adnan dengan nada sedikit berteriak.
"Dahhh juga Chacaa...." Balas Adnan tak kalah kencang.
Davi hanya memutar bola mata jengah, ia tetap menarik lengan Chaca agar ikut bersamanya.
Sepanjang koridor, Chaca terus mengumpat dalam hati. Ia sangat jengkel dengan cowok di sampingnya.
Menyebalkan! Ia masih saja kesal dengan Davi atau yang sering ia panggil Aidan. Coba kalian bayangkan? Saat tadi dirinya ingin ikut pergi, dengan cepat cowok itu menolaknya dengan perkataan sarkas. Dan sekarang, Davi malah mengajaknya yang entah kemana.
"Kenapa lo?" tanya Davi yang menyadari raut wajah Chaca.
"Chaca kesel banget tau gak sih sama Aidan, tadi aja gak boleh ikut. Sekarang, Aidan maksa Chaca harus ikut. Malah bilang ada urusan segala, emangnya urusan apa sih?" Davi menghentikan langkahnya, ia mengacak-ngacak rambut gusar.
"Lo bisa gak sih, enggak usah berisik dan banyak tanya," ucap Davi kesal.
"Gak bisa! Chaca punya mulut. Jadi, Chaca berhak bersuara."
"Lo terlalu berisik!" decak Davi.
"Bodo amat!"
Davi menatap Chaca tajam, ia mulai mendekatkan wajahnya dengan Chaca. Sontak hal itu membuat Chaca mundur beberapa langkah. Ia takut melihat tatapan mata Davi yang begitu menyeramkan.
"Aa...Aidan ma...mau apa?" tanya Chaca gugup, entah mengapa melihat sorot mata Davi membuat nyalinya menciut seketika.
"Sekali lagi lo berisik, gue bakalan iket mulut lo pake karet!" ancam Davi dengan nada dingin.
Reflek. Chaca langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar sangat menyebalkan seorang Davi Aidan Naruna.
"Lo paham kan, sama ucapan gue barusan?" tanya Davi.
Chaca mengangguk. Rasanya Davi ingin tertawa ngakak melihat raut wajah Chaca yang begitu mengemaskan.
"Yaudah, ayo," ajak Davi seraya melanjutkan langkahnya.
"Ki...Kita mau kemana sih, Aidan?" tanya Chaca pelan.
"Kita bolos!" jawab Davi enteng.
Chaca membulatkan matanya tidak percaya, seumur hidup Chaca bersekolah. Ia tidak pernah bolos dalam hal apapun.
"Chaca gak mau, Aidan!" tolaknya cepat.
"Harus mau!"
"Chaca takut ketauan sama salah satu guru, nanti di adukan sama bunda Chaca."
Davi mendesah berat."Gak akan ketauan, kita keluarnya diam-diam. Mobil gue juga ada di ujung parkiran, dan gue yakin Pak satpam lagi istirahat. Jadi, aman." Jelas Davi namun dengan cepat Chaca menggeleng.
"Chaca tetap gak mau!" kekeh Chaca.
"Gue gak nerima penolakan!" tegas Davi.
Chaca mendesah pasrah, ingin membantah namun rasanya percuma. Tidak akan ada hasil. Akhirnya Chaca hanya bisa menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA CINTA DAN LOGIKA [COMPLETED]
Fiksi UmumWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! Pertemuan kita adalah sebuah takdir yang tuhan rencanakan. Cover by : @Jeyyathala **** Berteman denganmu ternyata tidak semenyenangkan yang aku pikir, ada rasa yang tak terbalaskan dan itu menyakitkan. _Kalisa Zeli...