32- Hati Yang Patah

4.6K 437 61
                                    

"Virgo mana nih? Yah beneran kagak dateng tuh bocah," ujar Alysa saat tidak juga melihat tanda-tanda kehadiran Virgo.

Saat ini Alysa sedang bersama Ateng dan Obin dan menghabiskan waktu malam minggu di cafe yang telah membuat Alysa hilang beberapa hari yang lalu.

Jika kalian bertanya kemana Tessa? Sudah pasti dengan Afkar, malam minggu seperti ini memang harinya orang berpacaran. Menghabiskan waktu berdua, berbagi cerita, makan bersama dan ajang mengungkapkan rasa cinta atau gombal demi memperkuat hubungan.

Tapi malam minggu bagi Alysa adalah malam dimana ia bebas pergi bersama teman-temannya dengan jam aturan yang diberikan Papahnya lebih lama dari biasanya, dan itu membuat Alysa bahagia.

"Diare katanya," ucap Ateng.

"Kebanyakan makan hasil palakan," balas Alysa sambil meneguk green tea latte pesanannya.

Tiba-tiba Ateng menepuk bahunya hingga membuat Alysa tersedak.

"Bangke lu Teng! Untung kagak mati," ujar Alysa.

"Ada apaansi? Kayak liat artis lu," sambungnya lagi. Penasaran dengan Ateng yang tiba-tiba memukulnya.

"Itu Angkasa bukan sih sama temen-temennya?" Tanya Ateng sambil menunjuk tiga orang cowok yang baru saja datang dari pintu masuk.

Alysa kemudian mengalihkan pandanhannya, dan matanya nampak bahagia kala melihat sosok Angkasa. Entah mengapa kehadiran cowok itu selalu sangat membuatnya antusias.

"Woy Saka! Sini gabung!" Panggil Ateng. Yang dipanggil pun datang menghampiri meja mereka bersama Barram dan Angkasa tentunya.

Alysa menatap Angkasa yang memasang wajah datarnya, seperti biasa.

"Sini Sa, duduk samping gue aja. Ateng sama Obin bau," ujar Alysa sambil menepuk kursi disebelahnya.

"Sialan lo, bilang aja mau modus," balas Ateng.

"Diem lo nggak usah komentar, ini bukan youtube," sahut Alysa.

Angkasa kemudian duduk diantara Ateng dan Saka. Enggan memilih kursi yang dimaksud Alysa. Bahkan cowok itu pun tak melirik Alysa sama sekali.

Angkasa hanya ingin menjaga jarak, agar ia tidak terlalu sakit jika nantinya Alysa akan bersama Langit. Ia sudah memantapkan hatinya untuk merelakan gadis itu untuk Langit.

Saka dan Obin yang melihat itu segera tertawa terbahak karena Alysa dengan  terang-terangan ditolak oleh Angkasa didepan mereka.

Alysa hanya bisa mendenguskan nafasnya kesal, ia merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Angkasa. Cowok itu seperti sedang menghindarinya.

Mereka kemudian saling berbincang, membicarakan banyak hal. Namun, entah mengapa Alysa merasa terus saja tertarik untuk menatap Angkasa yang dari tadi bungkam. Bahkan ia hanya menjadi pendengar di tengah-tengah mereka.

"Lo kenapa Sa? Diem aja dari tadi." Alysa bersuara sambil menatap Angkasa.

"Tau, kenapa? Ada masalah?" Tanya Barram.

"Gak." Angkasa membalas dengan singkat.

"Kenapa? Lo kepikiran ,ya soal hati lo yang udah sepenuhnya jatuh hati sama gue?" Goda Alysa. Ia hanya berniat mengembalikan Angkasa yang dulu. Walau menyebalkan namun menyenangkan.

"Gak usah kepedean," balas Angkasa yang mampu membuat Alysa seketika bungkam.

"Gue gak suka sama cewek yang pecicilan dan banyak tingkah, kayak lo contohnya." Ucapan Angkasa berhasil membuat Alysa tertohok.

Bahkan saat Angkasa mengucapkan hal itu Ateng yang sedang minum dan Saka yang sedang memakan pesanannya pun tersedak. Tak pernah baginya berfikir Angkasa akan mengeluarkan kata-kata jahat seperti itu.

Ya, jika memang tidak suka kenapa harus mengeluarkan kata sekejam itu? Sekuat-kuatnya Alysa, jika dia memang memiliki perasaan dengan Angkasa sudah pasti akan sangat sakit mendengarnya.

"Sa!" Barram mengingatkan.

"Iya. Gue tau Sa, gue emang pecicilan, kayak preman, bahkan nggak ada yang namanya anggun di diri gue," ucap Alysa dengan tertawa miris di akhir kalimatnya.

"Sadar juga," balas Angkasa.

"Sa.." Saka menatap Angkasa dengan tajam, ia hanya ingin meminta cowok itu untuk berhenti dan meminta maaf. Lalu mengatakan bahwa sedang bercanda dan tidak ada keseriusan disetiap kata yang dilontarkan.

"Gue nggak tau ,ya gue ada salah apa sama lo, tapi kalau pun ada , gue minta maaf Sa," ujar Alysa sambil memandang Angkasa yang masih enggan menatapnya dan memilih fokus pada secangkir kopi hitam dihadapannya.

"Nggak perlu, gue nggak butuh permintaan maaf lo. Lo gak ada salah," balas Angkasa lalu menyeruput kopinya sedikit dan kemudian bangkit.

"Gue cabut," pamit Angkasa dan langsung berjalan menghilang keluar cafe.

Alysa memandang sendu kepergian Angkasa. Ia hanya berfikir, kesalahan apa yang sudah ia lakukan sehingga Angkasa begitu marah padanya? Seingatnya terakhir bertemu, mereka masih baik-baik saja. Bahkan via komunikasi online pun semua berjalan baik, tak ada permasalahan serius.

"Lys, gue minta maaf soal ucapan Angkasa." Barram meminta maaf mewakili Angkasa, sahabatnya.

"Gue yakin , dia gak maksud gitu." Saka menambahkan.

"Walau gue bukan temen deket dia, gue perhatiin Angkasa juga gak akan mungkin sejahat itu." Ateng ikut ambil andil.

"Gue nggak tau ,ya.. apa kesalahan gue sampai dia kayak gitu. Terakhir ketemu, gue baik-baik aja." Alysa berucap sambil memandang kosong ke arah depannya.

"Lagi banyak masalah kali," Obin menenangkan.

Alysa mengangguk setuju pada ucapan Obin, ia yakin Angkasa tidak akan sejahat kitu padanya. Se-menyebalkannya Angkasa, Alysa tau cowok itu tak akan sampai berani menyakitinya. Ya, Alysa yakin!

"Ini masih mau disini apa gue anter pulang?" Tanya Ateng memastikan. Takut jika Alysa sudah tidak nyaman dan ingin beristirahat agar fikirannya sejenak melupakan masalah Angkasa.

"Gue pulang aja, sorry banget harus gini. Padahal udah rencanain dari jauh hari. Gue pulang sendiri aja Teng, nggak apa-apa."

Alysa lalu bangkit dan pergi keluar cafe dengan perasaan yang sungguh sulit dijelaskan.

Ia bingung kenapa Angkasa bersikap seperti itu padahal cowok itu sendiri yang bilang bahwa ia tidak salah. Lalu? Apakah ada hal lain yang membuat Angkasa semarah itu? Apa Angkasa sedang ada masalah?

"Arghh pusing!" Alysa mengacak rambutnya kesal.

Gadis itu memilih berjalan perlahan menyusuri malam yang hari itu begitu benderang dengan adanya cahaya bulan dan bintang yang memancar.

Alysa melangkahkan kaki-kakinya melewati trotoar. Untungnya jarak cafe tidak terlalu jauh dari rumahnya, namun lumayan juga dapat mengeluarkan keringat.

"Ahelah ini sepatu!" Alysa mendumal, ia lalu melepaskan sepatunya. Dan melihat kakinya memerah karena tergores. Akibat berjalan terlalu jauh dan lama.

"Bodo amat dikata orang gila juga," gumam Alysa sambil mencopot alas kakinya dan hingga akhirnya gadis itu sampai rumah dengan bertelanjang kaki. Bahkan rasanya setiap batu tajam yang menusuk permukaan kulit kakinya pun sudah tak terasa.

"Astagfirullah habis ke banjiran dimana nih gadis," ucap Gundar pada putrinya yang baru pulang dengan keadaan lesu.

"Tumben pulangnya cepet. Biasanya harus diteror telfon 100  kali baru ingat kalau punya rumah," tambahnya.

Alysa lalu memeluk Papahnya dengan erat, Gundar yang mendapat perlakuan tiba-tiba putrinya pun segera membalas pelukan Alysa. Ia tau anaknya sedang tidak baik-baik saja.

"Apapun yang sedang kamu hadapi, Papah yakin kamu bisa menyikapi dengan dewasa." Gundar lalu mengecup pucuk kepala Alysa dengan sayang.

Alysa tau, hatinya memang sudah memilih Angkasa sebagai pemilik....
Jika tidak, mana mungkin ia bisa sesakit ini.

Jika marah mu berarti menjauh,
Bukankah hak ku untuk terus mengejar?
Setiap hati pasti memiliki rumah,
Dan hati ku memilih mu sebagai rumahnya.

Tbc..

Angkasa & Alysa [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang